Akibat Hukum Perkawinan Dan Perceraian

perkawinan perkawinannya menurut agama dan kepercayaannya itu selain agama Islam maka pengadilan yang akan memeriksa dan memutus gugatan perceraian itu adalah Pengadilan Umum Pegadilan Negeri.

D. Akibat Hukum Perkawinan Dan Perceraian

Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang sudah tentu menimbulkan akibat hukum, dalam perkawinan akibat hukum dapat digolongkan menjadi 3 tiga masalah penting, yaitu : 1. Masalah Suami-Isteri Akibat hukum setelah terjadinya suatu perkawinan adalah hubungan antara suami dengan isteri, terutama yang menyangkut soal hak dan kewajiban. UUP mengatur hal tersebut dengan merumuskan hubungan tersebut dalam pasal 30 sampai dengan pasal 34. Antara suami isteri diberikan hak dan kedudukan dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 56 Adanya hak dan kedudukan yang seimbang ini dibarengi dengan suatu kewajiban yang sama pula untuk membina dan menegakkan rumah tangga yang diharapkan akan menjadi dasar dari susunan masyarakat. Pembinaan rumah tangga diperlukan saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir-bathin. Suatu rumah tangga yang dibina, haruslah mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang untuk itu haruslah ditentukan secara bersama. 56 K. Wantjik Saleh, Op.cit., hal 33 Persamaan yang lain adalah dalam hal melakukan perbuatan hukum. Suami dan isteri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Umpamanya seorang isteri dapat saja mengadakan perjanjian, jual beli dan lain lain perbuatan hukum sendiri tanpa memerlukan bantuan atau pendampingan dari suaminya. Bahkan diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan gugatan kepada Pengadilan apabila salah satu pihak melalaikan kewajibannya. 57 Berdasarkan kodrat dan untuk pembagian kerja, maka antara suami dan isteri diberikan perbedaan. Suami dibebani kewajiban untuk mendampingi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Dinyatakan dengan tegas bahwa suami adalah “kepala keluarga”, sedangkan isteri adalah “ibu rumah tangga”. Isteri sebagai ibu rumah tangga, tentulah harus mengatur urusan rumah tangga itu dengan sebaik-baiknya. 2. Masalah Orang Tua Dan Anak Akibat hukum yang timbul dari perkawinan adalah kedudukan anak serta bagaimana hubungan antara orangtua dengan anaknya. UUP mengaturnya dalam pasal 42 sampai dengan pasal 49. 58 Pasal 42, 43, dan 44 menjelaskan masalah sahnya seorang anak yang merupakan bagian terpenting yaitu pernyataan bahwa yang dianggap sebagai anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Mengenai hak dan kewajiban antara orang tua dan anak diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 49 UUP dimana ditentukan bahwa orangtua wajib 57 Ibid., hal 34 58 Ibid. memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri dan terus walaupun perkawinan antara urang tua itu putus. Orang tua juga menguasai anaknya sampai anak berumur 18 tahun atau belum pernah kawin. Kekuasaan itu juga meliputi untuk mewakili anak mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Kekuasan tersebut dapat dicabut atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat berwenang, dengan alasan kalau orang tua tersebut sangat melalaikan kewajibannya atau berkelakuan sangat buruk. Kewajiban anak terhadap orangtua pertama sekali adalah untuk menghormati dan menaati kehendak orang tua yang baik dan apabila orang tua telah beranjak tua maka sesuai dengan kemampuannya anak wajib memelihara orangtuanya. 3. Masalah Harta-Benda Akibat hukum dari sebuah perkawinan adalah mengenai persoalan harta- benda yang merupakan pokok pangkal yang dapat menimbulkan berbagai perselisihan atau ketegangan dalam perkawinan, sehingga mungkin akan menghilangkan kerukunan hidup berumah tangga. Akibat perkawinan terhadap harta benda ini diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 UUP. 59 Menurut Pasal 35 UUP akibat ini dapat dibedakan menjadi 2 dua bagian, yaitu terhadap : 59 Ibid., hal 35 a. Harta bawaan yaitu harta benda yang diperoleh kedua belah pihak sebelum perkawinan dilangsungkan, baik harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah maupun harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai warisan sebelum perkawinan dilangsungkan dikategorikan juga ke dalam harta bawaan. b. Harta bersama yaitu harta benda yang diperoleh baik oleh suami maupun isteri selama perkawinan, dan terhadap harta benda ini suami ataupun isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Mengenai harta bersama, baik suami atau isteri dapat mempergunakannya dengan persetujuan salah satu pihak. Sedangkan mengenai harta bawaan, suami atau isteri mempunyai hak sepenuhnya masing-masing atas harta bendanya itu. Apabila perkawinan putus ditentukan pula terhadap harta bersama dinyatakan diatur menurut hukumnya masing0masing. Adapun yang dimaksud dengan “hukumnya” adalah hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya. 60 Perceraian adalah putusnya suatu perkawinan yang sah dihadapan hakim Pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dengan putusnya perkawinan, maka sudah tidak ada lagi pertalian perkawinan menjadi terhenti. Adanya perceraian maka akan menimbulkan akibat hukum, baik terhadap suami atau isteri yang ditinggalkan juga sudah pasti terhadap anak-anak. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai peraturan pelaksana UUP tidak disebutkan atau tidak diatur tentang akibat perceraian. 60 Ibid. Hanya dalam UUP pada Pasal 41 disebutkan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah : 61 a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak; pengadilan memberikan keputusannya; b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

E. Perkawinan Campuran