30 kemandirian, mempunyai persamaan yaitu adanya kemampuan untuk mengatasi
masalah-masalah tanpa bantuan orang lain. Artinya, anak tersebut dapat berdiri sendiri mewujudkan cita-citanya tanpa ketergantungan. Anak mampu
bersikap aktif, kreatif, responsif dan bertanggung jawab.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
Menurut Muhammad Nur Syam 1999 : 10, ada dua faktor yang mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut:
Pertama, faktor internal dengan indikator tumbuhnya kemandirian belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain:
1 Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang dipercayakan
dan ditugaskan 2
Kesadaran hak dan kewajiban siswa disiplin moral yaitu budi pekerti yang menjadi tingkah laku
3 Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai berkembangnya
pikiran, karsa, cipta dan karya secara berangsur 4
Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan olahraga
5 Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar hak dan
kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati orang lain, dan melaksanakan kewajiban
Kedua, faktor eksternal
sebagai pendorong
kedewasaan dan
kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan
dan ketertiban yang mandiri, kondisi dan suasana keharmonisan dalam dinamika
positif atau
negatif sebagai peluang
dan tantangan meliputi
31 tatanan budaya dan sebagainya secara komulatif.
Mohammad Asrori 2009: 133 menambahkan sebagai salah satu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam perkembangannya
memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian seseorang juga bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan kemandirian tersebut.
Seorang anak yang lahir tidak berdaya dan sangat memerlukan bantuan orang- orang disekitarnya untuk makan, minum, berpakaian, latihan berbicara, latihan
berjalan dan berlatih berbagai kemampuan lainnya. Berikut tingkatan kemandirian menurut Lovinger yang dikutip
Mohammad Asrori 2009:133: 1
Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsive dan melindungi diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah
a Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
interaksinya dengan orang lain. b
Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik. c
Berfikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu stereotype. d
Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum game. e
Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. 2
Tingkatan kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri tingkatan ini adalah
a Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
b Cenderung berfikir stereotype dan klise.
c Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
32 f
Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal. g
Takut tidak diterima kelompok. h
Tidak sensitif terhadap keindividualan. i
Merasa berdosa jika melanggar aturan. 3
Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah
a Mampu berfikir alternatif.
b Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
c Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
d Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
e Memikirkan cara hidup.
f Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4 Tingkatan keempat, adalah tingkat seksama conscientious.
Ciri-ciri tingkatan ini adalah a
Bertindak atas dasar nilai-nilai internal. b
Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan. c
Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
d Sadar akan tanggung jawab.
e Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
f Peduli akan hubungan mutualistik.
g Memiliki tujuan jangka panjang.
h Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
i Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.
5 Tingkatan kelima, adalah tingkat seksama conscientious.