2 Mahkamah Agung MA telah melakukan pelanggaran asas kebebasan
berkontrak Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata. Perjanjian pengikatan jual beli PPJB yang tidak pernah ditandatangani kedua belah
pihak dijadikan dasar untuk memberlakukan Pasal IV butir 6 dan Pasal 1A f dan g lampiran Keputusan menteri Negara Perumahan Rakyat nomor
09KPTSM1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, padahal semestinya Surat Rincian angsuran SRA yang telah
ditandatangani keduan belah pihak merupakan dasar perikatan antara pengembang dengan konsumen.
Berdasarkan kasus tersebut dapat dilihat bahwa betapa sulitnya konsumen mendapatkan perlindungan hukum. Pada dasarnya penyelesaian kasus sengketa di
pengadilan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu menang atau kalah, konsumen jelas telah mengeluarkan biaya dan waktu serta tenaga yang
besar.
C. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Pembeli Yang Merasa Dirugikan
Oleh Iklan Dan Brosur Perumahan Yang Tidak Benar
Pada dasarnya muncul berbagai kasus yang merugikan konsumen secara kronologis dapat dibagi menjadi 3 tiga tahap yaitu:
1. Masalah pada tahap pra transaksi:
a. Keraguan konsumen akan kebenaran klaim iklanbrosur perumahan.
b. Ketidaklengkapan dokumen administrasi pada rumah beserta tanah
pertapakan yang ditawarkan. 2.
Masalah pada tahap transaksi:
Universitas Sumatera Utara
a. Tidak adanya kesempatan bagi konsumen untuk mempelajari materi
Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB rumah beserta tanah pertapakan.
b. Tidak adanya keseimbangan materi yang diatur secara detail. Tetapi
materi hak konsumen sangat minim atau bahkan tidak diatur. c.
Tidak adanya kesempatan bagi konsumen untuk mengutarakan keberatan terhadap materi PPJB apartemen.
3. Masalah pada tahap purna transaksi:
a. Keterlambatan penyerahan rumah beserta tanah pertapakan dari
developer kepada konsumen. Dalam perjanjian jual beli rumah beserta tanah pertapakan di Komplek
Perumahan Mutiara Residence Kota Binjai antara Maslina Barus yang berkedudukan di Jalan T. Amir Hamzah Binjai selaku Direktur CV. Surya Mas
Abadi dan sebagai developer perumahan Mutiara Residence dengan konsumen properti yang bernama Yusliani yang beralamat di Jalan. Soekarno Hatta No. 226,
Lingkungan. IV, Kelurahan Tunggurono, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai, dimana para pihak telah melakukan hubungan hukum sehubungan dengan
transaksi jual beli rumah beserta tanah pertapakan, dimana kedua belah pihak telah bersepakat mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli dengan syarat-syarat
dan ketentuan yang telah disepakati bersama oleh para pihak. Dalam perjanjian jual beli tersebut konsumen membeli rumah denga spesiikasi tipe rumah 45
dengan luas tanah 50 meter, beserta tanah kavling seluas 98 meter persegi dan berstatus hak milik dilengkapi dengan fasilitas sambungan listrik PLN sebesar
2200 Volt. Harga jual rumah yang disepakati adalah sebesar Rp. 131.950.000 seratus tiga puluh satu juta sembilan ratus lima puluh ribu rupiah dimana
konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp. 45.390.000 empat puluh lima juta tiga ratus sembilan puluh ribu rupiah dan sisa pembayaran sebesar Rp.
86.560.000 delapan puluh enam juta lima ratus enam puluh ribu rupiah dibayar dengan cara mencicil melalui fasilitas pembiayaan kredit pemilikan rumah.
Pembayaran jual beli rumah dengan system pencicilan sebagaimana yang diamksud diatas dilaksanakan dengan tahapan. Pertama konsumen setuju untuk
melakukan pembayaran tahap pertama, pembayaran booking fee atau adminstrasi
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan pada saat menuju kavlingan. Konsumen setuju untuk melakukan pembayaran tahap kedua atau pembayaran tunai berjangka dilaksanakan setelah
pembayaran booking fee selambat-lambatnya tanggal 10 hari kalender, apabila dalam tempo 10 hari kalender tidak dilakukan pencicilan pertama maka booking
fee dianggap hangus dan perjanjian sepihak dapat dibatalkan oleh pihak developer.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan
klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Berdasarkan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut dalam perjanjian
pengikatan jual beli rumah beserta tanah pertapakan antara developer dengan konsumen, maka tanggung jawab developer merupakan prinsip tanggung jawab
dengan pembatasan, seharusnya tidak hanya terbatas pada apa yang tercantum dalam perjanjian tersebut, tetapi lebih dari itu developer juga harus bertanggung
jawab terhadap cacat tersembunyi pada produk rumah beserta tanah pertapakan. Hal ini sangat penting mengingat tanggung jawab pemeliharaan rumah beserta
tanah pertapakan oleh developer sangat pendek jangka waktunya. Konsumen tidak mungkin dapat mengetahui kondisi fisik dari rumah beserta tanah pertapakan yang
telah dibangun oleh developer dalam jangka waktu 3 tiga atau 4 empat bulan.
Produk rumah beserta tanah pertapakan tempat hunian tidaklah sama dengan produk barang lainya yang mungkin dapat diketahui adanya cacat
tersembunyi seketika pada saat barang tersebut dipergunakan. Lain halnya dengan produk bangunan seperti rumah beserta tanah pertapakan, untuk mengetahui
kekuatan konstruksi bangunan apartemen perlu dilakukan pemeriksaan oleh para pakar, sehingga bagi konsumen sangat mustahil dapat mengajukan klaim dalam
jangka waktu tersebut. Kualitas bangunan biasanya baru diketahui ketika terjadinya pergantian musim. Misalkan saja penyerahan dilakukan pada musim
kemarau. Pada saat musim penghujan ternyata ada dinding yang retak dan rembes. Hal tersebut baru diketahui setelah jangka waktu pemeliharaan telah selesai,
sebagai akibatnya konsumen tidak dapat melakukan klaim kepada developer dengan alasan sudah bukan menjadi tanggung jawab developer. Oleh karena itu
dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan gugatan atas cacat
tersembunyi. Konsumen juga dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai pedoman untuk mengajukan
gugatan.
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan
Universitas Sumatera Utara
hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa
keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahakekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasa dengan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa pada dasarnya
menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaitu apabila putusan tersebut telah dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu atau
uitboverbaar bij voorraad dalam pasal 180 ayat 1 HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan terus. Merupakan upaya hukum yang
digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa ini mencakup::
1 Perlawanan atau verzet adalah suatu upaya hukum terhadap putusan di luar
hadirnya tergugat putusan verstek. Dasar hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam tempotenggang
waktu 14 hari termasuk hari libur setelah putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak
hadir. 2
Banding adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri. Dasar hukumnya adalah
UU No 42004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pokok Kekuasaan dan Undang-Undang No. 201947 tentang Peradilan Ulangan.36
3 Kasasi menurut Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat
36 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Cetakan. 1, Jakarta, Sinar Grafika,1994, hal. 94,
Universitas Sumatera Utara
peradilan akhir. Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding.
4 Peninjauan kembali ini disebut upaya hukum luar biasa karena diajukan
dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap. Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu,
bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap. Upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung
sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir. Upaya hukum luar biasa dilakukan terhadap putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi. Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-
keadaan yang ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Selain upaya hukum diatas masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen perumahan yang merasa dirugikan seperti melakukan alternatif
resolusi masalah ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM, atau lembaga-lembaga
lain yang berwenang.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan