BAB IV
TANGGUNG JAWAB DEVELOPER PERUMAHAN KEPADA KONSUMEN PERUMAHAN TERHADAP IKLAN DAN
BROSUR
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Dalam
Perjanjian Jual Beli Rumah
Hubungan hukum dan atau masalah antara konsumen dengan penyedia barang atau peyelenggara jasa, umumnya terjadi melalui suatu perkaitan, baik
karena perjanjian atau karena undang-undang. Perikatan dapat terjadi secara tertulis maupun tidak tertulis, tergantung bagaimana suasana hukum dimana
terjadinya perikatan itu, dalam suasana hukum adat atau suasana dengan pengaruh hukum perdata. Banyak sedikitnya pengaruh dari suasana hukum itu akan terlihat
pada perlaksanaan perikatan yang terjadi. Seperti yang dibahas sebelumnya di Bab I tentang Perjanjian, bahwa
perjanjian yang terjadi karena undang-undang dapat timbul karena undang- undang, baik karena undang-undang maupun sebagai akibat dari perbuatan
seseorang. Perbuatan itu dapat perbuatan yang diperbolehkan atau perbuatan yang melanggar hukum. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, tidak dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
atau dilanggarnya butir-butir perjanjian itu, setelah dipenuhinya syarat-syarat tertentu, dapat mengakibakan terjadinya cidera janji wanprestasi. Perbuatan
cidera janji itu memberikan hak pada pihak yang dicedarai itu untuk menggugat ganti rugi berupa biaya, kerugian, bunga, dan seterusnya.
Konsumen sebagai pemakai manfaat barang danatau jasa berhak mendapatkan perlindungan dari bahaya yang mungkin timbul akibat dari
pemakaian barang danatau jasa tersebut. Saat ini hubungan yang sering terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen hanya sekedar kesepakatan lisan mengenai
harga dan barang danatau jasa, tanpa diikuti atau ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan.
Pasal 5 UUPK mengatur tentang masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam
perlindungan konsumen. Saat ini perjanjian yang sering dilakukan oleh para pihak adalah perjanjian baku yaitu, perjanjian ataupun klausula tersebut tidak bisa dan
tidak dapat dinegosiasikan atau ditawar pihak lainnya. Perjanjian baku ini cenderung merugikan pihak yang kurang dominan. Secara sederhana, perjanjian
baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Perjanjian dibuat secara sepihak oleh produsen yang posisinya relatif lebih kuat dari konsumen.
2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian.
3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan missal.
4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh
kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Pihak produsen beralasan, selain praktis dan efisien, penerapan perjanjian baku dalam praktek perdagangan sehari-hari, juga masih dalam koridor
perundang-undangan yang ada. Justifikasi yang dipakai produsen adalah Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak. 28 Perjanjian yang
dilakukan oleh para pihak seharusnya bisa seimbang bagi kedua belah pihak, namun sering kali konsumen merasa dirugikan akibat dari penggunaan barang
danatau jasa yang dikonsumsi dan ketika diminta pertanggung jawaban kepada pihak penjual, sering merasa dikecewakan. Sebagai konsekuensi hukum dari
pelarangan yang diberikan oleh undang-undang perlindungan konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi
hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk
meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang dirugikannya, serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen.29
Dalam membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha, maka konsumen harus dapat membuktikan kesalahan bahwa:
a. Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian.
b. Konsumen juga harus dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi
sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang danatau jasa tertentu yang tidak layak.
c. Bahwa ketidak layakan dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian
dari barang danatau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha tertentu.
d. Konsumen tidak berkontribusi secara langsung atau tidak langsung atas
kerugian yang dideritanya tersebut.30
28 Sudaryatmoko, Hukum dan Advokasi Konsumen, Ctk II, Citra Aditya Bakti Bandung, 1999, hal. 93.
29 Ibid 30 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Penggantian kerugian dapat dituntut menurut Pasal 1243 KUHPerdata berupa:
1 Kosten, yaitu biaya yang sungguh-sungguh dikeluarkan.
2 Schaden, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya.
3 Interessen, yaitu keuntungan yang akan diperoleh seandainya debitur tidak
lalai.31 Untuk menentukan besarnya jumlah ganti rugi undang-undang
memberikan beberapa pedoman, yaitu besarnya jumlah ganti rugi itu ditentukan sendiri oleh undang-undang, misalnya pasal 1250 KUH Perdata antara lain
mengatakan bahwa “dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekadar
disebabkan karena terlambatnya pelaksanaan oleh undang-undang, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus.”32
Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi karena wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena wanprestasi diatur dimulai dari
Pasal 1243 KUH Perdata menyatakan penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan. Sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan
hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada orang
yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya.33
Kasus perumahan legenda bekasi dapat memberikan gambaran. Didalam kasusnya PT Putra alvita Pratama, sebuah pengmbang kota legenda, Bekasi,
dihukum pengadilan untuk membayar ganti rugi atas gugatan Ir.Dra. Devi widjajanti, konsumen yang dikecewakannya. Melalui putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan No.103Pdt.G1997PN Jak.Sel tanggal 2 oktober 1997, pengembang dihukum untuk mengembalikan seluruh uang muka down Payment
yamg telah dilunasi konsumen sebesar Rp. 18.425.100 delapan belas juta empat
31 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ke- 25, Intermasa, Jakarta, 1993, hal. 147.
32 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan Dalam Rangka
Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 24.
33 Salim HS., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
ratus dua puluh lima ribu rupiah ditambah bunga 3 dari Rp 18.425.100 delapan belas juta empat ratus dua puluh lima ribu rupiah setiap bulannya. Dalam
amar putusannya majelis hakim menyatakan bahwa pengembang telah melakukan perbuatan hukum, karena tidak memberikan pelayanan yang berikan kepada
konsumennya, antara lain yaitu: lalai mengurus Kredit Pemilikan Rumah KPR dibank, sesuai substansi yang dikemukakan pengembang dalam brosurnya, tidak
memberikan bukti kuitansi pembayaran dan Perjnajian Pengikatan Jual Beli PPJB.
Didalam brosurnya pengembang menyatakan bahwa untuk pembelian kavlingtanah, pengurusan KPR menjadi tanggung jawab konsumen. Sedangkan
untuk pembelian rumah berikut tanah tidak ada keterangan apa-apa. Hal itu berarti pengurusan KPRnya menjadi tanggung jawab pengembang. Tak ada salah tafsir
konsumen atas brosur itu. Tetapi justru informasi yang disajikan pengembang itu diduga menyesatkan konsumen.
Majelis Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Kepmenpera No. 09KPTSM1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah
mengeyampingkan perikatan antara konsumen dengan pengembang, yaitu surat rincian angsuran yang telah ditandangani kedua belah pihak. PPJB belum pernah
ditandatangani, baik oleh pengembang sendiri mauopun oleh konsumen. Kepmenpera itu sendirinya sebetulnya merupakan ketentuan administratif yang
mewajibkan pengembang untuk menyelenggarakan PPJB atas setiap transaksi jual beli rumah serta mengupayakan penandatanganannya dari kedua belah pihak. Jadi,
dalam perkara tersebut Majelis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melakukan pelanggaran kebebasan berkontrak pacta sunt servada, sebagaimana dimaksud
Pasal 1338 KUH Perdata.34
Melalui kasus ini bahwa bentuk perlindungan konsumen dalam perjanjian seharusnya diberikan sebelum perikatan itu terjadi seperti hal-hal yang termuat
dalam iklan dan brosur yang diperjanjikan oleh developer dimana menghindari kerugian yang didapat konsumen akibat berita yang menyesatkan atau tidak benar,
kemudian setelah perikatan didalam perjanjian yang dibuat oleh developer harus ada jaminan yang diberikan kepada konsumen mengenai kondisi bangunan atau
Syarat batal tertentu, misalnya jika ternyata pembangunannya tidak selesai dalam jangka waktu yang telah dijanjikan oleh developer maka calon pembeli berhak
membatalkannnya dan menerima kembali uang muka. Selain itu seharusnya ada sebuah yuriprudensi hukum yang mengatur bahwa iklan dan brosur yang dibuat
34 Yusuf Sofie, op. cit., hal. 114-115.
Universitas Sumatera Utara
oleh developer dapat menjadi sebuah dasar perikatan yang dibuat antara pihak developer dan konsumen.
B. Tanggung Jawab Developer Perumahan Terhadap Iklan Dan Brosur