3 Mempengaruhi konsumen untuk membeli barang danatau jasa yang
sebenarnya tidak dibutuhkan konsumen dengan mempergunakan tehnik pemasaran yang agresif
4 Menyembunyikan identitas pelaku usaha untuk menimbulkan
kekacauan.25 Merujuk dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
informasi yang disampaikan pelaku usaha kepada konsumen bukan hanya bertujuan untuk kepentingan promosi penjualan semata, tetapi lebih dari itu
informasi tersebut harus mengandung muatan yang dikemas secara jujur dan menyesatkan konsumen.
2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan terhadap kepentingan konsumen pada dasarnya sudah diakomodasi oleh banyak perangkat hukum sejak lama. Secara sporadis berbagai
kepentingan konsumen sudah dimuat dalam berbagai undang-undang, antara lain sebagai berikut:
a. Undang-Undang No.3 Tahun 1982 tentang wajib Daftar Perusahaan.
b. Undang-Undang No.5 Tahun 1985 tentang Perindustrian.
c. Undang-Undang No.5 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
d. Undang-Undang No.14 Tahun 1993 tentang Lalu Lintas dan angkutan
jalan. e.
Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.
25 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
f. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
g. Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.
Kehadiran Undang-Undang
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menjadi tonggak sejarah perkembangan hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Diakui, bahwa undang-undang tesebut bukanlah yang
pertama dan yang terakhir, karena sebelumnya telah ada beberapa rumusan hukum yang melindungi konsumen tersebar dalam beberapa peraturan perundang-
undangan. Disamping UUPK masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang
bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum, seperti: 1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2011 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001
tanggal 21 Juli 2011 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001
tanggal 21 Juli 2011 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 tanggal
21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta
Barat, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Makassar.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian ada lagi beberapa contoh kasus yang dapat dijadikan dasar hukum perlindungan konsumen seperti kasus dibawah ini:
Kasus Perda DKI tentang Parkir, Pengacara publik David ML Tobing menggugat Perda DKI Jakarta No 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran dengan mengajukan
permohonan pengujian ke Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kami telah mengajukan
permohonan uji materil Pasal 36 ayat 2 Perda No. 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran ke MA terhadap UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, kata David, usai mendaftarkan uji materi Perda Perparkiran di Jakarta, Kamis. Pasal 36 ayat 2 Perda DKI No. 5 Tahun 1999 menyebutkan:
Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di dalam petak parkir
merupakan tanggung jawab pemakai tempat parkir. David menilai Pasal 36 ayat 2 itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat 1 huruf a Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Pasal 18 ayat 1 huruf a menyebutkan: Pelaku Usaha dalam menawarkan
barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian
apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Menurut dia, isi Pasal 36 ayat 2 Perda DKI itu merupakan klausula baku yang
mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen apabila terjadi kehilangan.
Aturan pencantuman klausula itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat 2 huruf a UU PK, katanya.
David mengatakan, dua tahun sejak berlakunya UU Perlindungan Konsumen, Gubernur DKI Jakarta tidak menyesuaikan Perda Perparkiran itu dengan UU
Perlindungan Konsumen. Padahal, lanjutnya, aturan klausula baku dalam UU Perlindungan Konsumen telah menjadi yurisprudensi tetap MA salah satunya
lewat putusan PK No. 124 PKPdt2007 jo Putusan Kasasi No. 1264 KPdt2005. Ini menyangkut gugatan Anny R Gultom kepada PT Securindo Packatama di PN
Jakarta Pusat pada tahun 2000 karena pernah kehilangan mobil di areal parkir yang kebetulan saya yang menanganinya, katanya.
Pencantuman klausula baku dalam tiket parkir dikatakan kesepakatan cacat hukum yang berat sebelah karena mengandung ketidakbebasan pihak yang
menerima klausula, kesepakatan itu diterima dalam keadaan terpaksa, katanya mengutip pertimbangan majelis.
Karena itu, advokat yang kerap menangani kasus-kasus perlindungan konsumen ini meminta majelis MA mencabut atau membatalkan Pasal 36 ayat 2 Perda
DKI No. 5 Tahun 1999 itu karena masih mengandung pencantuman klausula baku dalam bentuk pengalihan tanggung jawab. Pasal 36 ayat 2 Perda No. 5
Tahun 1999 bertentangan dengan Pasal 18 ayat 1 huruf a UU Perlindungan Konsumen dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya
memerintahkan termohon Gubernur DKI untuk mencabut Pasal 36 ayat 2 itu atau setidaknya menyesuaikan dengan UU Perlindungan Konsumen, katanya.
Mahkamah Agung MA menetapkan tanggung jawab ganti kerugian dari pengelola jasa perparkiran bagi konsumen yang kehilangan kendaraan di tempat
parkir. Diketahui, permohonan peninjauan kembali PK secure parking PT Securindo Packatama Indonesia ditolak terkait gugatan Anny R Gultom dan
Universitas Sumatera Utara
Hontas Tambunan yang kehilangan mobil Kijang Super tahun 1994 pada 1 Maret 2000, di Plaza Cempaka Mas.26
Dimana dari kasus tersebut lahir sebuah yurisprudensi tetap MA salah satunya lewat Putusan PK No. 124 PKPdt2007 jo Putusan Kasasi No. 1264 KPdt2005.
Dari kasus diatas dapat dilihat telah ada sebuah dasar hukum yang dapat dipakai oleh konsumen dalam menggugat pihak pengusaha yang tidak bertanggung jawab
atas produk yang dibuatnya. Beberapa pakar menyebutkan bahwa hukum perlindungan konsumen
merupakan cabang dari hukum ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan barangjasa.
Ada pula yang mengatakan bahwa hukum konsumen digolongkan dalam hukum bisnis atau hukum dagang karena dalam rangkaian pemenuhan kebutuhan
barangjasa selalu berhubungan dengan aspek bisnis atau transaksi perdagangan.27
Dengan diundangkannya masalah perlindungan konsumen dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bias mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen
BPSK yang ada di Tanah Air.
26 Sumber http:adhiebkenz.blogspot.com diakses pada 12 Oktober 2014.
27 Happy Susanto, op.cit., hal 19.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TANGGUNG JAWAB DEVELOPER PERUMAHAN KEPADA KONSUMEN PERUMAHAN TERHADAP IKLAN DAN
BROSUR
A. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Dalam