24 Kemudian menurut Masnur Muslich 2011: 176 suasana sekolah dikondisikan
sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik. Daryanto dan Sutarmi Darmiyati 2013: 76 pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung
keterlaksanaan pendidikan karakter. Sekolah juga memerlukan pengondisian berupa situasi dan interaksi edukatif. Selain itu, pendidikan nilai-nilai
pembentukan karakter melalui pengondisian diperlukan sarana yang memadai dan mendukung. Penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan
karakter mandiri, misalnya tersedianya poster-poster sebagai himbauan kepada siswa agar selalu mengarah pada pendidikan karakter mandiri, toilet yang selalu
bersih, sekolah terlihat rapi, dan tempat sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan.
2. Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran
Kemendiknas, 2010: 18. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai dalam silabus melalui cara-cara berikut ini:
a. mengkaji Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD pada
Standar Isi SI untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. menggunakan nilai-nilai karakter yang memperlihatkan keterkaitan antara SK
dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
25 c.
mencantumkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam nilai-nilai karakter itu ke dalam silabus;
d. mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan
f. memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan
untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku. Oleh karenanya pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat. Selain itu disesuaikan dari SK, KD, maupun SI yang di cantumkan dalam silabus yang kemudian
dimasukkan dalam RPP. Sejalan dengan itu dalam pendidikan karakter, pengembangan nilai-nilai
karakter diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dan setiap mata pelajaran Syamsul Kurniawan, 2013: 110. Kemudian Masnur Muslich, 2011: 86
mengemukakan bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Didukung oleh Daryanto dan Sutarni
Darmiyati 2013: 88 mengintegrasikan nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai pada peserta didik akan
pentingnya pendidikan karakter, sehingga diharapkan setiap peserta didik mampu menginternalisasikan nilai-nilai itu ke dalam tingkah laku sehari-hari. Nilai-nilai
tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Materi pelajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
26 dan dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Kemudian
salah satu strategi yang dapat dilaksanakan adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual mengajak siswa menghubungkan materi yang dipelajari
dengan kejadian nyata, harapannya siswa dapat mencari dan menemukan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Selain pembelajaran kontekstual, metode atau strategi pembelajaran yang paling tepat untuk pendidikan karakter adalah
pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi, dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari.
Sesuai dengan Desain Induk Pendidikan karakter yang dirancang Kementrian Pendidikan Nasional 2010 strategi pengembangan pendidikan
karakter yang diterapkan Indonesia antara lain melalui budaya sekolah school culture dan habituasi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Strategi habituasi
pendidikan karakter melalui budaya sekolah ini, agaknya sejalan dengan pemikiran Berkowitz Elkind dan Sweet Muchlas Samani dan Hariyanto, 2013:
146 effective character education is nota adding a program or set of programs to a school. Rather than it is a transformation of the culture and life of the school.
Jadi, menurut para ahli tersebut pendidikan karakter melalui transformasi budaya dan perikehidupan sekolah, dirasakan lebih efektif daripada mengubah kurikulum
dengan menambahkan materi pendidikan karakter ke dalam muatan kurikulum.
27 Kemudian menurut Masnur Muslich, 2011: 160 bahwa desain
pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan
pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Untuk pendidikan nilai karakter mandiri tidak cukup hanya dengan
memberikan pesan-pesan moral kepada peserta didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kemandirian melalui pembuatan tata peraturan
sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakmandirian. Setiap guru diharapkan dapat menjadi guru pendidikan karakter dan setiap
guru seharusnya berkompeten untuk mendidik karakter peserta didiknya. Telah diterangkan bahwa pendidikan karakter pada prinsipnya tidak dimasukkan sebagai
pokok bahasan, tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran. Artinya setiap guru mata pelajaran memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik karakter
peserta didiknya. Di samping itu, pendidikan karakter menghendaki suatu proses yang berkelanjutan yang dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada
dalam kurikulum. Proses pengembangan nilai-nilai karakter menjadi sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu
satuan pendidikan.
3. Budaya Sekolah