Tempat potong rambut Saran

»Sekarang dengarkan baik-baik«, ia berkata pada Gottfried Klepperbein. »Kalau kamu masih terus menganggu temanku tadi, kau harus berurusan denganku. Mengerti? « »Dia pacarmu, ya?«, balas Gottfried sambil tertawa. »Hah, coba saja kalau kamu berani« Pada detik berikutnya Gottfried terkena tamparan yang begitu keras, sehingga ia terduduk di trotoar. »Hei, awas kau«, serunya sambil berdiri. Seketika tamparan kedua mendarat di pipinya yang satu lagi. Gottfried kembali terduduk »Awas kau«.Tapi kali ini ia memilih untuk tetap duduk.Kästner, 2013:53

9. Dapur Rumah Anton

MTP MKT MSH MS ....»Denn nicht, oller Dussel«, sagte Pünktchen und sah sich um. Kinder, Kinder, war das eine kleine Küche Daß Anton ein armer Junge war, hatte sie sich zwar gleich gedacht. Aber daß er eine so kleine Küche hatte, setzte sie denn doch in Erstaunen. Vom Fenster aus blickte man in einen grauen Hof. »Unsere Küche dagegen, was?« fragte sie den Dackel. Piefke wedelte mit dem Schwanz. Kästner, 2013:30 ....»Tidak mau? Terserahlah, anjing konyol«, kata Pünktchen, lalu memandang berkeliling. Aduh, kecilnya dapur ini katanya dalam hati. Dari semula ia sudah menduga, Anton pasti anak miskin. Tapi tidak disangkanya dapur di rumah anak itu begitu kecil. »Kalau dibandingkan dengan dapur kita, ya?« katanya berbisik pada Piefke.Kästner, 2013:30

10. Jembatan Weidendammer

MTP MKT MSH MS Kennt ihr die Weidendammer Brücke? Kennt ihr sie am Abend, wenn unterm dunklen Himmel ringsum die Lichtreklamen schimmern?.... Auf der Brücke stand eine dürre arme Frau mit einer dunklen Brille. Sie hielt eine Tasche und ein paar Schachteln Streichhölzer in der Hand. Neben ihr knickste ein kleines Mädchen in einem zerrissenen Kleid. »Streichhölzer, kaufen Sie Streichhölzer, meine Herrschaften« rief das kleine Mädchen mit zitternder Stimme. Viele Menschen kamen, viele Menschen gingen vorüber. »Haben Sie doch ein Herz mit uns armen Leuten«, rief das Kind kläglich,.... Kästner, 2013:66-67 Kalian tahu Jembatan Weidendamm? Kalian tahu bagaimana suasananya di malam hari, ketika lampu-lampu pada papan-papan reklame nampak berkilauan di bawah langit malam?... Di atas jembatan itu berdiri seorang wanita miskin berbadan kurus kering dan berkacamata gelap. Ia menggenggam tas belanja dan beberapa kotak korek api. Di sebelahnya, seorang anak perempuan dengan baju lusuh menawarkan dagangannya pada orang-orang yang lewat. »Korek api, belilah korek apiku, Tuan« ia berseru dengan suara bergetar. Banyak orang datang, dan banyak orang berlalu. »Kasihanilah kami, orang miskin« suara anak perempuan itu mengibakan hati. »Herr Wachtmeister«, sagte Herr Pogge, »ist es erlaubt, daß kleine Kinder abends hier herumstehen und betteln?« Der Schutzmann zuckte die Achseln. »Sie meinen die beiden auf der Brücke? Was wollen Sie machen? Wer soll die blinde Frau denn sonst hierherführen?« »Sie ist blind?« »Ja freilich. Und dabei noch ziemlich jung. Fast jeden Abend stehen sie dort drüben. Solche Leute wollen auch leben.« Der Schutzmann wunderte sich, daß ihn der Fremde ziemlich schmerzhaft am Arm packte. Dann sagte er: »Ja, es ist ein Elend.« »Wie lange stehen denn die zwei normalerweise dort?« »Zwei Stunden wenigstens, so bis gegen zehn.« Herr Pogge trat wieder von dem Trottoir herunter. Kästner, 2013:114 »Pak Polisi«, kata Pak Pogge, »apakah malam-malam begini anak kecil boleh berdiri di sini dan mengemis?« Si petugas polisi mengangkat bahu. »Maksud Bapak, kedua orang di jembatan itu? Ya, bagaimana lagi? Siapa yang bisa menuntun wanita buta itu ke sini?« »Wanita itu buta?« »Ya tentu. Padahal ia masih muda. Hampir setiap malam mereka berdiri di sana. Orang seperti mereka pun ingin tetap hidup.« Si petugas polisi merasa heran bahwa lelaki di hadapannya