Keterkaitan Unsur Alur, Tokoh, Latar dan Sudut Pandang Dalam
»Herr Wachtmeister«, sagte Herr Pogge, »ist es erlaubt, daß kleine Kinder abends hier herumstehen und betteln?«
Der Schutzmann zuckte die Achseln. »Sie meinen die beiden auf der Brücke? Was wollen Sie machen? Wer soll die blinde Frau denn sonst
hierherführen?« »Sie ist blind?«
»Ja freilich. Und dabei noch ziemlich jung. Fast jeden Abend stehen sie dort drüben. Solche Leute wollen auch leben.« Der Schutzmann wunderte
sich, daß ihn der Fremde ziemlich schmerzhaft am Arm packte. Dann sagte er: »Ja, es ist ein Elend.«
»Wie lange stehen denn die zwei normalerweise dort?« »Zwei Stunden wenigstens, so bis gegen zehn.« Herr Pogge trat wieder
von dem Trottoir herunter. Er machte ein Gesicht, als wollte er hinüberstürzen, dann besann er sich und bedankte sich bei dem Beamten.
Der Schutzmann grüßte und ging weiter
Kästner, 2013:114. »Pak Polisi,«, kata Pak Pogge, »apakah malam-malam begini anak kecil
boleh berdiri di sini dan mengemis?« Si petugas polisi mengangkat bahu. »Maksud Bapak, kedua orang di
jembatan itu? Ya, bagaimana lagi? Siapa yang bisa menuntun wanita buta itu ke sini?«
»Wanita itu buta?« »Ya tentu. Padahal ia masih muda. Hampir setiap malam mereka berdiri
di sana. Orang seperti mereka pun ingin tetap hidup.« Si petugas polisi merasa heran bahwa lelaki di hadapannya tiba-tiba menggenggam
lengannya dengan keras. Kemudian ia berkata »Kasihan mereka.« »Berapa lama mereka biasanya berdiri di sana?«
»Paling tidak dua jam, kira-kira sampai jam sepuluh« Pak Pogge maju selangkah. Ia pasang tampang seakan-akan hendak bergegas ke jembatan.
Namun kemudian ia berubah pikiran dan mengucapkan terimakasih pada si petugas polisi...
Dalam penggalan percakapan di atas terlihat bahwa Pak Pogge penasaran sekaligus kaget dengan peristiwa yang ia lihat di jembatan tersebut. Jembatan
merupakan latar tempat yang membuat karakter pak Pogge muncul, ia merasa khawatir sekaligus marah pada dirinya sendiri atas perilaku putrinya yang
mengemis pada malam hari di jembatan Weidendamm. Jembatan Weidendamm juga merupakan tempat tokoh Pünktchen dan Nona Andacht berjualan serta
mengemis. Jembatan ini terletak di dekat stasiun Friedrichstraße di kota Berlin. Dari latar tempatnya yang dijadikan tempat berjualan dan mengemis, sudah memberikan
penjelasan bahwa jembatan tersebut merupakan tempat ramai yang dilewati orang berlalu-lalang.
Latar waktu merupakan hal penting lainnya dalam membangun suatu kesatuan cerita untuk memperjelas dan membatasi sebuah rangkaian peristiwa.
Alur akan melebar kemana-mana ketika tidak dibatasi latar waktu. Latar tempat membantu alur untuk mengawali dan mengakhiri suatu peristiwa yang ada di dalam
cerita. Selanjutnya unsur yang ada dalam cerita adalah suduat pandang. Sudut
pandang penceritaan diperlukan agar pembaca lebih mudah memahami isi cerita. Pembaca lebih mudah memahami cerita, tentang si pengarang yang menjadikan
tokohnya sendiri bercerita atau dirinya yang dijadikan pencerita. A l s Herr Direktor Pogge mittags heimkam, blieb er wie angewurzelt
stehen und starrte entgeistert ins Wohnzimmer. Dort stand nämlich Pünktchen, seine Tochter, mit dem Gesicht zur Wand, knickste andauernd
und wimmerte dabei
Kästner, 2013:11. Pak Direktur Pogge benar-benar kaget ketika pulang siang itu. Kakinya
sudah dilangkahkan, hendak memasuki ruang duduk. Tapi tiba-tiba ia tertegun di ambang pintu, sambil menatap dengan sikap bingung ke dalam
ruangan. Pünktchen, anak perempuannya ada di situ.
Sudut pandang yang digunakan dalam roman ini adalah sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang pencerita berfungsi menceritakan dengan baik segala
sesuatu yang terjadi di dalam suatu cerita yang didukung oleh adanya alur, tokoh dan latar. Tanpa adanya unsur-unsur instrinsik seperti alur, tokoh, latar, dan sudut
pandang pencerita suatu cerita tidaklah membangun sebuah kesatuan cerita yang utuh. Kisah roman anak ini berakhir dengan bahagia. Semua tokoh berbahagia.
»Achtung Achtung Antons Mutter zieht noch heute in Fräulein Andachts Zimmer. Für den Jungen richten wir die Stube mit der grünen
Tapete her, und von nun an bleiben wir alle zusammen. Einverstanden?« Anton brachte kein Wort heraus. Er schüttelte Herrn Pogge und dessen
Frau die Hand. Dann drückte er seine Mutter an sich und flüsterte: »Nun haben wir keine so großen Sorgen mehr, wie?«
»Nein, mein guter Junge«, sagte sie. Dann setzte sich Anton wieder neben Pünktchen, und sie zog ihn vor lauter Freude an den Ohren. Piefke
hoppelte gemütlich durchs Zimmer. Es sah aus, als ob er in sich hineinlächelte. »Na, ist es so recht?« fragte der Vater und strich
Pünktchen übers Haar. »Und in den großen Ferien fahren wir mit Frau Gast und Anton an die Ostsee.«
Kästner, 2013:153. »Perhatian Perhatian Hari ini juga ibu Anton akan menempati kamar
Nona Andacht. Anton akan tinggal di kamar sebelahnya, dan mulai sekarang kita semua akan tinggal bersama-sama. Setuju?« Anton tak
sanggup berkata apa-apa. Ia menyalami Pak Pogge dan istrinya. Lalu ia mendekap ibunya dan berbisik: »Sekarang kita tidak perlu cemas lagi,
ya?« »Tidak, anakkku«, ibunya berkata. Kemudian Anton duduk di sebelah
Pünktchen. Anak perempuan itu gembira sekali, sehingga ia menjewer kedua telinga sahabatnya. Piefke berjalan mondar mandir. Sepertinya
anjing itu sedang tersenyum simpul. »Nah, anakku,kau senang?« tanya Pak Pogge sambil membelai rambut Pünktchen. »Dan pada liburan musim
panas kita semua akan pergi ke pantai Laut Baltik bersama Bu Gast dan Anton«.
Pak Pogge menjadikan ibu Anton sebagai pengasuh Pünktchen dan tinggal bersama. Anton dan ibunya tidak akan khawatir lagi membayar uang sewa rumah.
Pünktchen merasa bahagia, ia akan tinggal bersama sahabatnya. Pak Pogge juga berbahagia melihat anaknya bahagia dan Bu Pogge juga menyadari kelalaiannya
dalam mengurus anak. Pada akhirnya Pak Pogge mengajak semuanya untuk berlibur, sesuatu yang menyenangkan. Pünktchen dan Anton, dua orang sahabat
dengan latarbelakang yang berbeda akhirnya bersama. Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur yang membangun roman ini ialah unsur alur, tokoh, latar tempat dan waktu, serta sudut pandang sehingga membentuk satu kesatuan cerita. Semuanya
terbentuk menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Unsur-unsur tersebut saling terpaut dan
koheren. Suatu cerita yang kehilangan salah satu unsur-unsur tersebut, maka daya tarik pada karya tersebut berkurang. Karya sastra tersebut belum memenuhi
menjadi sebuah kesatuan yang utuh atau belum terbentuk dengan baik.