Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Statistical Process Control (SPC) dalam Proses Produksi Bumbu Penyedap Rasa di PT Unilever Indonesia Tbk

(1)

PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT

(HACCP) DAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

DALAM PROSES PRODUKSI BUMBU PENYEDAP RASA

DI PT UNILEVER INDONESIA TBK

SKRIPSI

CINDY FIRIERA DARWIS

F24080081

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

IMPLEMENTATION OF HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL

POINT (HACCP) SYSTEM AND STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

IN SEASONING PRODUCTION AT PT UNILEVER INDONESIA TBK

Cindy Firiera Darwis1 Budi Nurtama1 and Suwandi Yulia Putra2

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

2

Supply Chain Department, Manufacturing Section. PT Unilever Indonesia Tbk Jl. Jababeka IX Blok D No. 1-29, Cikarang, West Java

ABSTRACT

PT Unilever Indonesia Tbk built new factory, Lion, where new savoury products are produced. As one of big company who give priority to maintaining consistency and quality of products, food quality management sistem and quality control of process is very important to do. The purpose of this research is to apply HACCP system and SPC in monitoring the Aw quality of the product. The HACCP implementation methods used consisted of pre-requisite program HACCP study, and HACCP Plan preparation based on five steps and seven principles of HACCP and The SPC methods used consisted of observation and identification of problems, brainstorming, control chart, fishbone diagram, Pareto diagram and action plan. Based on the identification and determination of CCPs of HACCP, there are four groups material that are categorized as OPRP and one OPRP in the process. There is one CCP on filling process, which the product passed through a metal detector machine to prevent contamination of foreign matter in the form of metal. The conclusion of identification problem brainstorming is Aw out of standard spesification. measurement results of samples 252 batch using i-chart indicating that the process is out of control. Using fishbone diagram, why why analysis and pareto analysis,the causes of Aw problem were analyzed. it was observed that there were four main problems contributed to 82,5% causes of this case includesRH of packing hall outside the standard (25%), semi-finished goods packaging products during the process of filling opened (25%), RH of dehumidifier outside standard (25%), and unloading time (7.5%).The action plan such as material handling monitoring along the process has been implemented to solve the problems.


(3)

CINDY FIRIERA DARWIS. F24080081.

Penerapan Sistem

Hazard Analysis Critical

Control Point

(HACCP) dan

Statistical Process Control

(SPC) dalam Proses Produksi

Bumbu Penyedap Rasa di PT Unilever Indonesia Tbk

. Di bawah bimbingan Budi

Nurtama dan Suwandi Yulia Putra. 2012

RINGKASAN

PT Unilever Indonesia Tbk Divisi Spread Cooking Category & Culinary (SCC&C) mendirikan pabrik baru yang dinamakan Lion, pabrik ini dikhususkan untuk memproduksi jenis bumbu penyedap rasa terbaru yaitu Royco GranuleAll in One (AIO) untuk diproduksi secara lokal dan Royco Knorr Granule South Africa (SA) yang khusus untuk diekspor ke Afrika Selatan. Perusahaan ini konsisten dengan kebijakan mutu yang dikeluarkan oleh management, oleh karena itu penerapan Sistem HACCP merupakah langkah awal dalam implementasi sistem manajemen mutu pada pabrik yang baru didirikan ini.

Beberapa program prasyarat yang harus dilakukan sebelum merencanakan dan mengaplikasikan HACCP adalah dengan diterapkannya GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures). Selain itu Sebagai salah satu perusahaan besar yang mengutamakan dan menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, pengendalian mutu proses produksi secara statistikal sangat penting untuk dilakukan. Metode ini dikenal dengan nama StatisticalProcess Control (SPC).SPC merupakan suatu metode pengumpulan dan analisis data menggunakan data statistik berupa bagan pengendalian untuk memantau dan meningkatkan performansi proses dalam menghasilkan produk yang bermutu.

Penelitian magang ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan penerapan sistem HACCP dengan mengkaji pelaksanaan GMP, SSOP, dan penyusunan HACCP Plan serta menerapkan Statistical Process Control (SPC) dalam menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu aktivitas air (Aw) bumbu penyedap rasa serta dapat memberikan masukan pada perusahaan dalam peningkatan mutu produk melalui usulan perbaikan proses produksi bumbu penyedap rasa.

Berdasarkan identifikasi dan penetapan CCP, dari semua bahan baku yang digunakan pada proses produksi bumbu penyedap rasa, terdapat empat golongan yang dikategorikan sebagai OPRP (not CCP) yaitu golongan natural spice, flours, miscellanous dan texturizing agents berupa cemaran fisik benda asing dan cemaran kimia berupa kontaminasi logam dengan tindakan pencegahan berupa pembelian raw material dari approved supplier dan pengecekan visual pada saat penerimaan raw material.Pada kondisi aktual ditetapkan satu Critical Control Point (CCP), yaitu pada tahap filling, produk dilewatkan pada mesin metal detector untuk pencegahan kontaminasi benda asing berupa metal.

Sedangkan dalam pengendalian mutu proses produksi bumbu penyedap rasa difokuskan pada penerapan teknik-teknik statistik seperti bagan kendali, diagram sebab akibat (Ishikawa diagram), why-why Analysis dan diagram pareto. Hasil identifikasi awal permasalahan melalui


(4)

kegiatan observasi lapang adalah parameter mutu aktivitas air (Aw) yang menjadi masalah penyimpangan mutu utama dalam proses produksi bumbu penyedap rasa. Berdasarkan data QC bulan Januari 2012, 81,25% proporsi Aw produk bermasalah dari keseluruhan masalah penyimpangan mutu yang terjadi.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan bagan kendali (control chart) i-MR chart. Hasil analisis bagan kendali i-MR chart pada produk finish goods yang telah dikemas ke dalam sachet sebanyak 252 batch mewakili total record produksi pada bulan sebelumnya menunjukkan bahwa karakteristik mutu Aw produk belum terkendali secara statistik. Nilai CL (Central Line) bagan kendali atau X-bar pada i-chart sebesar 0,3015 , artinya rata-rata Aw produk semi finish goods (252 batch produksi) adalah 0,3015 dan nilai MR-bar bagan kendali MR-chart sebesar 0,01335 yang artinya rentang rata-rata Aw produk semi finish goods sebesar 0,01335.

Hasil brainstorming dengan pihak terkait dan analisis diagram sebab akibat menunjukkan bahwa faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap variasi Aw diantaranya mesin, metode dan lingkungan.

Dari hasil analisis diagram pareto, terdapat empat masalah potensial penyebab variasi Aw produk bumbu penyedap rasa diantaranya RH packing hall di luar standar (25%), pengemas produk semi finish goods terbuka pada saat proses filling (25%), RH dehumidifier di luar standar (25%), lama unloading (7,5%) Dari keempat penyebab tersebut dilakukan rancangan tindakan perbaikan mutu dalam proses produksi produk bumbu penyedap rasa diantaranya peninjauan material handling dan standar keseluruhan proses.

Hasil usulan perbaikan didapatkan nilai Aw yang mendekati target (0.30) dan Dari hasil pengukuran Aw baik bagian awal,tengah dan akhir dapat disimpulkan bahwa keseluruhan batch


(5)

PENERAPAN SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

DAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)

DALAM PROSES PRODUKSI BUMBU PENYEDAP RASA

DI PT UNILEVER INDONESIA TBK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

CINDY FIRIERA DARWIS

F 24080081

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(6)

Judul Skripsi

:Penerapan Sistem

Hazard Analysis Critical Control

Point (HACCP)

dan

Statistical Process Control (SPC) dalam Proses Produksi Bumbu

Penyedap Rasa di PT Unilever Indonesia Tbk.

Nama

: Cindy Firiera Darwis

NIM

: F24080081

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Lapang,

(Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr.)

(Ir. Suwandi Yulia Putra)

NIP. 19590415.198601.1.001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir Feri Kusnandar, M.Sc.)

NIP . 19680526.199303.1.004


(7)

© Hak cipta milik Cindy Firiera Darwis, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik

cetak,fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Statistical Process Control (SPC) dalam Proses Produksi Bumbu Penyedap Rasa di PT Unilever Indonesia Tbk adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan

Cindy Firiera Darwis F24080081


(9)

ix

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 April 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ir.H. Darwis Abdul Rachman dan Ibu Hj.Ida Ishak. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1994-1996 di TK Islam Al-Azhar Kembangan Jakarta. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1996-2002 di SD Islam Al-Azhar 08 Kembangan Jakarta. Pada tahun 2003-2005 penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Islam Al-Azhar 10 Kembangan Jakarta . Selepas SLTP, penulis melanjutkan pendidikannya di SMU Negeri 78 Jakarta hingga tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dari PT Toyoto Astra Motor. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi baik di dalam maupun di luar kampus, yaitu Divisi Profesi HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) (2010) dan Divisi Eksternal HIMITEPA (2011), Divisi HRD IAAS (International Association of Students in Agricultural andRelated Sciences) Local Committee IPB, National Operating Office (NOO) IAAS

Indonesia dan pendiri gerakan sosial “Cinta Pangan Lokal Indonesia”. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan yang diadakan oleh organisasi-organisasi tersebut. Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis memperoleh beberapa penghargaan yaitu Nutrifood Leadership Award dari PT Nutrifood Indonesia, Finalis Poster Presentation in International Conference on Food Factors (ICOFF) Taiwan, Delegasi IPB dalam National Congress IAAS Indonesia, Delegasi Indonesia dalam International Youth Summit and Energy Climate Change

(IYSECC) Shanghai,China. Untuk kegiatan akademik, penulis terpilih menjadi Asisten Praktikum Kimia Dasar dan Asisten Dosen Sosiologi Umum. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana penulis melakukan kegiatan magang selama empat bulan di PT.Unilever Indonesia Tbk. Hasil kegiatan tersebut disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “ Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Statistical Process Control (SPC) dalam Proses Produksi Bumbu Penyedap Rasa di PT Unilever Indonesia Tbk” dengan bimbingan Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Ir.Suwandi Yulia Putra.


(10)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia dan rahmatNya sehingga penyusunan tugas akhir penelitian magang ini berhasil diselesaikan. Penelitian magang dengan judul dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2012

Tersusunnya tugas akhir penelitian magang ini tak luput dari dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga tercinta papa Darwis A.Rahman , mama Ida Ishak, beserta adik-adik Anggie Firiera Darwis dan Revianca Feriera Darwis yang senantiasa menemani, memberikan dukungan dan kasih sayang serta kekuatan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Budi Nurtama M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, masukan, dan bimbingannya selama masa perkuliahan, magang, hingga penyusunan tugas akhir.

3. Bapak Ir. Maulana Wahyu Jumantara selaku General Manager Manufacturing dan Bapak Ir. Yogi Sapta Prakoso selaku General Manager Manufacturing Foods yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir di PT. Unilever Indonesia Tbk, Foods Division, Cikarang.

4. Bapak Ir. Suwandi Yulia Putra selaku Pembimbing Lapang di PT Unilever Indonesia Tbk yang telah memberikan kesempatan dan bimbingannya selama kegitan magang berlangsung.

5. Bapak Donny Rico selaku Outsourcing Foods Manufacturing Manager, Bapak Tisna Hermawan selaku Production Assistant Manager, dan Bapak Wawan Setiawan selaku

Production Supervisor atas arahan dan bimbingannya kepada penulis selama kegiatan magang berlangsung.

6. Ir. H. Darwin Kadarisman, M.Si. Selaku dosen penguji atas kesediaan waktu dan masukan yang membangun pada saat persidangan.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar Ilmu dan Teknologi Pangan, terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama 4 tahun di ITP.

8. Seluruh staf karyawan Pabrik Foods, PT Unilever Indonesia Tbk, Mba Yua, Mba Henny, Mba Della, Mba Dea, Mba Mitha, Mba Wulan, Mba Resty, Pak Iman, Pak Deddy, Ibu Mia, Pak Arvi, Pak Darwin, Mba Nenden, Mas Wiwit, Mas Miftah, Mas Dede, Pak Modo, Mas Edwin, Mba Wiwit, Mba Venny, Ibu Hedy dan para staf lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala bimbingan dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama magang

9. Seluruh karyawan Pabrik Lion, PT Unilever Indonesia Tbk, Mas Nur, Mas Ase, Mas Tri, Mas Imam, Mas Rendy, Mas Zulfikar, Mas Iwan, Mas Solvi, Mas Herdi, Mas Sardan, Mas Lukman dan para karyawan lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas segala pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama magang.

10. Sahabat terbaik sejak SMA, Winda, Yulia, Dita, Mulpa dan Justisia atas segala kebahagiaan, suka duka, dan kesetiaan menjadi orang terdekat sejak di bangku SMA hingga saat ini.

11. Sahabat terbaik sekaligus keluarga Nature Dormitory Emillie, Destia, Andini dan Lala atas segala kebahagiaan, keceriaan, semangat dan waktu berharga yang dihabiskan selama 4 tahun bersama di IPB.


(11)

xii 12. Sahabat terbaik semasa kuliah, Niken, Sendy, Arini, Icha, Desy dan Sam atas segala kebahagiaan, keceriaan, dukungan, semangat, masukan, dan waktu berharga yang dihabiskan bersama selama tiga tahun.

13. Kak Galih Nugroho yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan inspirasi bagi penulis.

14. Rekan sebimbingan penulis, Setyo Wuryastuty atas segala keceriaan, dukungan, semangat dan masukan selama bimbingan tugas akhir dengan penulis.

15. Rekan seperjuangan selama magang, Kurnia Jayanto atas segala saran, tukar pikiran, dan kekompakan selama kegiatan magang berlangsung.

16. Teman-Teman PKL yang datang silih berganti Soyanita, Cynthia dan Vinie atas keceriaan dan kebersamaan selama magang.

17. Keluarga Besar HIMITEPA, IAAS IPB dan IAAS INDONESIA yang telah memberikan banyak pengalaman dan kenangan tak terlupakan selama perkuliahan.

18. Rekan-Rekan ITP 45 semasa kuliah, Risma, Virza, Mizu, Sarinah, Sally, Tiur, Hafizh, Bangkit, Silvi, Yufi, Nurul, Gita, Yana, Eka , Bore, Bangun, Euis, Nia, Opi, Meutia,Nisa, Citra, Pradhini, Wulan, Niche, Doddy, Dias, Aria, Wahyu, Concon, Putra, Iqbal, Chairul, Taufiq, Yudi, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas dukungan, semangat, rasa kekeluargaan, dan kebersamaan selama tiga tahun yang sangat berkesan.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan.

Bogor, Agustus 2012


(12)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ... 3

2.1 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ... 5

2.2 LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN DAN PABRIK ... 6

2.3 KETENAGAKERJAAN DAN STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ... 6

2.4 BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN ... 7

2.5 TUJUAN, VISI DAN MISI PERUSAHAAN ... 7

2.6 MANAJEMEN PERUSAHAAN ... 9

2.7 KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA ... 9

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

3.1 DEFINISI MUTU ... 11

3.2 GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) ... 13

3.3 SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) ... 16

3.4 SISTEM MUTU ... 17

3.5 PENGENDALIAN PROSES SECARA STATISTIK ... 18

3.6 KAPABILITAS PROSES ... 23

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

4.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 25

4.2 METODE PENELITIAN ... 25

PROJECT I. GMP,SSOP & HACCP ... 25

PROJECT II. SPC ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

PROJECT I. GMP, SSOP & HACCP 5.1 OBSERVASI LAPANG DAN PENGKAJIAN PRE-REQUISITE PROGRAM HACCP ... 34

5.1.1 Good Manufacturing Practices (GMP ... 34

5.1.2 Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) ... 40

5.2 RUANG LINGKUP HACCP PLAN ... 44

5.3 DESKRIPSI PRODUK DAN PENGGUNAANNYA ... 45

5.4 PEMBUATAN DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSI ... 46

5.5 VERIFIKASI DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSI ... 46

5.6 IDENTIFIKASI BAHAYA DAN TINDAKAN PENCEGAHAN ... 46

5.7 IDENTIFIKASI TITIK KENDALI KRITIS (CCP ... 46

5.8 MENENTUKAN BATAS KRITIS... 48

5.9 MENENTUKAN PROSEDUR PEMANTAUAN ... 48

5.10 MENENTUKAN PROSEDUR TINDAKAN KOREKSI ... 48


(13)

xiv

5.12 MENENTUKAN PROSEDUR PENCATATAN YANG EFEKTIF ... 49

PROJECT II. SPC 5.1 OBSERVASI LAPANG DAN IDENTIFIKASI MASALAH ... 49

5.2 PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS MUTU PRODUK ... 51

5.3 MEMBUAT BAGAN KENDALI ... 52

5.4 IDENTIFIKASI PENYEBAB PERMASALAHAN ... 54

5.5 PENYUSUNAN USULAN PERBAIKAN DAN UJI COBA LAPANGAN ... 70

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(14)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Standar Temperatur dan RH area produksi pabrik lion PT Unilever Indonesia Tbk ... 59

Tabel 2. Pengukuran Temperatur bahan saat keluar dari mixer ... 62

Tabel 3. Pengukuran Temperatur bahan selama unloading... 63

Tabel 4. Pengukuran Temperatur bahan saat keluar dari bextruder ... 64

Tabel 5. Hasil pengukuran Aw semi finish goods bumbu penyedap rasa... 67


(15)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Logo PT Unilever Indonesia Tbk ... 5

Gambar 2. Pemahaman mengenai mutu (Muhandri dan Kadarisman 2005) ... 12

Gambar 3. Konsep mutu (Manik 2004) ... 13

Gambar 4. Bentuk Diagram Ishikawa ... 22

Gambar 5. Diagram Alir Penerapan Sistem HACCP ... 26

Gambar 6. Diagram Alir Penerapan Statistical Process Control (SPC) bumbu penyedap rasa ... 30

Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Permasalahan Penerapan GMP dan SSOP di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk ... 43

Gambar 8. Diagram Pareto Jenis Penyimpanan Mutu Produk Bumbu Penyedap Rasa Pada Bulan Januari 2012 ... 50

Gambar 9. Data Record Produksi Bumbu Penyedap Rasa di Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk ... 52

Gambar 10. Bagan kendali i-Mr untuk Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa ... 53

Gambar 11. Kapabilitas Proses untuk Aw produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa ... 54

Gambar 12. Diagram Sebab Akibat Penyebab Variasi Aw produk bumbu penyedap rasa ... 56

Gambar 13. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area Raw Material Storage ... 60

Gambar 14. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area Raw Material Storage ... 61

Gambar 15. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area mixing room ... 64

Gambar 16. Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area mixing room ... 65

Gambar 17. Pengamatan Temperatur area packing hall selama penyimpanan ... 68

Gambar 18. Pengamatan RH area packing hall selama penyimpanan ... 68


(16)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tata Letak dan Desain Pabrik Lion PT Unilever Indonesia Tbk ... 78

Lampiran 2. Deskripsi Produk dan Identifikasi Penggunaannya ... 79

Lampiran 3. Diagram Alir Proses Produksi Royco Granule ... 80

Lampiran 4. Identifikasi Bahaya Bahan Baku ... 81

Lampiran 5. Matriks Analisa Bahaya (Risk Assesment) PT Unilever Indonesia Tbk ... 85

Lampiran 6. Identifikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan pada Proses Produksi Royco Granule ... 87

Lampiran 7. Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree) ... 92

Lampiran 8. Penentuan CCP Pada Proses Produksi Royco Granule ... 93

Lampiran 9. Penentuan OPRP Pada Proses Produksi Royco Granule ... 94

Lampiran 10. Why-Why Analysis Penyebab Variasi Aw Semi Finish Goods Pada area RMS ... 95

Lampiran 11. Why-Why Analysis Penyebab Variasi Aw Semi Finish Goods Pada area Mixing Room ... 96

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Temperatur Bahan Selama Proses Pengeringan ... 98

Lampiran 13. Why-Why Analysis Penyebab Variasi Aw Semi Finish Goods Pada area Drying Room ... 99

Lampiran 14. Why-Why Analysis Penyebab Variasi Aw Semi Finish Goods Pada area Packing Hall ... 102

Lampiran 15. Hasil Uji Coba Lapangan 4 Batch Pada Proses Produksi ... 105

Lampiran 16. Data Pengukuran Aw Produk Bumbu Penyedap Rasa ... 107


(17)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

PT Unilever Indonesia Tbk merupakan perusahan multinasional yang bergerak di bidang consumer goods dengan produk yang dihasilkannya telah dipasarkan baik di lingkup lokal maupun internasional. PT Unilever IndonesiaTbk, divisi makanan konsisten terhadap kebijakan mutu yang dikeluarkan oleh manajemen, oleh karena itu mulai pada tahun 1999 perusahaan ini telah mendapatkan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) . Beberapa program prasyarat yang harus dilakukan sebelum merencanakan dan mengaplikasikan HACCP adalah dengan diterapkannya GMP (Good Manufacturing Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures.

PT Unilever Indonesia Tbk Divisi Spread Cooking Category & Culinary

(SCC&C) mendirikan pabrik baru yang dinamakan Lion, pabrik ini khusus untuk memproduksi jenis bumbu penyedap rasa terbaru yaitu Royco GranuleAll in One (AIO) untuk diproduksi secara lokal dan Royco Knorr GranuleSouth Africa (SA) yang khusus diekspor ke Afrika Selatan. Oleh karena itu, penerapan Sistem HACCP merupakan langkah awal dalam implementasi sistem manajemen mutu pada pabrik baru ini.

Sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pula pengendalian mutu (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian mutu yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai mutu agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi.

Salah satu teknik kegiatan pengendalian mutu yang dapat digunakan suatu industri adalah pengendalian mutu secara statistik (Statistical Process Control).

Statistical Process Control adalah suatu cara pengendalian proses yang dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data kuantitatif selama berlangsungnya proses produksi, serta penentuan dan intrepretasi hasil pengukuran-pengukuran yang telah dilakukan, sehingga diperoleh gambaran yang menjelaskan baik tidaknya suatu proses untuk peningkatan mutu produk agar memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan (Gaspersz 1998).

Salah satu parameter mutu penting dalam bumbu penyedap rasa adalah aktivitas air (Aw). Produk dalam bentuk granula ini sangat rentan terhadap keberadaan air dan udara, sehingga harus diperhatikan faktor-faktor komponen bahan, kualitas kemasan produk serta perlakuan dan proses produksi dari awal hingga pendistribusian. Pengkajian pengendalian mutu Aktivitas air (Aw) produk Royco All in One di PT Unilever Indonesia Tbk menggunakan pengendalian secara statistika (Statistical Process Control). Pengendalian proses secara statistika adalah metodologi pengumpulan dan analisis data kuantitatif, serta penentuan dan interpretasi dari pengukuran-pengukuran yang telah dilakukan yang dapat menjelaskan proses peningkatan kualitas produk untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan (Gaspersz 1998). Pengetahuan akan variasi suatu proses dalam menghasilkan output dapat bermanfaat sebagai pertimbangan dalam pengambilan tindakan-tindakan perbaikan secara tepat terhadap proses yang terjadi. Perusahaan belum melakukan kajian khusus mengenai penyebab masalah ini sehingga


(18)

2 perusahaan belum memiliki data yang cukup valid. Hal ini tentu saja dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu, perlu dianalisis fakta-fakta yang menyebabkan Aw produk di luar spesifikasi standar.

1.2

TUJUAN

Penelitian magang ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan penerapan sistem HACCP dengan mengkaji pelaksanaan GMP, SSOP, dan penyusunan HACCP Plan serta menerapkan Statistical Process Control (SPC) dalam menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu Aw bumbu penyedap rasa dan dapat memberikan masukan pada perusahaan dalam peningkatan mutu produk melalui usulan perbaikan proses produksi bumbu penyedap rasa.


(19)

3

II.

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

PT. Unilever merupakan salah satu perusahaan raksasa yang berkembang cukup pesat hingga mencapai skala dunia. Perusahaan ini bermula pada tahun 1885 di Inggris, dua bersaudara William Hasketh Lever dan James Darcy Lever, mendirikan perusahaan sabun yang bernama Lever Brothers. Perusahaan ini memproduksi sabun cuci dengan merk Sunlight. Karena teknik pemasaran yang baik, perusahaan ini terus berkembang dan mulai memproduksi sabun dengan merk Lux dan Lifebuoy. Pada tahun 1927 di Belanda, terdapat perusahaan milik keluarga Anton Jurgens yang telah berdiri sejak tahun 1868, dan memproduksi margarin. Perusahaan ini kemudian bergabung dengan perusahaan margarin milik keluarga Van den Bergh dan menamakannya 'Margarine Unie'. Cabang perusahaan di Inggris dinamakan 'Margarine Union'. Lever Brothers dan Margarine Union memperluas usahanya di daratan Eropa. Keduanya membuat produk untuk konsumen dalam jumlah besar, memiliki jalur distribusi yang luas dan menggunakan bahan baku yang sama. Pada tanggal 1 Januari 1930, perusahaan margarin tersebut bergabung dengan perusahaan Lever Brothers. Setelah bergabung, perusahaan tersebut berganti nama menjadi Unilever. Lokasi pengaturan pusat berada di London dan Rotterdam, yaitu Unilever Ltd dan NV Unilever.

PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada tanggal 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken NV Lever ini dengan akta Nomor 23 Bapak AH van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gouverneur Generaal van Nederlandsch-Indie dengan surat No 14 pada tanggal 16 Desember 1933, didaftarkan di

Raad van Justitie di Batavia di bawah No 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant tanggal 9 Januari 1934 Tambahan No 3..

Dengan akta No 171 dari notaris Ny Kartini Muljadi SH tanggal 22 Juli 1980 nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia. Dengan akta No 92 dari notaris Tn Mudofir Hadi SH tanggal 30 Juni 1997 nama Perseroan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dalam surat keputusan No.C2-1.049HT.01.04 TH.98 tanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan dalam Berita Negara No 2620 tanggal 15 Mei 1998 Tambahan No 39.

Perusahaan ini terdaftar 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah mendapat persetujuan dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No.SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.

Dalam Rapat Umum Tahunan perusahaan pada tanggal 24 Juni 2003, para pemegang saham menyetujui pemecahan saham, mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perubahan ini diaktakan dengan akta No 46 dari notaris Singgih Susilo SH tanggal 10 Juli 2003 dan telah disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam surat keputusan No C-17533 HT.01.04-TH.2003 .

Perusahaan ini terlibat dalam pembuatan sabun, deterjen, margarin, makanan susu berbasis, es krim, minuman berbasis teh dan produk kosmetik.

Berdasarkan Rapat Umum Tahunan perusahaan pada tanggal 13 Juni 2000, yang diaktakan dengan akta No 82 dari notaris Singgih Susilo SH tanggal 14 Juni 2000


(20)

4 perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama produk Perseroan dan penyedia jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No C-18482 HT.01.04-TH.2000. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1933.

Berikut ini adalah perkembangan PT Unilever di Indonesia :

1934 Pabrik sabun Lever’s Zeepfabrieken NV didirikan di Angke, Jakarta, oleh

Charles Tatlow, direktur Unilever Ltd.

1934 Pabrik margarin Van der Bergh’s Fabrieken NV mulai beroperasi di Angke, Jakarta.

1936 Pabrik makanan Van der Bergh’s Fabrieken didirikan di Angke, Jakarta. 1941 Pabrik sabun Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV didirikan

di Surabaya.

1944 Pabrik NSD (Non Soap Detergent) didirikan di Angke, Jakarta.

1947 Pabrik minyak Archa yang terletak di daerah perbankan Jakarta dibeli oleh

Unilever.

1957 Perkembangan Unilever terganggu karena keadaan politik di Indonesia 1964 Unilever berproduksi kembali di bawah pemerintahan Indonesia. 1966 Situasi Indonesia membaik (pemerintahan Orde Baru).

1967 Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU PMA no.1 th. 1967 sehingga orang asing boleh memiliki perusahaannya kembali. Dengan demikian, Unilever

menjadi lebih leluasa dalam menjalankan produksinya.

1970 Pabrik detergen „Rinso‟ didirikan dan dioperasikan pertama kali di Angke,

Jakarta.

1980 Pabrik Lever’s Zeepfabrieken NV, Van der Bergh’s Fabrieken, Oliefabriek

Archa NV, dan Maatschappij ter Exploitatie der Colibri Fabrieken NV

melakukan merger dan menyatakan diri untuk bernaung dalam perusahaan yang disebut PT Unilever Indonesia.

1981 PT Unilever Indonesia memulai kegiatan go public dengan cara membuka penjualan saham sebesar 15% kepada para investor Indonesia.

1982 Unilever melakukan relokasi pada karyawan produksi yang berasal Colibri-Ngagel menuju Rungkut, Surabaya.

1983 Unilever melakukan pemindahan pabrik sabun dari ColibriNgagel ke Rungkut Kemudian, pabrik kosmetik Elida Gibbs didirikan di Rungkut, Surabaya. 1989 Bisnis teh dimulai dengan teh merk lokal, Sariwangi. Proses produksinya

dilakukan oleh pihak ketiga di Citeureup, Bogor. 1990 Produk teh Sariwangi mulai dipasarkan.

1992 Pabrik Ice Cream Wall‟s mulai beroperasi di Cikarang, Bekasi. TPM (Total Productive Maintenance) mulai diterapkan di pabrik yang berlokasi di Angke. 5 1994 Pabrik sabun di Angke, Jakarta dipindahkan ke Rungkut, Surabaya. Produksi

Lipton Tea menggunakan ruang ganda di Citeureup, Bogor. Selain itu, juga dilakukan perluasan area pabrik Wall’s Ice Cream.

1995 Pabrik yang beroperasi di Angke, Jakarta mulai dipindahkan ke Cikarang , Bekasi.


(21)

5 1996 Pabrik NSD dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi. Selain itu,

juga dilakukan perluasan area cold storage pabrik Wall‟s Ice Cream. PT Unilever Indonesia memperoleh penghargaan TPM Excellence Award , untuk kategori I dari Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM).

1997 Pabrik makanan dipindahkan dari Angke, Jakarta ke Cikarang, Bekasi. PT Unilever Indonesia memperoleh akreditasi ISO 9001 untuk pabrik kosmetik di Rungkut, Surabaya, dan diikuti pabrik lainnya. Proses produksi teh instan dipindahkan ke Citeureup, Bogor.

1998 TPM mulai dijalankan di Citeureup dan berhasil memperoleh akreditasi ISO 9001.

1999 PT Unilever Indonesia meraih Unilever Safety Award, Bronze Excellence Trophy ISO 14001, dan akreditasi Occupational Health Service and Management System (OHSMS) BS 8800. Sistem HACCP mulai diimplementasikan. Lisensi produksi teh berhasil diperoleh.

2000 PT Unilever Indonesia berhasil meraih penghargaan TPM Continuity Award, Unilever Safety Award, dan Silver Excellence Trophy. Pabrik teh dan teh instan dipindahkan ke Cikarang, Bekasi.

2001 Unilever berhasil mengambil alih produksi Best Foods, Knorr, dan kecap Bango.

2002 Pabrik teh melakukan ekspansi.

2004 Pabrik shampo dipindahkan ke Cikarang, Bekasi. 2005 Pabrik liquid/Shampo mulai beroperasi di Cikarang

2008 PT Unilever Indoneisa mulai terjun ke dalam bisnis minuman fruit-based vitality

2010 Perusahaan melakukan launcing Pureit

2011 RnD Center dipindahkan dari Kuningan ke Cikarang,Bekasi

2011 Perluasan area Pabrik Wall’s Ice Cream, Pabrik Skin serta Pabrik SCC & CC melakukan ekspansi mendirikan pabrik sub divisi Lion didirikan di

Cikarang,Bekasi.

2011 Pabrik Sabun Dove yang baru mulai beroperasi di Surabaya


(22)

6

2.2

LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN DAN PABRIK

PT Unilever Indonesia memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi dengan alamat Jl. Jababeka IX Blok D No. 1-29 (Foods) dan Jl. Jababeka VI Blok O (NSD), Desa Wangun Harja, Kecamatan Cikarang. Kabupaten Bekasi, Jawa Barat 17520 dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta berpusat di Gedung Graha Unilever Jl. Gatot Subroto Kav. 15 Jakarta . Produknya terdiri dari sekitar 43 merek kunci dan 1.000 SKU yang dijual melalui jaringan sekitar 500 distributor independen yang meliputi ratusan ribu outlet di seluruh Indonesia. Produk ini didistribusikan melalui pusat distribusi sendiri pusat, gudang, depot dan fasilitas lainnya.

2.3

KETENAGAKERJAAN DAN STRUKTUR ORGANISASI

PERUSAHAAN

Administrasi kantor dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal: Senin – Jumat : 07.30 – 15.00 WIB

Sabtu : 07.30 – 13.00 WIB

Istirahat : 11.30 – 12.00 atau 12.00 – 12.30 WIB

Sedangkan jadwal produksi harian dibagi menjadi 3 shift dengan pembagian sebagai berikut:

Shift Pagi : 06.00 – 14.00 WIB Shift Siang : 14.00 – 22.00 WIB Shift Sore : 22.00 – 06.00 WIB .

Pabrik pengolahan makanan di Cikarang sehari-harinya dipimpin oleh seorang

General Manager Manufacturing Foods yang membawahi Technical Manager Food

yang bertugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan dan kinerja pabrik foods. Pada kategori Spread Cooking Category & Culinary (SCC) membawahi beberapa orang, yaitu :

1. Production Manager SCC&C

2. Production Assistant Manager SCC&C

3. Plant Engineer

4. Plant Engineer Assistant

Production Manager dan Production Assistant Manager SCC&C bekerja sama dalam mengelola dan mengatur jalannya produksi sehari-hari serta bertanggung jawab atas kinerja pabrik SCC&C. Plant Engineer dan Plant Assistant Engineer bertugas dan bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan dalam hal keteknikan.

Quality Manager terletak sejajar dengan Technical Manager Food dalam susunan organisasi. Quality Manager dan Quality Assistant Manager bertugas dan bertanggung jawab dalam pengawasan dan pengendalian mutu dengan dasar analisa dan penelitian laboratorium dari bahan baku sampai produk jadi.


(23)

7

2.4

BIDANG USAHA DAN PRODUK PERUSAHAAN

PT. Unilever Indonesia, Tbk., adalah perusahaan multinasional yang memproduksi bahan kebutuhan sehari-hari (Consumer Goods). Bidang produksi PT. Unilever Indonesia, Tbk. Terdiri dari beberapa divisi, yaitu :

I. Divisi Home Care

Divisi ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu : 1. Non Soap Detergent

Memproduksi detergen pencuci dalam bentuk bubuk dan krim serta memproduksi cairan pewangi dan pelembut pakaian.

2. Household Care

Memproduksi barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti cairan pembersih lantai, bahan pengkilap dan penghilang kuman.

II. Divisi Personal Care

Divisi ini memproduksi produk kebutuhan pribadi mulai dari perawatan rambut, kulit, deodorant dan perawatan gigi.

III. Divisi Foods & Beverages

Divisi ini terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu : - Spread Cooking Category and Culinary

kategori ini memproduksi margarin dan bakery fats dan berbagai macam bumbu penyedap rasa

- Tea Based Beverage

Kategori ini memproduksi teh dalam berbagai kemasan, yang digunakan di dalam negeri atau diluar negeri.

- Ice Cream

Divisi ini memproduksi es krim dalam berbagai rasa dan kemasan dengan merk dagang Ice Cream Wall’s.

2.5

TUJUAN DAN VISI MISI PERUSAHAAN

I. Tujuan Perusahaan

Memulai kebutuhan sehari-hari setiap anggota masyarakat dimana pun mereka berada, mengantisipasi aspirasi konsumen dan pelanggan, serta menanggapi secara kreatif dan kompetitif dengan produk-produk bermerek dan layanan yang meningkatkan kualitas kehidupan.

Akar kami yang kokoh dalam budaya pasar lokal di dunia merupakan warisan yang tidak ternilai dan menjadi dasar bagi pertumbuhan kami di masa yang akan datang. Kami akan menyertakan kekayaan pengetahuan dan kemahiran internasional kami dalam memahami konsumen lokal, sehingga menjadikan perusahaan multinasional yang benar-benar multilokal.

Keberhasilan jangka panjang kami menuntut komitmen yang menyeluruh terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi terhadap kerja sama yang


(24)

8 efektif, dan kesediaan untuk menyerap gagasan-gagasan baru serta keinginan untuk belajar secara terus menerus.

Kami percaya bahwa keberhasilan memerlukan perilaku bersama yang berstandar tinggi terhadap karyawan, konsumen dan masyarakat serta dunia tempat kita tinggal. Inilah jalan yang ditempuh Unilever untuk mencapai pertumbuhan yang langgeng dan menguntungkan bagi usaha serta terciptanya nilai jangka panjang yang berharga bagi para pemegang saham serta seluruh karyawan Unilever.

II. Visi dan Misi Perusahaan

Vision :

Unilever products touch the lives of over 2 billion people every day – whether that's through feeling great because they've got shiny hair and a brilliant smile, keeping their homes fresh and clean, or by enjoying a great cup of tea, satisfying meal or healthy snack.

The four pillars of our vision set out the long term direction for the company – where we want to go and how we are going to get there:

- We work to create a better future every day

- We help people feel good, look good and get more out of life with brands and services that are good for them and good for others.

- We will inspire people to take small everyday actions that can add up to a big difference for the world.

- We will develop new ways of doing business with the aim of doubling the size of our company while reducing our environmental impact.

We've always believed in the power of our brands to improve the quality of people’s lives and in doing the right thing. As our business grows, so do our responsibilities. We recognise that global challenges such as climate change concern us all. Considering the wider impact of our actions is embedded in our values and is a fundamental part of who we are

Mision :

Be the first and best in class in meeting needs and aspirations of consumers. Be the closest in the market to customer and suppliers. Remove non-value added activities from all process. Gain job satisfaction for all. Aim for stocking targets for profitable growth and secure above average rewads for employees and shareholders. Earn respect for integrity, care for community and environment.


(25)

9

2.6

MANAJEMEN PERUSAHAAN

Program pengembangan manajemen yang diberlakukan di PT Unilever Indonesia, Tbk adalah program Total Productive Maintenance (TPM). Program TPM adalah sistem pencegah kerugian dengan menggunakan barang-barang yang tersedia, sehingga dapat mewujudkan zero failure (tanpa kesalahan), zero accident (tanpa kecelakaan), dan zero defect (tanpa cacat) sebagai tujuan dari keseluruhan siklus sistem produksi. Selain TPM, PT. Unilever juga ditunjang dengan ISO 9000 dan ISO 14000 dan HACCP untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan dan mendukung kemajuan perusahaan. ISO 9000 menjadi referensi dalam quality management, perusahaan harus memenuhi customer’s quality requirements, applicable regulatory requirements, customer satisfaction, dan continual improvement. ISO 14000 berisi sistem manajemen kualitas lingkungan yang menjadi referensi dalam memperlakukan lingkungan hidup, dimana perusahaan atau orang harus memenuhi minimasi dampak terhadap lingkungan akibat aktivitas organisasi. Penggunaan sistem HACCP pada perusahaan akan menjamin kemanan produk yang dihasilkan. Jaminan keamanan produk akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan apabila pelanggan dirugikan oleh produk yang tidak aman.

2.7

KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA

PT. Unilever Indonesia sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk fasilitas-fasilitas jaminan sosial dan tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada karyawannya, dimana perincianperincian mengenai hal tersebut tertuang dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang dibuat oleh Serikat Pekerja dan pihak perusahaan. Serikat Pekerja PT. Unilever Indonesia sudah berdiri sejak tahun 1970an dan pada tahun 1982 resmi menjadi anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Berdasarkan KKB tersebut fasilitas dan tunjangan yang diperoleh karyawan PT. Unilever Indonesia Tbk adalah:

1. Makan, disediakan untuk seluruh karyawan tetap pada jam-jam istirahat dikantin perusahaan.

2. Fasilitas pengobatan diberikan gratis kepada karyawan dan keluarganya sampai dengan tiga anak meliputi biaya perawatan di rumah sakit pada rumah sakit yang telah ditentukan, pembayaran gaji selama sakit, pengobatan dan perawatan gigi, penggantian biaya kaca mata dan frame, penggantian biaya bersalin untuk pekerja wanita dan bantuan bersalin istri pekerja.

3. Koperasi karyawan dan program kepemilikan rumah. 4. Tunjangan perumahan diberi setahun sekali berupa uang.

5. Program kepemilikan kendaraan bermotor dan program ASTEK. 6. Klub olah raga, kesenian, rekreasi dan pembinaan rohani.

7. Tunjangan pensiun, berupa uang pesangon pada saat karyawan memasuki usia pensiun yaitu 55 tahun.

8 Pembinaan keluarga berencana lestari dan balita.


(26)

10 menjadi juara kelas.

10.Beasiswa diberikan kepada anak karyawan yang diterima di perguruan tinggi negeri dan program tabungan pendidikan.

11.Penghargaan kerja diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 15 tahun dan 25 tahun.

12.Tunjangan cuti diberikan kepada karyawan 1 tahun sekali dalam bentuk gaji ke-13

13. Cuti besar diberikan setiap 6 tahun masa kerja berupa 74 hari cuti diluar cuti tahunan dengan biaya pulang kampung ditanggung perusahaan atau dalam bentuk 2 bulan gaji ditambah 14 hari cuti diluar cuti tahunan.

14. Santunan kematian.

15. Kesempatan naik haji dengan pembayaran upah penuh. 16. Tunjangan Hari Raya.

17. Paket distribusi diberikan setiap akhir bulan berupa produk kebutuhan rumah tangga yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia.


(27)

11

III.

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

DEFINISI MUTU

Tantangan bagi perusahaan untuk menjadi dan tetap kompetitif belum pernah sekeras sekarang. Landasan persaingan bukan berpusat pada biaya saja, tetapi pada sejumlah faktor kesuksesan lain seperti mutu, pelayanan, dan inovasi. Perusahaan dengan mutu bagus dapat mengendalikan harga yang lebih tinggi dan akan selalu diingat konsumen. Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna berbeda bagi setiap orang. Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Disukai atau tidak, konsumen merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam menilai mutu produk yang dikonsumsinya.

Nasution (2005) mengatakan ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Semakin tinggi mutu, semakin tinggi kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan mendukung harga jual yang tinggi dan seringkali biaya produksi menjadi rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu umumnya meningkatkan laba. Dalam pemilihan setiap produk yang akan dikonsumsi, konsumen seringkali mempertimbangkan mutu dari produk tersebut. Sama halnya dengan perusahaan dalam memproduksi dan menyalurkan suatu produk selalu mengaitkan dengan mutu produk tersebut. Jelas dapat kita lihat bahwa mutu memegang peranan yang penting baik bagi pihak konsumen maupun produsen.

Beberapa pakar mutu mendefinisikan mutu dalam pengertian yang berbeda. Berikut merupakan definisi mutu yang dikemukakan oleh para ahli:

- Joseph M. Juran

Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use). Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai: (1) quality of design (mutu rancangan) atau sering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang dirancang dan direncanakan dan (2) quality of conformance (mutu kesesuaian), yaitu tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Produk dan jasa dapat mempunyai rancangan yang baik tetapi dalam pembuatannya memiliki kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian (kekurangan). Hal ini dapat mengakibatkan scrap (waste), pekerjaan ulang, penurunan mutu, dan jika lolos ke pasar tidak laku atau malah akan menimbulkan citra negatif ( Muhandri dan Kadarisman 2008).

-

Philips B. Crosby

Didefinisikan bahwa mutu sebagai conformace to requirement. Dengan definisi ini Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk mencoba mengerti harapan-harapan konsumen, memenuhi harapan-harapan-harapan-harapan konsumen tersebut, sehingga perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan dan keinginan (Tenner 1992).


(28)

12

-

Feigenbaum

Feigenbaum mengemukakan bahwa mutu sebagai total composite product and service characteristics of marketing, engineering, manufacture, and maintenance through which the 20 product and service in use will meet the expectation of the customer. Memiliki pengertian bahwa mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhiharapan-harapan pelanggan (Feigenbaum 1996).

-

ISO 9000

ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi 2001). Muhandri dan Kadarisman (2008) menyimpulkan bahwa mutu adalah kesesuaian serangkaian produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemahaman mengenai mutu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Pemahaman mengenai mutu (Muhandri dan Kadarisman 2005).

Dari berbagai definisi mutu yang ada Manik (2004) juga menjelaskan bahwa semuanya mengacu pada suatu konsep mutu, yakni total customer satisfaction yang dijelaskan pada Gambar 3.

Perusahaan Produk/Jasa

Karakteristik

Standar

Konsumen

- Syarat

- Kebutuhan

- Keinginan Membuat

Menetapkan

sesuai


(29)

13 Permintaan konsumen terus berkembang

Persyaratan mutu juga berkembang

Diperlukan pengembangan metode atau pendekatan (tools) untuk menghasilkan mutu yang baik

Karena mutu memiliki berbagai karakteristik maka perlu didefinisikan dengan tepat

Tanpa definisi yang jelas maka mutu sulit untuk dibangun, diukur, dikendalikan, dan dikembangkan

Gambar 3. Konsep mutu (Manik 2004)

3.2

GOOD MANUFACTURING PRACTICES

(GMP)

Good Manufacturing Practices merupakan prasyarat minimum untuk pengolahan dan sanitasi yang harus diterapkan di semua industri pengolahan makanan agar dapat menghasilkan produk yang bermutu baik dan aman secara konsisten.

Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 mencakup:

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap, kotoran, dan debu. Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih.

2. Bangunan dan Fasilitas

Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan. Ruang produksi sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan Dari segi konstruksi ruangan sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama dan seharusnya mudah dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas.

3. Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Peralatan harus tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari


(30)

14 mesin / peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya; termasuk bahan kontak pangan /zat kontak pangan dar kemasan pangan ke dalam pangan yang menimbulkan bahaya.

4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air

Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan

5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan / atau kemoceng, deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik.

. Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet / jamban seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih untuk menjamin kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan diantaranya dalam keadaan sehat, Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Jika menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi.

7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi

Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Peralatan produksi harus dibersihkan secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran. Bahan kimia pencuci sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan

8. Penyimpanan

Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih, sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup .Penyimpanan bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit.

Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan yang lebih dahulu masuk dan / atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan terlebih dahulu.

9. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Penetapan spesifikasi bahan;


(31)

15 c) Penetapan cara produksi yang baku ;

d) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan

e) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa.

10. Pelabelan Pangan

Label pangan IRT harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya; dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan. Label pangan sekurang-kurangnya memuat :

a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan c) Berat bersih atau isi bersih

d) Nama dan alamat IRTP

e) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa f) Kode produksi

g) Nomor P-IRT Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau klaim gizi

11. Pengawasan dan Penanggung Jawab

Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (Sertifikat PKP). Penanggungjawab seharusnya melakukan pengawasan secara rutin yang mencakup : Pengawasan bahan dan pengawasan koreksi serta tindakan koreksi yang mungkin diperlukan

12. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak memenuhi persyaratan/ peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan dan/ atau melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan

.

13. Pencatatan dan Dokumentasi

Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok.

Dan untuk Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi / penjualan


(32)

16 14. Pelatihan dan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip - prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses Pengolahan pangan yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu mampu memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.

3.3

SANITATION

STANDARD

OPERATING

PROCEDURE

(SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur tertulis dimana proses pembuatan pangan harus diproduksi dalam kondisi dan cara yang saniter. SSOP merupakan prosedur dimana proses produksi harus dilakukan dalam kondisi dan cara yang saniter. SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek, yaitu:

1. Keamanan air untuk proses produksi

Air yang kontak langsung dengan makanan atau peralatan dan digunakan dalam proses produksi harus aman dan bersumber dari air yang bersih.

2. Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan

Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan harus dibersihkan dengan metode pembersihan yang efektif setiap setelah selesai produksi. Sarung tangan dan seragam produksi yang kontak dengan bahan pangan harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah terkelupas.

3. Pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter

Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena kotoran atau cemaran. Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan tidak boleh digunakan jika tercemar dengan bahan baku yang mempengaruhi mutu produk akhir. Proses pengolahan kondisi peralatan atau perlengkapan produksi harus tertutup untuk mencegah kontaminasi silang selama proses.

4. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet

Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Fasilitas toilet harus cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempatpenggantian pakaian kotor.

5. Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan

Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan harus terlindung dari cemaran kimia, fisik dan biologis. Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan harus terlindung dari tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan.


(33)

17 6. Pelabelan dan Penyimpanan

Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir Pengemasan dan penyimpanan didesain untuk meminimumkan kontaminasi silang dari cemaran fisik, kimia, dan biologis

7. Kontrol kesehatan pekerja

Kondisi yang dalam keadaan sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak boleh masuk sampai kondisinya normal

8. Pencegahan hama pabrik

Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik, seperti tikus, serangga, dan lain-lain

3.4

SISTEM MUTU

Feigenbaum (1996) mendefinisikan suatu sistem adalah sesuatu yang disetujui bersama, struktur kerja operasi keseluruhan perusahaan dan pabrik terdokumentasi dalam prosedur-prosedur manajerial dan teknik terpadu yang efektif, untuk membimbing tindakan-tindakan terkoordinasi dari orang, mesin, dan informasi di perusahaan dan pabrik tersebut melalui cara yang baik dan paling praktis untuk menjamin kepuasan pelanggan akan mutu dan biaya mutu yang ekonomis. Sistem mutu yang tangguh menyediakan suatu landasan manajemen dan kerekayasaan untuk kendali yang berorientasi pada pencegahan efektif yang menangani secara ekonomis dan serasi tingkat kerumitan masa kini dari manusia, mesin, dan informasi yang merupakan karakteristik operasi pabrik dan perusahaan masa kini.

Sedangkan sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup mutu (karakteristik menyeluruh produk atau jasa), kebijakan mutu (keseluruhan maksud dan tujuan organisasi), manajemen mutu (seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu), pengendalian mutu (teknik dan kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu), dan jaminan mutu (perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberikan keyakinan). Sistem mutu dimaksudkan untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang berkaitan dengan mutu, mengalokasikan tanggung jawab dan membangun hubungan kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu juga dimaksudkan untuk membangun mekanisme dalam rangka memadukan semua fungsi menjadi suatu sistem yang menyeluruh.

3.4.1 HACCP

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, teteapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan pengujian produk akhir (Winarno 2004).


(34)

18 Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimukan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik (Winarno 2004).

Para pakar ilmu pangan berpendapat bahwa HACCP memberikan elemen-elemen penting dalam sistem manajemen keamanan maupun GMP (Good Manufacturing Practices) dengan cara yang sangat sistematis dan mudah sehingga dapat diterapkan dalam berbagai level industri pangan, dan seluruh rantai produksi pangan.

Codex Alimentarius Commission pada tahun 1993 mengadopsi sistem HACCP yang kemudian disempurnakan pada tahun 1996, telah memberikan pedoman implementasi HACCP dengan membagi langkah-langkah penerapan secara sistematis menjadi 12 langkah, yang terdiri dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti 7 langkah berikutnya yang merupakan 7 prinsip HACCP. Kedua belas langkah tersebut digambarkan sebagai suatu alur tahap penerapan HACCP. Menurut Winarno (2004), Aplikasi HACCP terdiri dari 12 tahapan, yaitu menyusun tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi tujuan penggunaan, menyusun diagram alir, verifikasi diagram alir, analisa bahaya dan tindakan pencegahannya, menetapkan titik kendali kritis (CCP), menyusun batas kritis untuk masing-masing CCP, menentukan prosedur pemantauan, menentukan prosedur tindakan koreksi, prosedur verifikasi, dan membuat sistem pencatatan yang efektif

3.5

PENGENDALIAN PROSES SECARA STATISTIK

Menurut Gaspersz (1998), pengendalian proses statistikal adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisis data mutu, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam sistem suatu industri untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi atau kepuasan pelanggan. Menurut Deming (1995), pengendalian proses secara statistik ialah alat yang digunakan industri dan bisnis untuk mencapai mutu yang diinginkan dari suatu produk dan jasa.

Menurut Wayworld (2001), pengendalian proses secara statistik adalah metode pengukuran, pemahaman, dan pengawasan variasi dalam suatu proses manufacturing.

Pengendalian proses secara statistik juga menyediakan alat yang andal untuk memonitor stabilitas dari variabel proses. Pengendalian proses statistikal bertujuan untuk 1) mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, 2) memberikan peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu produk lebih lanjut, 3) memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses yang menyimpang, dan 4) mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk (Hubeis 1999).

Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan menstabilkan proses dan mengurangi variasi sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery 1996).

Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat mengambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik diperlukan untuk mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai


(35)

19 penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas (Ryan 1989).

Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gaspersz 1998).

Menurut Gaspersz (1998), teknik-teknik pengendalian proses yang dapat digunakan berupa : 1) lembar pemeriksaan (check sheet), 2) stratifikasi, 3) diagram Pareto, 4) diagram pencar (scatter diagram), 5) diagram sebab-akibat, 6) histogram, dan 7) bagan kendali (control chart). Sedangkan Langkah - langkah pengendalian proses secara statistikal dapat diuraikan sebagai berikut : 1) merencanakan penggunaan alat-alat statistikal, 2) memulai menggunakan alat-alat statistikal, 3) mempertahankan atau menstabilkan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus yang dianggap merugikan, 4) merencanakan perbaikan proses terus-menerus melalui pengurangan variasi penyebab umum, dan 5) mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistikal tersebut

1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)

Check sheet adalah alat bantu manajemen mutu sederhana yang bentuknya menyerupai tabel dan digunakan untuk mengoleksi data. Check sheet dalam pengertian yang sebenarnya tak lain adalah tempat menuliskan catatan tentang jumlah sesuatu, di mana jumlah tersebut diisikan satu demi satu, sehingga pada akhirnya dapat dijumlahkan nilai totalnya. Lembar pemeriksaan memiliki banyak tujuan, tetapi yang utama adalah untuk memudahkan pengumpulan data dalam bentuk yang dapat dengan mudah digunakan, dan dianalisis secara otomatis. Lembar pemeriksaan yang biasanya digunakan pada suatu pabrik mempunyai fungsi pemeriksaan distribusi proses produksi, pemeriksaan item cacat, pemeriksaan lokasi cacat, pemeriksaan penyebab cacat, pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan, dan lain-lain. Salah satu fungsi yang disebutkan adalah pemeriksaan item cacat, untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi dalam suatu proses perlu diketahui macam kerusakan dan persentasenya. Karena setiap kerusakan mempunyai penyebab yang berlainan, maka tidak tepat kalau hanya mencatat jumlah total kerusakan (Ishikawa 1989).

2. Bagan Kendali (Control Chart)

Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation) (Gaspersz 2001).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan kendali (control chart) merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batasminimum yang merupakan daerah batas pengendalian. Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki : 1) sumbu X melambangkan nomor contoh, 2) sumbu Y melambangkan karakteristik output, 3) garis tengah atau Central Line


(36)

20

Upper Control Limit (UCL) dan Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL).

Data variabel menunjukkan karakteristik mutu yang mempunyai dimensi kontinyu yang dapat mengambil nilai-nilai kontinyu dalam kemungkinan yang tidak terbatas, seperti : panjang, kecepatan, volume, volume, dan lain-lain. Data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti : sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, hadir atau tidak hadir, dan lain-lain (Gaspersz 1998).

Bagan kendali X-bar (rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu, sehingga bagan kendali X-bar dan R sering disebut sebagai bagan kendali untuk data variabel. Bagan kendali X-bar menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti peralatan yang dipakai, peningkatan suhu secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift, material baru, tenaga kerja baru yang belum dilatih, dan lain-lain. Sementara itu bagan kendali R (Range) menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti bagian peralatan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik, kelelahan pekerja, dan lain-lain (Gaspersz 2001).

Menurut Tapiero (1996), bagan kendali X-bar digunakan untuk mengetahui tingkat mutu proses rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk mengetahui kisaran atau keragaman mutu. Menurut Gaspersz (2001), pembuatan bagan kendali individual X dan MR (Moving Range = rentang bergerak) diterapkan pada proses yang menghasilkan produk relatif homogen, misalnya dalam cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dan lain-lain.

Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki : 1) sumbu x yang melambangkan nomor contoh, 2) sumbu y yang melambangkan karakteristik output, 3) garis tengah atau central line, 4) sepasang batas pengendali. Satu batas pengendali ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai Batas Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control Limit (LCL).

Menurut Deming (1995), kegunaan bagan kendali adalah : 1) meningkatkan produktivitas, 2) mencegah produk cacat, 3) mencegah pengaturan proses yang tidak perlu, 4) memberikan informasi tentang proses, dan 5) memberikan informasi tentang kapabilitas proses. Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian apabila nilai-nilai yang ditebarkan pada bagan kendali jatuh diluar batas pengendali, maka dapat dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik (Gaspersz 1998).

Menurut Montgomery (1996), bila proses terkendali, hampir semua titik contoh akan berada di antara kedua batas pengendali. Titik yang berada di luar batas pengendali menandakan bahwa proses tidak terkendali, dalam hal ini perlu diadakan


(37)

21 penyelidikan untuk menemukan penyebabnya dan perbaikan pada proses untuk menghilangkan penyebab tersebut.

3. Diagram Ishikawa (Sebab-Akibat)

Diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau Diagram Ishikawa pertama kali diperkenalkan oleh ahli management berkebangsaan Jepang yang bekerja di perusahaan Kawasaki bernama Kaoru Ishikawa pada sekitar awal tahun 1960. Oleh karena diagram ini berbentuk seperti tulang ikan, maka sering disebut juga Diagram Tulang Ikan. Selain itu, karena penggunaannya untuk mengungkapkan semua kemungkinan faktor yang menjadi menyebab suatu masalah, maka dinamakan diagram sebab-akibat. Diagram ini dapat dikategorikan atas jenis klasifikasi proses, dengan identifikasi proses dibuat terpisah atas dua bagian, dan jenis analisis keragaman yang didasarkan pada faktor sebab utama dan lainnya (faktor pendukung) atau hubungan sekuensial (Hubeis dan Kadarisman 2007).

Penyusunan Diagram Ishikawa bertujuan untuk mencari dan menemukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah. Sumber-sumber masalah yang teridentifikasi kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ini juga mengungkapkan hubungan hirarki antar faktor penyebab masalah menuju akibat yang ditimbulkannya. Mutu yang ingin kita perbaiki dan kendalikan secara jelas disajikan dengan angka-angka yang menunjukkan panjang, kekerasan,

persentase cacat, dan sebagainya. Mereka disebut dengan “karakteristik mutu”.

Komposisi kimia, ukuran, dan seterusnya yang dapat menyebabkan penyebaran, disebut faktor. Untuk mengilustrasikan pada sebuah diagram hubungan antara sebab dan akibat, kita ingin mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyata. Oleh karenanya, akibat adalah karakteristik mutu dan sebab adalah faktor (Ishikawa 1989).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), secara umum terdapat lima faktor utama yang berpengaruh terhadap suatu masalah, yaitu: lingkungan, manusia, metode, bahan, mesin dan peralatan. Faktor penyebab akan digolongkan ke dalam beberapa faktor utama tersebut yang diyakini sebagai sumber penyebab dari masalah. Penyebab turunannya kemudian disusun berdasarkan hirarki kepentingannya atau menurut detilnya, sehingga mampu mengungkap dan menggambarkan hubungan sebab-akibat yang terjadi antar golongan penyebab itu. Dengan demikian, diagram ini akan sangat bermanfaat untuk menelusuri akar permasalahan, mengidentifikasi daerah-daerah di mana dapat timbul masalah serius serta berguna dalam membandingkan kepentingan relatif berbagai penyebab masalah tersebut.

Bentuk umum Diagram Ishikawa adalah bentuk tulang ikan yang disertai berbagai tulang-tulang cabang dan ranting tergambarkan pada Gambar 4.


(1)

108 Nomor Batch Aw Produk Awal Aw Produk Akhir Rata-Rata Aw

51 0,2897 0,2971 0,2934

52 0,3018 0,3027 0,30225

53 0,2934 0,2859 0,28965

54 0,2775 0,2879 0,2827

55 0,2874 0,2921 0,28975

56 0,2796 0,2722 0,2759

57 0,2671 0,2782 0,27265

58 0,2637 0,2733 0,2685

59 0,2851 0,3301 0,3076

60 0,3308 0,32 0,3254

61 0,3653 0,3449 0,3551

62 0,3038 0,2993 0,30155

63 0,3051 0,3357 0,3204

64 0,3351 0,3053 0,3202

65 0,3 0,3238 0,3119

66 0,2876 0,2963 0,29195

67 0,2888 0,2768 0,2828

68 0,2908 0,2876 0,2892

69 0,2875 0,2893 0,2884

70 0,308 0,2972 0,3026

71 0,2808 0,3168 0,2988

72 0,2908 0,2863 0,28855

73 0,2801 0,2903 0,2852

74 0,2543 0,2973 0,2758

75 0,304 0,3141 0,30905

76 0,3464 0,3428 0,3446

77 0,3212 0,3381 0,32965

78 0,3315 0,3153 0,3234

79 0,3145 0,328 0,32125

80 0,3172 0,3162 0,3167

81 0,3232 0,3227 0,32295

82 0,322 0,3172 0,3196

83 0,3314 0,31 0,3207

84 0,31 0,3327 0,32135

85 0,308 0,3229 0,31545

86 0,3312 0,328 0,3296

87 0,3664 0,3228 0,3446

88 0,3363 0,3193 0,3278

89 0,2897 0,2971 0,2934

90 0,3201 0,3244 0,32225

91 0,3228 0,3369 0,32985

92 0,337 0,3026 0,3198

93 0,3035 0,3036 0,30355

94 0,315 0,3347 0,32485

95 0,3301 0,3317 0,3309

96 0,3267 0,3332 0,32995

97 0,3294 0,3274 0,3284

98 0,3486 0,3599 0,35425

99 0,305 0,2945 0,29975


(2)

109 Nomor Batch Aw Produk Awal Aw Produk Akhir Rata-Rata Aw

101 0,3459 0,34 0,34295

102 0,2965 0,3284 0,31245

103 0,3379 0,336 0,33695

104 0,3482 0,3428 0,3455

105 0,3356 0,3411 0,33835

106 0,336 0,3401 0,33805

107 0,3087 0,3399 0,3243

108 0,3381 0,3137 0,3259

109 0,3487 0,3691 0,3589

110 0,3429 0,3447 0,3438

111 0,3406 0,3415 0,34105

112 0,293 0,2915 0,29225

113 0,3326 0,3415 0,33705

114 0,3015 0,3082 0,30485

115 0,293 0,3022 0,2976

116 0,2811 0,2855 0,2833

117 0,3496 0,3366 0,3431

118 0,3175 0,3115 0,3145

119 0,3346 0,3341 0,33435

120 0,3493 0,342 0,34565

121 0,3517 0,3408 0,34625

122 0,321 0,317 0,319

123 0,3219 0,331 0,32645

124 0,3162 0,3076 0,3119

125 0,3015 0,3175 0,3095

126 0,3052 0,2985 0,30185

127 0,3023 0,3271 0,3147

128 0,2964 0,2867 0,29155

129 0,304 0,3068 0,3054

130 0,2967 0,293 0,29485

131 0,2917 0,2866 0,28915

132 0,3011 0,3095 0,3053

133 0,298 0,2864 0,2922

134 0,2912 0,3079 0,29955

135 0,3084 0,2978 0,3031

136 0,2885 0,3094 0,29895

137 0,3271 0,3268 0,32695

138 0,3361 0,3342 0,33515

139 0,2782 0,2821 0,28015

140 0,3106 0,3103 0,31045

141 0,3048 0,3064 0,3056

142 0,3054 0,3108 0,3081

143 0,312 0,3058 0,3089

144 0,3066 0,3109 0,30875

145 0,3082 0,301 0,3046

146 0,3286 0,3114 0,32

147 0,3208 0,3168 0,3188

148 0,3344 0,3428 0,3386

149 0,314 0,2906 0,3023


(3)

110 Nomor Batch Aw Produk Awal Aw Produk Akhir Rata-Rata Aw

151 0,2785 0,3174 0,29795

152 0,3292 0,3347 0,33195

153 0,3129 0,3203 0,3166

154 0,3118 0,3241 0,31795

155 0,3008 0,3126 0,3067

156 0,3086 0,309 0,3088

157 0,3101 0,3035 0,3068

158 0,3058 0,3189 0,31235

159 0,3247 0,3093 0,317

160 0,3368 0,3037 0,32025

161 0,3268 0,3025 0,31465

162 0,323 0,307 0,315

163 0,3168 0,3427 0,32975

164 0,3328 0,3171 0,32495

165 0,2976 0,3054 0,3015

166 0,3204 0,3343 0,32735

167 0,3306 0,3228 0,3267

168 0,337 0,3334 0,3352

169 0,3265 0,3221 0,3243

170 0,3125 0,3168 0,31465

171 0,2905 0,3483 0,3194

172 0,2725 0,2653 0,2689

173 0,3018 0,3291 0,31545

174 0,3408 0,3328 0,3368

175 0,319 0,3092 0,3141

176 0,3102 0,3128 0,3115

177 0,3207 0,3076 0,31415

178 0,3092 0,31 0,3096

179 0,307 0,3414 0,3242

180 0,3466 0,3299 0,33825

181 0,3322 0,3343 0,33325

182 0,3188 0,3269 0,32285

183 0,2785 0,2661 0,2723

184 0,2768 0,2654 0,2711

185 0,2814 0,2623 0,27185

186 0,259 0,2845 0,27175

187 0,2774 0,2697 0,27355

188 0,2764 0,2869 0,28165

189 0,2876 0,2969 0,29225

190 0,2983 0,3019 0,3001

191 0,3169 0,3032 0,31005

192 0,3033 0,3017 0,3025

193 0,3092 0,2976 0,3034

194 0,3224 0,3143 0,31835

195 0,2975 0,2961 0,2968

196 0,3065 0,301 0,30375

197 0,2506 0,2861 0,26835

198 0,2625 0,2654 0,26395

199 0,2822 0,266 0,2741


(4)

111 Nomor Batch Aw Produk Awal Aw Produk Akhir Rata-Rata Aw

201 0,2763 0,277 0,27665

202 0,2576 0,3149 0,28625

203 0,316 0,3117 0,31385

204 0,2961 0,3044 0,30025

205 0,3024 0,3127 0,30755

206 0,2961 0,3172 0,30665

207 0,2953 0,3028 0,29905

208 0,3148 0,2894 0,3021

209 0,3082 0,2979 0,30305

210 0,2964 0,2917 0,29405

211 0,2928 0,3046 0,2987

212 0,2943 0,3028 0,29855

213 0,2932 0,286 0,2896

214 0,3038 0,3078 0,3058

215 0,3268 0,3112 0,319

216 0,2854 0,286 0,2857

217 0,3004 0,2853 0,29285

218 0,2819 0,3286 0,30525

219 0,3179 0,3058 0,31185

220 0,3169 0,2974 0,30715

221 0,2947 0,3199 0,3073

222 0,2974 0,304 0,3007

223 0,3103 0,3208 0,31555

224 0,2758 0,2892 0,2825

225 0,2823 0,2749 0,2786

226 0,2832 0,2932 0,2882

227 0,2528 0,2632 0,258

228 0,2622 0,2722 0,2672

229 0,2781 0,2871 0,2826

230 0,2568 0,2627 0,25975

231 0,2518 0,2728 0,2623

232 0,2728 0,2829 0,27785

233 0,293 0,2838 0,2884

234 0,276 0,2916 0,2838

235 0,281 0,283 0,282

236 0,274 0,285 0,2795

237 0,2789 0,2811 0,28

238 0,2813 0,296 0,28865

239 0,293 0,2915 0,29225

240 0,2872 0,2768 0,282

241 0,2928 0,2827 0,28775

242 0,2728 0,2728 0,2728

243 0,2829 0,2928 0,28785

244 0,293 0,2828 0,2879

245 0,3001 0,3126 0,30635

246 0,3003 0,3105 0,3054

247 0,3313 0,3069 0,3191

248 0,3142 0,3286 0,3214

249 0,3357 0,3382 0,33695

250 0,3289 0,3265 0,3277

251 0,3162 0,3012 0,3087


(5)

112 Penyebab

Variasi Aw produk bumbu penyedap rasa

Pengambilan data batch ke- Jumlah

Frekuensi Kejadian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

RH RMS di luar standar

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

Temperatur RMS di luar standar

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengemas berisi Raw Material terbuka sebelum proses Mixing

0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8

Lama unloading 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9

Setting Temperatur pengeringan di luar spesifikasi standar

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 5

Lama produk tertahan di area drying room

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

RH

dehumidifier di luar spesifikasi standar

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30

Temperatur area packing hall di luar

Standar

0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5

RH packing hall di luar standar

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30

Lama penyimpanan produk semi finish goods

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pengemas berisi produk semi finish goods terbuka pada saat proses filling

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30

TOTAL 120


(6)