54 pengamatan yang melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan
defined control limit Gaspersz 1998. Berdasarkan hasil perhitungan nilai kapabilitas proses Cp didapat nilainya
sebesar 1.39 dan Indeks performansi Kane Cpk sebesar 1.34 . Hal ini menunjukkan bahwa kapabilitas prosesnya baik karena Cp 1.33, menunjukkan rata-rata kisaran pada proses ini
relatif kecil, sehingga proses pun sangat baik. Berdasarkan ukuran kinerja Kane Cpk yang telah dihitung didapat sebesar 1.34. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses produksi
bumbu penyedap rasa yang mempunyai nilai rata-rata pengukuran 0.3015 mempunyai kecenderungan sangat mendekati nilai target yaitu 0.30 sehingga proses ini sudah mampu
mencapai nilai target. Hanya saja masih terdapat beberapa batch di bawah batas spesifikasi bawah dan di atas batas spesifikasi atas.
Gambar 11. Kapabilitas Proses untuk Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa
Nilai kapabilitas proses yang didapat belum dapat digunakan sebagai acuan proses dikarenakan parameter mutu Aw pada proses produksi bumbu penyedap rasa
memenuhi kriteria tidak terkendali. Proses yang tidak terkendali ini disebabkan adanya variasi khusus. Pihak manajemen harus melakukan perbaikan proses secara terus-menerus
dengan cara menghilangkan variasi khusus agar dapat meningkatkan mutu untuk mencapai tingkatan produksi yang lebih baik.
5.4 IDENTIFIKASI PENYEBAB PERMASALAHAN
Penyebab variasi Aw produk finish goods dicari melalui teknik brainstorming untuk mengidentifikasi permasalahan yang hasilnya dapat dilihat pada diagram sebab-
akibat Gambar 15. Identifikasi permasalahan dimaksudkan untuk mengenali sumber permasalahan. Brainstorming dilakukan dengan asisten manager produksi, supervisor
produksi dan karyawan maintenance engineering.
55 Dari hasil brainstorming tersebut, dilanjutkan dengan pembuatan diagram sebab
akibat. Untuk membuat diagram sebab akibat, pertama-tama ditentukan dahulu akibat effect
yang merupakan “kepala ikan” pada sisi sebelah kanan kertas. Akibat yang
dimaksudkan disini adalah variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa. Setelah dilakukan brainstorming kembali dengan pihak produksi, Faktor penyebab masalah ini
digolongkan ke dalam tiga
faktor utama sebagai “tulang besar” yaitu mesin, metode dan
lingkungan.
56
Variasi Aw Produk Finish Goods
Bumbu Penyedap Rasa
Metode Mesin
Lingkungan
tekanan Torsi
Sampling
Pengecekan Jumlah sampel
Pengukuran Pengawasan
Waktu Pengecekan Frekuensi
Temperatur RH Takaran sampel
Bed Dryer
Pengecekan Blower
Temperatur Bextruder
Breakdownstop Mespack
Temperatur RH
Dehumidifier Temperatur
RH
RMS Breakdownstop
Mixing Room
Packing Hall Packing Hall
Parameter Filling
Material Handling Unloading
Mixing Mixer
Control Panel
Aw Waktu tunggu bahan
Sensor Boiler
Aliran uap panas
Kondisi penyimpanan Lama penyimpanan
Produk Semi Finish Goods
Penyimpanan Waktu Tunggu Bahan
Pengontrol TemperaturRH
area produksi
Mixing Room RMS
Gambar 12 . Diagram Sebab Akibat Penyebab Variasi Aw Produk Finish Goods Bumbu Penyedap Rasa
Drying
57
1. Mesin
Mesin merupakan faktor yang paling berpengaruh secara langsung terhadap variasi aktivitas air Aw produk bumbu penyedap rasa Royco All in one. Dalam proses
produksi bumbu penyedap rasa terdapat lima tahap, yaitu pencampuran Mixing, granulasi granulating , pengeringan Drying, pengayakan Sieving dan pengemasan
filling. Mesin peralatan yang berpengaruh terhadap variasi Aw adalah mixer, bextruder,
dryer, dehumidifier, mespack dan pengatur temperaturRH area produksi. Pemeliharaan dan pengecekan kondisi mesinperalatan selama proses produksi berlangsung merupakan
salah satu faktor yang juga mempengaruhi variasi Aw. Mixer berpengaruh terhadap homogenitas produk yang dihasilkan, waktu mixing dan temperatur bahan selama proses
mixing berlangsung perlu diperhatikan. Mixer yang digunakan dalam proses sudah terdapat pengatur waktu mixing, namun mesin ini tidak dilengkapi panel yang
menunjukkan suhu aktual bahan di dalam mesin. Setelah proses mixing selesai, bahan dikeluarkan dari mixer dan ditampung ke dalam bin stainlees steel berkapasitas 350 kg
atau satu batch produksi. Bahan yang sudah ditampung di dalam bin akan ditransfer secara manual
menuju conveyor belt chain untuk dialirkan menuju bextruder. Lama unloading,kondisi temperaturRH area mixing room dan setting kecepatan mesin bextruder akan
mempengaruhi keluaran ukuran partikel dan temperatur produk yang dihasilkan. Standar lama unloading selama proses adalah maksimum satu jam dan pengaturan kecepatan
mesin bextruder selalu dikontrol dan didokumentasikan ke dalam checksheet selama proses produksi berlangsung untuk mencegah terjadinya breakdown, Kondisi bextruder
yang sering terjadi breakdown akan mengakibatkan waktu tunggu bahan selama unloading akan menjadi lebih lama dan mempengaruhi variasi suhu keluaran bahan yang
dihasilkan. Proses pengeringan menjadi salah satu faktor penting dalam menurunkan Aw
produk, karena pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam bahan pangan sampai sangat rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan dan memperpanjang daya simpannya. Pada proses pengeringan bumbu penyedap rasa ini menggunakan pengeringan sistem
kontinyu dengan pemanasan langsung, mesin pengering yang digunakan adalah fluidized bed dryer dimana pada kondisi aktual bahan diangkut dengan plat bergetar kemudian
dihembuskan dengan udara panas steam dari pipa blower bagian bawah yang berasal dari suplai aliran boiler yang berada di luar pabrik. Standar temperatur pengeringan berkisar
antara 95-105 C yang diatur untuk setiap blower di dalam dryer. Suplai steam dari boiler
dan setting temperatur panel blower pada dryer sangat mempengaruhi kinerja mesin tersebut. Apabila suplai steam boiler tidak stabil, maka hal ini akan sangat berpengaruh
terhadap kestabilan temperatur proses pengeringan. Pada kondisi aktual, temperatur proses pengeringan menjadi salah satu parameter penting yang dikontrol dan diamati
setiap batch. Operator melakukan perubahan setting parameter suhu jika hasil pengecekan Aw semi finish goods setelah proses pengeringan di luar spesifikasi standar. Tidak adanya
panel suhu yang menunjukkan kondisi temperatur aktual bahan di dalam mesin selama proses pengeringan berlangsung menjadi salah satu hambatan operator dalam mengontrol
58 kondisi proses, karena dokumentasi suhu panel yang dilakukan hanya berdasarkan panel
sensor suhu yang terpasang di setiap bagian pipa blower yang terletak di luar pabrik. Setelah melalui tahap pengeringan, produk dilewatkan secara langsung ke dalam
dehumidifier yang ditempatkan pada satu line proses pengeringan. Dehumidifier ini berfungsi untuk proses cooling atau pendinginan bahan secara cepat sebelum bahan
masuk ke dalam Siever untuk proses pengayakan. Temperatur aliran steam dehumidifier yang tidak stabil mengakibatkan temperatur pendinginan bahan yang bervariasi.
Produk yang telah melalui proses pengayakan dikemas ke dalam pengemas plastik, kemudian diletakkan dan disusun di atas pallet. Pallet berisi produk semi finish
goods kemudian ditransfer menuju packing hall untuk disimpan sementara dan dilakukan pengecekan Aw 30 menit setelah melalui proses pengeringan. Selama penyimpanan yang
perlu diperhatikan adalah kondisi pengatur temperaturRH di area packing hall. Packing Hall dilengkapi dengan dua AC split dan dua AC window, serta area ini tidak dilengkapi
pengatur RH khusus atau dehumidifier. Pengaturan RH pada area ini menggunakan Outdoor dari AC. Kondisi temperatur dan RH yang tidak stabil selama proses
penyimpanan menyebabkan variasi Aw pada setiap pallet berisi produk. Standar lama maksimum penyimpanan adalah maksimum 48 jam, QC in line akan melakukan
pengecekan ulang jika produk sudah lewat dari masa penyimpanan 18 jam. Namun pengecekan ulang terkadang tidak dilakukan karena ketidakdisiplinan QC in line dalam
melakukan pengecekan. Selanjutnya, pada tahap akhir proses yaitu proses filling, lama proses filling
mempengaruhi kondisi bahan akibat waktu tunggu bahan yang cukup lama di dalam hopper mespack sehingga kemungkinan dapat mempengaruhi variasi Aw pada produk
selama proses tersebut berlangsung.
2. Lingkungan
Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi Aw adalah kondisi lingkungan. Aktivitas air atau Aw dapat ditentukan pada saat terjadi kondisi
kesetimbangan dengan air dan udara atau disebut kelembaban relatif keseimbangan Equilibrium Relative Humidity atau ERH, sehingga Aw dapat ditentukan dari
hubungannya dengan ERH. Pada kondisi terjadi kesetimbangan antara air dalam bahan pangan dengan air di lingkungan, maka tidak akan terjadi perpindahan air dari bahan
pangan ke udara dan sebaliknya. Oleh karena itu, setiap area produksi dilengkapi mesin pendingin AC untuk
mengendalikan temperatur ruangan, kecuali ruang pengeringan Drying room. Pada mixing room dan packing hall dilengkapi dengan outdoor dari AC yang secara aktual
digunakan sebagai pengatur RH ruangan dan pada Raw Material Storage tidak dilengkapi dengan pengatur RH, karena bahan-bahan yang disimpan didalamnya adalah bahan yang
tidak memerlukan kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Standar temperatur dan kelembaban untuk setiap ruangan berbeda. Berikut adalah tabel
checklist standar temperatur dan RH untuk setiap area produksi:
59 Tabel 1. Standar temperatur dan RH area produksi pabrik lion
PT Unilever Indonesia Tbk Standard
RMS Mixing Room
Packing Hall Temperature
25 C
25 C
25 C
RH 50
50 45-50
Sumber : Lion factory, PT Unilever IndonesiaTbk.
Pada tabel checklist tersebut terdapat kesalahan standar RH terutama pada area packing hall, kondisi RH aktual selama proses produksi berlangsung adalah selalu di atas
40. Setelah dilakukan verifikasi standar, RH area packing hall seharusnya adalah max.40. Temperatur dan RH yang juga tidak stabil di area packing hall selama produk
semi finish goods disimpan hingga proses filling berlangsung juga menjadi salah satu faktor penyebab variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa.
3. Metode
Beberapa metode yang dapat menyebabkan terjadinya variasi Aw produk Royco All in One diantaranya metode penyimpanan, metode pengecekan Aw, material handling
di setiap proses dan Pengukuran TemperaturRH di area produksi. Metode penyimpanan sangat berhubungan dengan kondisi ruangan, dimana temperatur dan RH ruang
penyimpanan perlu diperhatikan. Apabila temperatur dan RH fluktuatif, maka kondisi Aw produk juga akan berubah menyesuaikan kondisi lingkungannya. Pada kondisi aktual
tidak ada ruang penyimpanan khusus, karena tempat penyimpanan produk dan proses filling berada di dalam satu area packing hall. Oleh karena itu, metode pengecekan
temperatur dan RH juga sebaiknya dilakukan secara teratur di setiap shift. Pada material handling di beberapa proses juga perlu diperhatikan, terutama
beberapa titik proses dimana bahan kontak langsung dengan udara luar cukup lama diantaranya persiapan raw material sebelum proses mixing, unloading bahan, transfer
material menuju bucket pada saat proses filling. Pengecekan Aw merupakan metode yang perlu diperhatikan selama proses
produksi. Pengecekan Aw dilakukan dua kali yaitu pada saat 30 menit setelah produk dikeringkan dan pengecekan kedua dilakukan 18 jam setelah produk disimpan. Teknik
sampling, takaran pengukuran sampel dan kondisi area pada saat pengukuran menjadi faktor yang mempengaruhi metode pengecekan Aw. Pada kondisi aktual, lamanya
pengukuran Aw setiap sampel menjadi hambatan QC in line untuk melakukan pengecekan ulangan Aw setiap batchnya karena keterbatasan fasilitas Awmeter di pabrik
ini. Selain itu metode pengecekan temperaturRH di setiap area produksi pada
kondisi aktual tidak dilakukan. Indikator TemperaturRH sebagai alat untuk mempermudah pengecekan hanya tersedia satu di area packing hall. Pengecekan kondisi
ini terhambat karena masih terbatasnya penyediaan alat pengukur di pabrik ini.
60
Menentukan Penyebab Masalah Terbesar Menggunakan Why-Why Analysis dan
Diagram Pareto Melalui Pendekatan proses di Setiap Area Produksi
Analisis selanjutnya menggunakan pendekatan proses produksi dengan pengamatan 30 batch mulai dari Raw Material Storage, mixing granulating,
drying Sieving, intermediate storage Filling. Dari setiap bagian tersebut akan dilihat titik-titik yang berpotensi menyebabkan variasi Aw pada produk finish goods
bumbu penyedap rasa, lalu dilanjutkan dengan tindakan-tindakan korektif maupun preventif yang dapat diaplikasikan secara langsung maupun dalam bentuk saran-
saran yang bermanfaat.
1. Raw Material Storage
Pengamatan temperatur dan kelembaban dilakukan di RMS. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi RMS sudah
memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga tidak akan mempengaruhi bahan-bahan yang disimpan di dalamnya.
RMS tidak dilengkapi dengan sistem pengontrolan udara, karena bahan-bahan yang disimpan di dalamnya adalah bahan yang tidak memerlukan
kondisi khusus dan perputaran penggunaan bahan tersebut cepat. Suhu dan kelembaban relatif yang diterapkan di RMS adalah 20-25°C dan RH max.50.
Pengukuran temperatur dan RH dilakukan setiap batch selama proses produksi berlangsung dari shift pagi hingga siang. Hasil pengukuran temperatur dan RH
dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14
Gambar 13
. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area raw material storage
3 6
9 12
15 18
21 24
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Tem p
e ratu
r o
C
Batch
Temperatur
61
Gambar 14 . Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area
raw material storage Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur cukup stabil
namun RH sangat fluktuatif. Hasil yang diperoleh kurang sesuai karena seharusnya pergerakan RH diikuti dengan pergerakan temperatur.
Perubahan RH yang tidak stabil ini cukup mempengaruhi keadaan bahan yang tersimpan di dalamnya. Pengaruh RH akan semakin tinggi apabila
kemasan bahan baku yang tersimpan di dalamnya sudah tidak baik. Pada kondisi aktual Raw Material Storage hanya dilengkapi Air Conditioner sebagai pengatur
udara dan tidak dilengkapi pengatur RH atau Dehumidifier. Pergerakan bahan dan pekerja yang cukup mobile ke dalam area RMS
dan pada kondisi aktual pembatas antara RMS dan area produksi lainnya hanya dilapisi plastik curtain. Banyaknya celah udara dari plastik curtain akan sangat
mempengaruhi keadaan RMS sehingga temperatur dan kelembabannya fluktuatif. Perilaku pekerja juga sesekali menyalahgunakan RMS, semakin
banyak orang yang berada dalam RMS maka akan menaikkan kelembabannya dan akan membuat kelembaban relatif menjadi semakin naik dan akan
mempengaruhi bahan-bahan yang berada didalamnya. Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi
permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan
dapat dilihat pada lampiran 10. 2.
Mixing Room
Pada area mixing room terdapat dua proses yaitu proses pencampuran atau mixing dan granulating. Urutan pencampuran bahan dan waktu yang
digunakan saat pencampuran akan mempengaruhi terhadap rasa dan lamanya proses produksi. Waktu yang dibutuhkan pada proses mixing adalah 7 menit dan
sudah diatur pada panel mesin. Urutan pemasukan bahan-bahan dimulai dari bahan yang berjumlah lebih banyak terlebih dahulu, dilanjutkan bahan dengan
jumlah yang sedikit. Hal ini untuk mencegah bahan dengan jumlah sedikit 5
10 15
20 25
30 35
40 45
50 55
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 R
H
Batch
RH
62 tersebut tidak tercampur dengan baik atau tertinggal di bagian bawah mesin.
Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari mesin mixer dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengukuran temperatur bahan saat keluar dari mixer Batch
T Mixer C
Batch T Mixer
C 1
28,5 16
26,5 2
29,5 17
29,5 3
24,5 18
21,5 4
16,5 19
15,5 5
14,5 20
14,5 6
27,5 21
31,5 7
29,5 22
29,5 8
28,5 23
33,5 9
14,5 24
29,5 10
11,5 25
32,5 11
31,5 26
29,5 12
31,5 27
29,5 13
21,5 28
28,5 14
22,5 29
30,5 15
21,5 30
31,5 Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur produk yang
keluar dari mixer sangat bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi temperatur bahan ini diantaranya adalah kondisi waktu tunggu bahan sebelum
proses mixing dan ekspos aliran AC yang berada di dekat mixer. Produk setelah keluar dari mixer ditampung ke dalam bin. Bin berisi
bahan dipindahkan menuju conveyor dan ditransfer secara manual dengan sekop stainlees steel menuju conveyor yang terhubung dengan hopper pada bextruder.
Lama maksimum bahan berada di dalam bin adalah 1 jam. Kondisi area mixing room menjadi faktor yang perlu diperhatikan selama proses transfer manual ke
bextruder. Semakin lama proses transfer, maka temperatur bahan di dalam bin akan semakin menurun. Pengamatan terhadap temperatur bahan selama
unloading dapat dilihat pada Tabel 3.
63 Tabel 3. Pengukuran Temperatur Bahan Selama Unloading
Batch T Unloading
C Batch
T Unloading C
Awal Akhir
Awal Akhir
1 28,5
26,5 16
25,5 26,5
2 28,5
20,5 17
22,5 19,5
3 13,5
6,5 18
15,5 8,5
4 14,5
10,5 19
12,5 11,5
5 13,5
8,5 20
10,5 10,5
6 27,5
22,5 21
28,5 25,5
7 26,5
21,5 22
29,5 24,5
8 20,5
14,5 23
29,5 27,5
9 11,5
4,5 24
25,5 24,5
10 11,5
8,5 25
26,5 26,5
11 27,5
25,5 26
25,5 25,5
12 17,5
14,5 27
24,5 25,5
13 13,5
7,5 28
25,5 25,5
14 16,5
14,5 29
27,5 25,5
15 17,5
10,5 30
27,5 26,5
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa temperatur bahan yang menurun cukup signifikan selama unloading.. Lama waktu transfer dan kontak
bahan terhadap udara sangat bervariasi, hal ini dapat mempengaruhi temperatur dan kelembaban bahan yang ada pada bin. Kondisi ini juga dipengaruhi
temperatur dan RH area mixing room pada saat unloading berlangsung. Temperatur dan RH pada area mixing room yang fluktuatif mempengaruhi
kondisi bahan secara langsung selama unloading. Bahan yang masuk ke dalam mesin bextruder diatur kecepatan
pembentukannya selama proses produksi berlangsung, kecepatan mesin yang bervariasi untuk setiap batch, menyebabkan temperatur dan ukuran partikel
bahan yang keluar dari mesin bextruder bervariasi. Kontrol proses pembentukan granule selama produksi berlangsung telah dilakukan oleh operator. Setting
parameter 5-arm rotor, 4-arm rotor dan rotary table pada bextruder menjadi parameter penting dalam mengendalikan ukuran partikel granule yang keluar
dari bextruder. Selain itu temperatur bahan selama proses pembentukan juga harus dikontrol selama proses berlangsung, jika kondisi suhu bahan melebihi
standar 60 C akibat torsi terlalu tinggi akan berpotensi menyebabkan mesin
breakdown dan keluaran bahan akan terhambat. Pengamatan terhadap temperatur bahan setelah keluar dari bextruder dapat dilihat pada Tabel 4.
64 Tabel 4. Pengukuran Temperatur Bahan Setelah Keluar dari Bextruder
Batch T Bextruder
C Batch
T Bextruder C
Awal Akhir
Awal Akhir
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
1 48,5
46,5 36,5
33,5 16
40,5 37,5
40,5 36,5
2 41,5
38,5 25,5
19,5 17
35,5 33,5
32,5 30,5
3 38,5
35,5 23,5
18,5 18
27,5 26,5
40,5 37,5
4 23,5
20,5 19,5
14,5 19
23,5 23,5
22,5 20,5
5 15,5
10,5 10,5
8,5 20
25,5 22,5
14,5 11,5
6 45,5
33,5 39,5
31,5 21
45,5 40,5
41,5 34,5
7 45,5
33,5 39,5
31,5 22
44,5 41,5
42,5 37,5
8 25,5
15,5 20,5
10,5 23
42,5 39,5
42,5 38,5
9 18,5
16,5 13,5
11,5 24
43,5 37,5
37,5 36,5
10 13,5
12,5 9,5
7,5 25
41,5 36,5
44,5 39,5
11 49,5
46,5 41,5
40,5 26
44,5 40,5
42,5 38,5
12 30,5
24,5 23,5
20,5 27
44,5 40,5
42,5 38,5
13 24,5
21,5 25,5
20,5 28
45,5 39,5
45,5 40,5
14 15,5
13,5 15,5
6,5 29
44,5 37,5
46,5 42,5
15 14,5
9,5 17,5
10,5 30
47,5 41,5
46,5 40,5
Dari hasil pengamatan, temperatur keluaran bahan produk dari bextruder sangat bervariasi pada saat awal dan akhir proses antar batch. Variasi
temperatur keluaran bahan ini disebabkan pengaruh kecepatan mesin bextruder, dan kondisi penurunan temperatur bahan selama unloading.
Selama proses granulasi perlu diperhatikan kondisi temperatur dan RH area mixing room. Karena dalam proses ini, banyak sekali titik titik potensial
bahan terekspos dengan udara luar. Pengamatan terhadap temperatur dan RH area mixing room selama proses granulating dapat dilihat pada Gambar 15 dan
16
Gambar 15
. Pengamatan Temperatur 30 batch selama proses produksi di area mixing room
65
Gambar 16 . Pengamatan RH 30 batch selama proses produksi di area
mixing room Dari hasil pengamatan, temperatur area mixing room cukup stabil antar
batch produksi. Standar temperatur dan RH area ini adalah berkisar antara 20- 25
C dengan RH maksimum 50. Temperatur dan RH masih dalam kisaran standar, namun RH area mixing room yang fluktuatif akan mempengaruhi
kondisi bahan selama proses produksi di area ini sebelum bahan masuk ke dalam tahap proses selanjutnya.
Setelah itu, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran
tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 11.
3. Drying Room
Proses Drying pada produk dilakukan pada mesin fluidized bed dryer, bahan yang sudah keluar dari mesin bextruder langsung dialirkan oleh conveyor
menuju dryer. Dalam proses pengeringan ini, bahan dihembuskan udara kering dari blower blower yang terdapat di dalam dryer. temperatur setiap blower diatur
dan didokumentasi setiap batch untuk mempermudah monitoring proses pengeringan. Namun, pada kondisi aktual tidak ada indikator temperatur yang
menunjukkan temperatur di dalam mesin, karena dokumentasi hanya sebatas pada suhu steam setiap blower yang dihembuskan dari boiler yang berada dari
luar pabrik sebelum masuk ke dalam dryer. Kapasitas setiap blower berbeda, blower A mempunyai kapasitas yang lebih kecil daripada blower B dan C,
karena aliran steam blower A hanya mengeskpos ke dalam satu pipa, sedangkan blower B dan C memiliki kapasitas lebih besar karena aliran steam blower
tersebut terbagi ke dalam tiga pipa. Pada mesin dryer ini dilengkapi dengan dehumidifier yang berfungsi
untuk mendinginkan temperatur bahan secara langsung saat setelah proses pengeringan sebelum bahan masuk ke dalam Siever . Pada kondisi aktual, sudah
terdapat sensor suhu dehumidifier yang terhubung pada panel di area mixing
66 room untuk mempermudah monitoring kondisi dehumidifier. Namun,pada
dehumidifier sering terjadi masalah karena kondisi temperatur udara yang terlalu rendah terekspos bahan yang terlalu panas sehingga uap air yang keluar dari
bahan menjadi embun dan menyebabkan kondisi dehumidifier menjadi basah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kerak bahan pada dehumidifier.
Proses pengayakan dilakukan setelah bahan melewati dehumidifier untuk proses pendinginan. Siever yang digunakan adalah V-brow Siever dengan
ukuran mesh 6,8 dan 40. Hasil ayakan yang diambil adalah produk yang lolos Mesh 8 dan tidak lolos Mesh 40. Keseluruhan produk setelah dilakukan
pengayakan ditampung secara manual di dalam pengemas plastik khusus. Proses penampungan dan pengisian granule ke dalam pengemas yang dilakukan secara
manual menyebabkan takaran pengisian granule yang bervariasi di setiap pengemas. Metode pengikatan pengemas yang dilakukan juga bervariasi, karena
pada kondisi aktual pekerja yang berada di area drying room berbeda-beda setiap harinya. Oleh karena itu, sebaiknya perlu ditetapkan sebuah standar takaran
pengisian dan pengikatan untuk setiap pengemas berisi produk semi finish goods.
Pengamatan keseluruhan proses pengeringan dan pengayakan dapat dilihat pada lampiran 12 . Berdasarkan hasil pengamatan, temperatur di setiap
blower dan dehumidifier fluktuatif antar batch. Hal ini juga dibuktikan dengan kondisi temperatur bahan yang bervariasi setelah proses pengayakan.
Setelah produk diayak, pekerja pada area drying room segera menampung keluaran produk dari siever secara manual. Takaran pengisian
produk di dalam pengemas maksimum ¾ dari tinggi pengemas. Pengemas yang sudah berisi produk kemudian diikat dan diletakkan di atas pallet. Pallet yang
sudah berisi susunan tumpukan pengemas berisi produk semi finish goods akan ditransfer menuju area packing hall dengan menggunakan hand pallet. Setelah
didiamkan selama 30 menit, QC in line melakukan pengecekan Aw produk semi finish goods yang berada di area packing hall. Jeda waktu pengecekan Aw 30
menit setelah pengeringan dikarenakan temperatur produk semi finish goods yang masih terlalu tinggi sehingga sampel yang dilakukan pengecekan dengan
waktu jeda kurang dari 30 menit masih terlalu panas. Hasil pengecekan Aw semi finish goods 30 batch dapat dilihat pada tabel 5.
67 Tabel 5. Hasil Pengukuran Aw semi finish goods bumbu penyedap rasa
Batch Aw
Batch Aw
1 0,2930
16 0,3029
2 0,3026
17 0,2387
3 0,2845
18 0,2290
4 0,2584
19 0,2225
5 0,2653
20 0,2417
6 0,2985
21 0,3011
7 0,3042
22 0,2905
8 0,2453
23 0,3014
9 0,2626
24 0,3066
10 0,2811
25 0,3078
11 0,2978
26 0,3011
12 0,2845
27 0,3412
13 0,2804
28 0,3364
14 0,2415
29 0,3257
15 0,2468
30 0,3107
Dari hasil pengecekan Aw pada pengamatan 30 batch, 7 batch diantaranya menghasilkan Aw di bawah spesifikasi standar dengan target Aw
semi finish goods yang seharusnya adalah 0,30. Oleh karena itu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan
why-why analisis agar dapat ditentukan saran tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 13.
4. Packing Hall
Produk semi finish goods yang telah dikemas diletakkan dan disusun di atas pallet. Pola penyusunan pengemas di atas pallet dan material handling
pallet dari drying room menuju packing hall merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Bahan baku pengemas digunakan harus dapat menopang produk
dan beban tumpukan. Disiplin dan kerapihan pekerja merupakan hal yang penting karena pekerja bersinggungan langsung dengan produk. Cara
penyusunan produk oleh pekerja juga harus distandarkan. Pada kondisi aktual, pola penyusunan pallet sangat bervariasi dan
material handling yang salah akan mengakibatkan banyaknya pengemas berisi granule yang robek dan ikatan pengemas yang longgar selama penyimpanan. Hal
ini disebabkan kurangnya monitoring kondisi pengemas dan area packing hall. Semakin lama produk terekspos udara luar dengan kondisi area yang tidak
dikontrol, maka hal tersebut dapat menyebabkan Aw produk semi finish goods bervariasi.
Banyaknya produk semi finish goods yang tertahan di area packing hall karena mesin filling yang baru tersedia hanya satu mesin. Volume produksi yang
masih timpang antara volume produksi mixing dan filling, dimana proses produksi berjalan 1 shift sedangkan proses filling dan sealing berjalan 3 shift
68 untuk mengimbangi volume proses produksi. Standar lama penyimpanan produk
semi finish goods adalah maksimum 2 hari, QC in line akan melakukan pengecekan ulang Aw 18 jam setelah produk disimpan di area packing hall.
Hasil pengamatan kondisi temperatur dan RH selama penyimpanan pada shift siang dan malam dapat dilihat pada gambar 17 dan 18
Gambar 17 . Pengamatan Temperatur area packing hall selama penyimpanan
Gambar 18
. Pengamatan RH area packing hall selama penyimpanan Dari hasil pengamatan di atas, temperatur area packing hall cukup
stabil antar batch produksi. Standar temperatur dan RH area ini adalah berkisar antara 20-25
C dengan RH maksimum 40. Adanya kesalahan dalam penulisan standar RH pada area ini, dimana pada checklist pengecekan tertulis RH max.
Berkisar antara 45-50. Terdapat beberapa titik pada Temperatur dan RH yang berada di luar spesifikasi standar, temperatur dan RH area packing hall
yang fluktuatif akan mempengaruhi kondisi produk selama penyimpanan di area ini sebelum produk semi finish goods akan dikemas.
69 Tahap terakhir proses yaitu proses filling dan sealing, pengemas berisi
granule ditransfer secara manual ke dalam bucket berkapasitas untuk 12 kg bahan. Bucket tersebut digerakkan dengan katrol dan bergerak naik ke atas
menuju hopper mesin pengemas. Kondisi lingkungan yaitu temperatur dan RH harus dijaga dan dikondisikan sesuai standar yang telah ditentukan. Produk semi
finish goods yang akan dikemas perlu diperhatikan agar tidak dalam kondisi terbuka dan kontak dengan udara terlalu lama..
Pengecekan Aw pada tahap kedua dilakukan setelah produk semi finish goods dikemas ke dalam sachet. Pengambilan sampel produk dilakukan secara
sampling pada bagian awal dan akhir satu renceng produk yang keluar dari mesin filling. Hasil pengecekan Aw pada tahap ini dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Aw finish goods bumbu penyedap rasa Batch
Aw Batch
Aw 1
0,3243 16
0,2882 2
0,3146 17
0,2580 3
0,3194 18
0,2672 4
0,2689 19
0,2826 5
0,3154 20
0,2598 6
0,2718 21
0,3212 7
0,2736 22
0,3193 8
0,2817 23
0,3267 9
0,2923 24
0,3281 10
0,3001 25
0,3296 11
0,3067 26
0,3371 12
0,2991 27
0,3408 13
0,3021 28
0,3212 14
0,3031 29
0,3028 15
0,2941 30
0,3178 Dari hasil pengukuran Aw pada finish goods, keseluruhan Aw produk
pada hasil pengamatan 30 batch sangat bervariasi, namun masih dalam kisaran spesifikasi.
Selanjutnya, dilakukan analisis lebih lanjut untuk menentukan solusi permasalahan yang ada dengan why-why analisis agar dapat ditentukan saran
tindakan pengendalian dengan tepat. Hasil why-why analisis yang dilakukan dapat dilihat pada lampiran 14.
Dari hasil penelusuran menggunakan why-why analysis pada keseluruhan proses di setiap area produksi., maka dibuatlah Diagram pareto
untuk melihat proses mana yang berpotensi menyebabkan variasi Aw pada produk finish goods.
Dari sebagian besar faktor yang mempengaruhi variasi Aw produk bumbu penyedap rasa, faktor mesin, metode, dan lingkungan menyinggung
masalah temperaturRH area produksi maupun pada kondisi mesin dan lama waktu tunggu bahan, . Hal ini juga dapat dilihat dari why-why analisis yang
dilakukan yang menyatakan bahwa ketiga kriteria tersebut mengharuskan
70 pemecahan solusi untuk mengurangi masalah tersebut . Berdasarkan analisis
yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa keadaan temperaturRH dan lama waktu tunggu bahan di luar spesifikasi akan
mempengaruhi kondisi bahan selama proses sehingga secara langsung akan berpengaruh pada Aw produk yang dihasilkan. Frekuensi terjadinya
temperaturRH area produksi maupun pada kondisi mesin dan waktu tunggu bahan di luar spesifikasi standar dapat dilihat pada Lampiran 17.
Pareto menemukan teori yang menunjukkan bahwa 20 kondisi dapat menjadi penyebab bagi 80 akibat. Dengan demikian untuk mengetahui
faktor penyebab terjadinya variasi Aw produk bumbu penyedap rasa. Hal ini karena ketika kita menemukan banyak masalah di perusahaan, maka terlalu sulit
untuk memperbaiki menyelesaikan semua masalah tersebut. Perlu dilakukan pemilihan untuk menemukan 1 atau 2 masalah yang mempunyai efek besar
Muhandri dan Kadarisman 2005.
Gambar 19 . Diagram Pareto Penyebab Variasi Aw Produk Finish Goods
Bumbu Penyedap Rasa Dari hasil analisis diagram pareto di atas, terdapat empat masalah
potensial penyebab variasi Aw produk finish goods bumbu penyedap rasa RH packing hall di luar standar 25, pengemas produk semi finish goods terbuka
pada saat proses filling 25, RH dehumidifier di luar standar 25, lama unloading 7,5. Dari keempat penyebab tersebut akan dilakukan rancangan
tindakan perbaikan mutu dalam proses produksi produk bumbu penyedap rasa .
5.5 PENYUSUNAN USULAN PERBAIKAN DAN UJI COBA LAPANGAN