commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang banyak melakukan pembangunan dalam berbagai sektor, dalam sebuah negara
berkembang tidak dapat dipungkiri banyak sekali berdiri pabrik tempat prosuksi barang-barang yang diperlukan, dengan banyaknya pabrik yang ada
itu berarti banyak tenaga kerja yang bekerja didalamnya, sedangkan dalam melaksanakan pembangunan diperlukan beberapa faktor yang menunjang
seperti faktor modal, alam, dan tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut merupakan hal yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, demikian juga faktor tenaga kerja memiliki peranan penting dalam sebuah proses industri.
Era perkembangan zaman seperti sekarang ini, dimana kebutuhan ekonomi semakin bertambah, tenaga kerja dalam sektor industri tidak hanya
kaum laki-laki saja, banyak wanita yang juga bekerja pada sektor industri yang dahulu banyak dikerjakan oleh para laki-laki, karena Wanita yang
bekerja pada masa sekarang ini bukan lagi merupakan suatu hal yang tabu. Banyak alasan yang mendasari wanita bekerja, Ada yang karena harus
bekerja karena tidak ada anggota keluarga yang lain yang dapat mencari nafkah, ada pula yang bekerja karena memang ingin mencapai karir yang baik
dalam dunia kerja. Industri sangat diharapkan menjadi motor pembangunan, bahkan
kebijaksanaan pembangunan saat ini dapat dikatakan lebih condong kepada sektor industri. Tenaga kerja adalah input dalam proses produksi termasuk di
sektor industri. Ada anggapan bahwa tenaga kerja itu adalah homogen, jarang dibedakan antara tenaga kerja laki-laki dengan tenaga kerja perempuan. Akan
tetapi dalam kenyataannya banyak perhatian justru diberikan pada perbedaan tenaga kerja, perbedaan jenis kelamin, dan perbedaan pendidikan serta
keahlihan.
commit to user
Secara formal keberadaan persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan sudah dimulai pada tahun 1948 melalui suatu deklarasi yang
disebut sebagai The Universal Declaration of Human Rights Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, dan
tahun 1976 dilengkapi menjadi The International Bill of Human Rights Pernyataan Hak Asasi Manusia
Indonesia telah meratifikasi konvensi wanita dengan mengeluarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, konsekuensi dari adanya ratifikasi tersebut adalah Achie Sudiarti Luhulima, 2007:23 :
1. Mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya. 2. Bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat, tanpa
ditunda-tunda, kebijakan menghapus diskriminasi terhadap wanita. Di Indonesia dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dalam Pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa “setiap warga negara mempunyai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
manusia “ selain itu dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikatakan bahwa “Setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” Ketentuan Pasal 5 ini membuka peluang kepada wanita untuk memasuki
semua sektor pekerjaan termasuk dalam bidang industri, dengan catatan bahwa perempuan itu mau dan mampu melakukan pekerjaan tersebut,
Ketentuan Pasal 6 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 ini semakin memperjelas ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja, dari adanya beberapa peraturan yang ada tersebut Semakin terbukanya
kesempatan kerja bagi kaum wanita. Dengan jaminan hukum ini, perempuan mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya dalam bekerja
diantaranya memanfaatkan peluang atau kesempatan kerja, baik di dalam maupun di luar negeri.
commit to user
Mengingat banyaknya tenaga kerja wanita yang semakin banyak dari tahun ke tahun hal ini perlu menjadi perhatian khusus pemerintah, oleh
karena itu diperlukan usaha-usaha untuk membina, mengarahkan serta memberi perlindungan bagi tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita untuk
menciptakan kesejahteraan yang berkaitan dengan yang dilakukannya. Selain ada pendapat yang mengatakan bahwa wanita itu adalah pekerja sekunder,
tidak terampil, berfisik lemah dan tidak mempunyai kompetensi teknis, dibidang ketenagakerjaan selain itu wanita dianggap lajang sehingga tidak
mendapat tunjangan keluarga, meskipun dalam kenyataan suami seorang pengangguran, disamping itu “buruh perempuan juga ditempatkan sebagai
pencari nafkah tambahan sehingga mendapat upah rendah dan terjadi pengabaian terhadap hak-hak nya” Agnes Widayanti, 2005 : 22.
Banyak perempuan yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan marginal sebagai buruh lepas, atau pekerja keluarga tanpa memperoleh upah
atau dengan upah rendah. Mereka tidak memperoleh perlindungan hukum dan kesejahteraan , kerja konkret mereka begitu diremehkan
didalam dokumentasi statistik. bahwa banyak perempuan yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan marginal sebagai buruh lepas, atau pekerja
keluarga tanpa memperoleh upah atau dengan upah rendah. Mereka tidak memperoleh perlindungan hukum dan kesejahteraan Hastuti
dan Endang Lestari, 2005: 5.
Keadaan pekerja wanita yang demikian, penting diperhatikan untuk mendapat perlindungan hukum. Perlindungan hukum untuk pekerja wanita
dapat dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan kebijakkan- kebijakkan yang mengatur perlindungan hukum bagi buruh, sehingga
perusahaan akan lebih memperhatikan kesejahteraan buruh, disadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan
kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu pembangunan ketenagakerjaan diarahkan
untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta untuk melindungi hak dan kepentingan yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia.
commit to user
Pada dasarnya perlindungan bagi tenaga kerja dimaksudkan untuk menjaga agar tenaga kerja menjadi lebih dimanusiakan, dimana pelaku usaha
tidak lagi sembarangan memperlakukan tenagakerjanya. Dengan adanya perlindungan pada tenaga kerja wanita diharapkan mendapatkan kesempatan
untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban sosialnya dengan baik, dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga pada giliriannya dapat
meningkatkan kualitas hidup dan karenanya dapat hidup layak sebagai manusia. Untuk mensukseskan perlindungan terhadap tenaga kerja itu
memerlukan peran dari banyak pihak, tidak hanya pemerintah tetapi juga pelaku usaha.
“Sebagai kaum yang lebih lemah dari laki-laki, tenaga kerja wanita sering kali diperlakukan dengan tidak adil karena dapat dilihat dalam
kenyataanya dilapangan bahwa mereka terkonsentrasi pada industri padat karya, dengan jam kerja panjang, membosankan, penuh dengan limbah
industri, dan upah rendah” Agnes Widayanti, 2005 : 9. Dengan semakin banyak profesi yang bisa digeluti wanita dalam
mencari nafkah, tidak jarang ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang mewajibkan wanita tersebut untuk bekerja di malam hari. Hal ini misalnya
pada sebuah pabrik yang memiliki tiga shift jam kerja yang salah satunya berawal malam hari dan berakhir pada pagi hari.
Sementara pekerja wanita yang bekerja pada malam hari, selama ini masih mengalami berbagai kendala yang dapat diartikan bahwa kaum wanita
belum saatnya untuk mandiri secara total. Misalnya pekerja wanita tidak bisa bekerja dalam kondisi sedang hamil, harus mendapat ijin dari suami, orang
tua dan perusahan harus menyediakan angkutan antar jemput. Sebagai Seorang yang lemah dari pada laki-laki harus ada perhatian
khusus bagi pekerja wanita, apalagi yang bekerja pada malam hari, mereka harus dilindungi dari kemungkinan-kemungkinan terkena resiko atas
pekerjaan yang dilakukannya, karena sering kali pekerja apalagi pekerja wanita dianggap pihak yang lemah ekonominya jika dibandingkan dengan
pelaku usaha yang mempunyai ekonomi yang kuat, maka sudah sepatutnya
commit to user
sebagai pihak yang dianggap lemah mendapat perlindungan atas hak-hak yang diperolehnya.
Salah satu alat yang penting yang dapat melindungi para pekerja wanita, khususnya pekerja wanita yang bekerja malam hari adalah peraturan-
peraturan yang dikeluarkan pemerintah, karena dengan adanya aturan-aturan tersebut akan mendorong para pengusaha yang mempekerjakan pekerja
wanita melakukan kewajiban-kewajibannya, karena jika pengusaha tersebut tidak melakukan kewajiban-kewajibannya akan memperoleh sanksi seperti
yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara pada tenaga kerja
wanita tertuang pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 76 dimana didalamnya mengatur beberapa ketentuan dalam mempekerjakan tenaga kerja
wanita pada malam hari, yaitu : 1. Pekerjaburuh perempuan yang berumur kurang dari 18 delapan belas
tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerjaburuh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib :
a. memberikan makanan dan minuman bergizi dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
4. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerjaburuh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Selain dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kepmenakertrans No- mor Kep.224MEN2003 tentang kewajiban pengusaha yang mempekerjakan
pekerja atau buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00,
commit to user
dalam peraturan tersebut diatur kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita pada malam hari adalah :
1. Pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja atau buruh perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b dengan:
a. Menyediakan petugas keamanan ditempat kerja. b. Menyediakan kamar mandiWC yang layak dengan penerangan yang
memadahi sarta terpisah antara pekerjaburuh perempuan dan laki- laki.
2. Makanan dan minuman yang diberikan harus sekurang-kurangnya 1400 kalori yang diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja dan tidak
dapat diganti dengan uang. 3. Penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruangan makan harus
layak serta memenuhi syarat higienis dan sanitasi. Penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerjaburuh harus
secara bervariasi. 4. Pengusaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat
penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya, Penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00
sampai dengan pukul 05.00. 5. Pengusaha harus menetapkan tempat penjemputan dan pengantaran pada
lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerjaburuh perempuan, Kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus
terdaftar di perusahaan. Dengan adanya beberapa peraturan terkait masalah perlindungan pekerja
wanita dimalam hari diharapkan pelaku usaha melaksanakan kewajibanya dengan benar agar kesejahteraan pekerja wanita terjamin.
Masyarakat, pekerja atau buruh, serta pengusaha di Indonesia merupakan bagian dari masyarakat dunia yang sedang menuju era pasar
bebas. Untuk menghadapi hal tersebut, semua pelaku dalam proses produksi perlu bersatu dan menumbuh kembangkan sikap profesional. Disamping itu
commit to user
pekerja atau buruh perlu menyadari pentingnya tanggung jawab yang sama dalam kelompok masyarakat lain dalam membangun bangsa dan negara
Peraturan perundang-undangan yang sangat diharapkan mampu melindungi hak-hak yang dimiliki para pekerja wanita yang bekerja pada
malam hari dan memberikan kewajiban bagi para pengusaha untuk melakukan pemenuhan hak tersebut, memiliki peran yang penting, dengan
adanya sanksi yang tegas akan membuat para pengusaha melakukan kewajibannya.
Salah satu upaya perlindungan yang bisa diberikan oleh pemerintah adalah dengan penerapan suatu perizinan dalam mempekerjakan para pekerja
malam hari, karena perizinan merupakan salah satu upaya untuk melindungi para pekerja wanita yang bekerja pada malam hari agar para pengusaha tidak
mempekerjakannya dengan sembarangan, karena dengan adanya izin yang harus diperoleh para pengusaha yang mempekerjakan pekerja wanita pada
malam hari, pengusaha tersebut harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang ada dalam peraturan tersebut.
Seperti disebutkan diatas Pekerja wanita pada kodratnya memiliki fisik yang lebih lemah mempunyai hak-hak khusus yang harus dipenuhi oleh
setiap perusahaan yang mempekerjakan wanita terutama para tenaga kerja wanita yang mendapat waktu kerja malam hari, hak-hak tersebut seringkali
belum dipenuhi oleh perusahaan. Dari hak-hak tersebut akan dapat diketahui kewajiban Perusahaan dalam memperkerjakan tenaga kerja wanita pada
malam hari telah dilaksanakan atau belum, seringkali perusahan itu menomor duakan kewajiban yang harus dipenuhi dan lebih banyak menuntut kewajiban
pada para pekerja. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengungkap mengenai
pengatuarn perizinan yang diharapkan bisa melindung para pekerja wanita yang bekerja pada malam hari, hak-hak wanita yang bekerja pada malam hari
dan kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan. Penelitian akan dilakukan pada PT. Kusuma Mulia, karena PT tersebut merupakan
perusahaan yang belum lama berdiri dan bergerak dalam bidang industri
commit to user
garmen, PT tersebut juga mempekerjakan para pekerja wanita yang bekerja pada malam hari.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan hukum dengan judul :
“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI PT KUSUMA MULIA
KARANGANYAR”
B. Perumusan Masalah