commit to user
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka pada umumnya perem- puan serasi dengan pekerjaan-pekerjaan ringan yang tidak memerlukan
kerja otot dan dibutuhkan suatu perlindungan yang benar-benar evektif untuk melindungi kaum wanita yang lemah yang sering kali banyak
dirampas hak-haknya.
c. Waktu kerja
Pada Paragraf 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan masalah Waktu Kerja, dalam Pasal 77 disebutkan “
1 Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. 2 Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi :
a 7 tujuh jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 6 enam hari kerja dalam 1 satu minggu.
b 8 delapan jam 1 satu hari dan 40 empat puluh jam 1 satu minggu untuk 5 lima hari kerja dalam 1 satu minggu.
c Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
d Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 diatur dengan
Keputusan Menteri. Apabila pengusaha akan mempekerjakan pekerja melebihi waktu
kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 77, harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 78 yaitu :
1 Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 2 harus memenuhi
syarat : a ada persetujuan pekerjaburuh yang bersangkutan.
b waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 tiga jam dalam 1 satu hari dan 14 empat belas jam dalam 1 satu
minggu.
commit to user
2 Pengusaha yang mempekerjakan pekerjaburuh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib membayar upah kerja
lembur. 3 Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. 4 Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 diatur dengan Keputusan Menteri.
Selain Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, penyimpangan waktu kerja dapat dilakukan dengan memperhatikan Ke-
putusan Menteri Tanaga Kerja Nomor Kep.608MEN1989 tentang pemberian ijin penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat bagi
pengusaha-pengusaha yang mempekerjakan pekerja 9 jam sehari dan 54 jam seminggu.
Di tahun 1990 Konferensi Perburuhan Internasional mengadopsi sebuah protokol dari Konvensi Revisi Kerja Malam Perempuan tahun
1948, yang menyatakan pelarangan kerja malam terhadap perempuan bisa dicabut di mana organisasi pengusaha dan serikat pekerja mencapai
persetujuan yang sesuai menghadapi masalah ini. Di tahun yang sama, Konferensi juga mengadopsi Konvensi Kerja Malam No. 171 untuk
menjaga para pekerja malam secara umum. Konvensi ini menyatakan bahwa perempuan diberi alternatif untuk bekerja malam sebelum dan
sesudah melahirkan, tetapi untuk hal ini Indonesia tidak meratifikasi. ILO .2004 : 21
2. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Perempuan