Hubungan dengan KPLP Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai

4.5.2.2. Interaksi Buruh Bagasi dengan Atasan Mandor dan KPLP 1. Hubungan dengan Mandor

Buruh bagasi yang menjadi informan penelitian ini mengaku bahwa hubungan yang mereka miliki dengan mandor sama halnya dengan hubungan yang mereka miliki dengan sesama buruh yang lain. Hal ini disebabkan karena para mandor tersebut juga adalah buruh bagasi yang ditugaskan untuk mengawasi buruh bagasi yang menjadi anggotanya dan mengutip setoran dati tiap – tiap buruh tersebut setiap kali bekerja mengangkat barang yakni sebesar Rp 2.000,00 dan mandor tersebut akan memperoleh upah dari setoran tersebut sebanyak Rp 800,00orang. Para informan mengaku bahwa kerjasama terjalin dengan baik diantara mereka, seperti yang terungkap dari hasil wawancara berikut ini : “Sama seperti hubungan dengan buruh bagasi lainnya, saya dengan mandor juga baik, lancar dan akrab. Karena disini tidak ada membeda – bedakan apakah dia mandor atau tidak.” Wawancara dengan Patar Gultom, 2007 “Mandor saya baik. Kalau lagi sedikit dapat uang dan lagi butuh, dia pasti mengizinkan saya untuk mengutang uang setoran.” Wawancara dengan M.Sipahutar, 2007

2. Hubungan dengan KPLP Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai

Hubungan diantara buruh bagasi dengan KPLP terjalin akibat adanya hubungan kerja antara buruh bagasi dengan KPLP. Yakni, KPLP memiliki tanggungjawab atas keberadaan para buruh bagasi di lokasi pekerjaan. Data – data tang dimiliki buruh bagasi berada di tangan KPLP, sehingga apabila terjadi sesuatu dengan barang penumpang dan hal tersebut Universitas Sumatera Utara adalah akibat kelalaian buruh bagasi, maka penumpang dapat melaporkannya ke KPLP dan KPLP akan menyuruh buruh bagasi untuk bertanggungjawab akan kasus tersebut. Hubungan antara buruh bagasi dengan KPLP terjalin dengan baik dan akrab walaupun masih dibatasi dengan rasa segan dan hormat. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini : “Biasalah, baik. Tidak ada masalah. Kita hormat sama mereka, mereka pun baik sama kita.” Wawancara dengan Parlin Marpaung, 2007 “Ya...dalam urusan kerja memang harus ada rasa hormat dan segan. Kalau tidak, nanti kita sendiri yang susah.” Wawancara dengan Samosir, 2007 “Rasa segan sama mereka harus ada. Kalau kita ditegor karena kesalahan kita, ya...wajarlah itu.” Wawancara dengan Tumirin, 2007 Dengan pernyataan diatas, tampak adanya saling menghargai diantara buruh bagasi dengan atasan mereka yang menunjukkan adanya hubungan kerja yang baik diantara mereka. 4.6. Motivasi dan Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi 4.6.1. Motivasi Tetapa Bertahan Sebagai Buruh Bagasi Ketika diperhadapkan dengan kondisi perekonomian sekarang, serta kondisi kuantitas kapal dan penumpang yang berkurang, maka penghasilan yang mereka peroleh dari pelabuhan tidak lagi memadai untuk biaya kehidupan keluarga mereka. Namun, mereka tetap bertahan bekerja disana. Dari realitas kehidupan para buruh bagasi, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa eksistensi mereka masih tetap bertahan hidup dalam berbagai Universitas Sumatera Utara kondisi termasuk dalam kondisi krisis sekalipun kondisi ini mengindikasikan bahwa sekecil apapun, mereka mempunyai potensi untuk survive. Berikut dipaparkan alasan ataupun motivasi mereka untuk tetap bertahan menggeluti pekerjaannya sebagai buruh bagasi. Matrik 5. Motivasi Tetap Bertahan Sebagai Buruh Bagasi NO Nama Informan Alasan Motivasi 1 Siagian Sudah sejak kecil akrab dengan suasana pelabuhan dan pergaulan yang akrab dengan sesama buruh. 2 Parlin M. Cukup besar pendapatan yang diperoleh karena adanya pedagang yang menjadi langganannya dan adanya rasa kenyamanan yang dirasakan bekerja dan bergaul bersama teman – teman sesama buruh. 3 Samosir Penghasilan yang diperoleh lumayan untuk menambah pendapatan keluarga dan sudah akrab dengan teman – teman sekerja terutama teman satu kelompok. 4 L.E.Sitorus Selalu ada rejeki saat kapal datang maupun berangkat, seberapapun itu. 5 M.Sipahutar Tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan. 6 Tumirin Mengisi waktu luang dan karena menyukai suasana pelabuhan. 7 Patar Gultom Susah cari pekerjaan lain karena faktor pendidikan yang rendah. 8 B.Saragih Sudah terbiasa dengan suasana pelabuhan dan sulitnya mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sumber : Data Lapangan, 2007 Menjadi buruh bagasi yang mengandalkan hidup dari pekerjaan ini, tentulah bukan pilihan yang menjanjikan, seperti banyak jenis pekerjaan lain. Tetapi, disaat mencari pekerjaan menjadi sesuatu yang kian sulit, menjadi buruh bagasi akhirnya menjadi salah satu jalan keluar untuk memperoleh penghasilan, karena untuk menjadi buruh bagasi, mereka tidak butuh banyak modal. Mereka cukup membayar uang Rp 300.000,00 di awal mereka Universitas Sumatera Utara bekerja, untuk biaya seragam dan tanda pengenal resmi. Jika mereka hendak keluar dari pekerjaan tersebut, mereka dapat menjual seragam tersebut pada orang yang berminat seharga yang sama. Disamping itu, mereka juga cukup mengeluarkan biaya Rp 2.000,00 untuk setoran wajib ke pihak pelabuhan melalui mandor masing – masing. Disamping itu, hubungan diantara sesama buruh yang sudah seperti saudara sendiri, dan kecintaan mereka secara emosional terhadap pekerjaan mereka, serta suasana pelabuhan yang mereka sukai, juga menjadi faktor lain yang membuat mereka tetap bertahan menekuni pekerjaan mereka sebagai buruh bagasi.

4.6.2. Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi