Coping Strategies : Suatu Strategi dalam Menangani Kemiskinan

modal usaha rendah, serta sektor ini memberikan kemungkinan untuk mobilitas vertikal. Pekerjaan di sektor ini memiliki tujuan utama untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Hal ini disebabkan karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran. Jelaslah bahwa mereka bukan kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukanlah pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri.

2.4 Coping Strategies : Suatu Strategi dalam Menangani Kemiskinan

Coping strategies dikenal juga dengan coping behaviour, coping mechanisms, survival strategies, household strategies, dan livelihood diversivication Suharto, 2002. Kajian mengenai coping strategies dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistik dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni ‘to help people to help themselves ‘, teori coping strategies memandang orang miskin bukan hanya sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik kemiskinan, melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering di gunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial ekonomi seputar kemiskinannya. Universitas Sumatera Utara Kesadaran akan pentingnya penanganan kemiskinan yang berkelanjutan yang menekankan pada penguatan solusi-solusi yang ditemukan oleh orang yang bersangkutan semakin mengemuka. Pendekatan ini lebih memfokuskan pada pengientifikasian “apa yang di miliki oleh orang miskin“ ketimbang “apa yang tidak dimiliki orang miskin“ yang menjadi sasaran pengkajian. Pada mulanya, konsep coping strategies sering dipergunakan untuk menunjukkan strategi bertahan hidup survival strategies keluarga di pedesaan negara-negara berkembang dalam menghadapi kondisi kritis, seperti bencana alam, kekeringan, gagal panen, dst. Belakangan ini, beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsep ini ternyata dipraktekkan juga oleh keluarga di wilayah perkotaan dan tidak hanya di negara berkembang, melainkan pula di negara-negara maju. Secara umum coping strategies dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam konteks keluarga miskin, menurut Moser 1998 , strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola atau memenej berbagai asset yang dimilikinya. Moser mengistilahkannya dengan nama “asset portfolio management“. Berdasarkan konsepsi ini, Moser 1998 : 4-16 membuat kerangka analisis yang disebut “The Asset Vulnerability Framework “. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan asset seperti : 1. Asset tenaga kerja labour assets, misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi rumah tangga. Universitas Sumatera Utara 2. Asset modal manusia human capital assets, misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil kerja return terhadap tenaga yang dikeluarkannya. 3. Asset produktif productive asset, misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya. 4. Asset relasi rumah tangga atau keluarga household relation assets, misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok etnis, migrasi, tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman“ remittances. 5. Asset modal sosial Social capital assets, misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial lokal, arisan, dan pemberi kredit informal dalam proses dan sistem perekonomian keluarga. Di daerah pedesaan, coping strategies keluarga miskin sangat terkait dengan sumber daya alam dan sistem pertanian. Beberapa bentuknya antara lain meliputi : • Akumulasi asset pada masa panen untuk digunakan pada masa paceklik. • Sistem gotong royong diantara anggota keluarga dan anggota masyarakat dalam mengelola makanan dan sumberdaya alam pada masa krisis • Migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan • Penggantian jenis tanaman dan cara bercocok tanam • Pengumpulan tanaman – tanaman liar untuk makanan • Penghematan konsumsi makanan • Peminjaman kredit dari anggota keluarga, pedagang atau lintah darat Universitas Sumatera Utara • Penjualan simpanan benda – benda berharga emas, perabotan rumah tangga • Penjualan asset produktif tanah, binatang, ternak • Penerapan ekonomi subsisten • Produksi dan perdagangan skala kecil buka warung • Pemanfaatan bantuan pemerintah di masa krisis program JPS Di wilayah perkotaan, keluarga miskin cenderung menghadapi masalah yang lebih berat dan kompleks. Di perkotaan, sumber daya alam umumnya tidak dapat digunakan secara bebas, sistem kekerabatan lebih lemah, kondisi lingkungan juga lebih berat dan kerap berbahaya polusi, kejahatan. Dalam garis besar, beberapa bentuk coping strategies keluarga miskin dapat dikelompokkan menjadi tiga :  Peningkatan Asset Melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja, memulai usaha kecil-kecilan, memulung barang-barang bekas, menyewakan kamar, menggadaikan barang, meminjam uang di bank atau lintah darat.  Pengontrolan Konsumsi dan Pengeluaran Mengurangi jenis dan pola makan, membeli barang-barang murah, mengurangi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan, mengurangi kunjungan ke desa, memperbaiki rumah atau alat-alat rumah tangga sendiri. Universitas Sumatera Utara  Pengubahan Komposisi Keluarga Migrasi ke desa atau ke kota lain, meningkatkan jumlah anggota rumah tangga untuk memaksimalkan pendapatan, menitipkan anak ke kerabat atau keluarga lain baik secara temporer maupun permanen.

2.5 Interaksi Sosial