Analisa Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi

“Istri saya ngutang ke tetangga, kalau tidak saya pinjam sama sesama buruh. Nanti kalau ada rejeki dan dia butuh uang kita juga pinjamkan ke dia. Saling tolong – menolonglah…” Wawancara dengan L.E.Sitorus, 2007 “Menggadaikan barang. Dan itu terjadi pada saat anak saya mau masuk kuliah.” Wawancara dengan Patar Gultom, 2007 “Jika memang sudah tidak punya uang lagi, biasanya istri saya ngutang dulu ke warung. Nanti kalau kerja lagi dan dapat uang, baru dibayar.” Wawancara dengan Sipahutar, 2007

4.7. Analisa Strategi Pertahanan Hidup Buruh Bagasi

Setiap manusia memiliki kebutuhan hidup. Menurut Kartini Kartono 1991 : 88, kebutuhan hidup secara umum dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu : 1. Kebutuhan tingkat vital biologis, antara lain berupa sandang, pangan, papan atau tempat tinggal, perlindungan atau rasa aman, air, udara, seks, dll. 2. Kebutuhan tingkat sosio-budaya human-kultural antara lain berupa empati, simpati, cinta-kasih, pengakuan diri, penghargaan, status sosial, prestise, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebutuhan berkumpul. 3. Kebutuhan tingkat religius metafisik, absolut, yaitu : kebutuhan merasa terjamin hidupnya, aman sentosa dan bahagia. Untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan hidup tersebut, maka diperlukanusaha – usaha untuk memperolehnya yakni dengan bekerja. Namun, kesulitan – kesulitan dalam mencari pekerjaan serta sedikitnya Universitas Sumatera Utara penghasilan yang diperoleh mengakibatkan kebutuhan – kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi secara maksimal. Keterbatasan peluang kerja di sektor informal mengakibatkan semakin meluasnya fenomena sektor informal. Keith Hart menyatakan bahwa kesempatan memperoleh penghasilan di sektor informal dibagi menjadi 2 dua bagian, yakni sektor informal yang sah, dan sector informal yang tidak sah. Yang termasuk dalam informal yang sah yaitu : 1. Kegiatan-kegiatan primer dan sekunder pertanian, perkebunan, yang berorientasi pasar, kontraktor bangunan dan kegiatan yang berhubungan dengan pengrajin usaha sendiri, pembuat sepatu, pengusaha bir dan alkohol. 2. Usaha kecil dengan modal relatif besar, perumahan, transportasi, usaha-usaha untuk kepentingan umum, spekulasi barang-barang dagangan, kegiatan sewa-menyewa. 3. Distribusi kecil- kecilan, pedagang pasar, pedagang kelontong, pedagang kaki lima, pengusaha makanan jadi, pelayan bar, pengangkut barang, agen atas komisi, dan penyalur. 4. Jasa-jasa lain seperti pemusik pengamen, pengusaha binatu, penyemir sepatu, tukang cukur, pembuang sampah, juru potret, pekerja reparasi kendaraan maupun reparasi lainnya, makelar, dan sebagainya. 5. Transaksi pribadi seperti arus uang dan barang, pemberian maupun semacamnya, pinjam-meminjam, pengemis, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Sedangkan yang termasuk ke dalam kesempatan memperoleh penghasilan di sektor yang tidak sah ialah: a. Jasa kegiatan atau perdagangan gelap yang pada umumnya penadah barang-barang pencurian, lintah darat, pegadaian dengan tingkat bunga yang tidak sah, perdagangan obat bius, pelacuran, berbagai macam korupsi, perlindungan kejahatan. b. Transaksi pencurian kecil pencopetan, pencurian besar-besaran pembongkaran, pemalsuan uang dan penipuan. Manning, 1985 : 79- 80. Penelitian ini, merupakan penelitian yang mengaji tentang kehidupan buruh bagasi yang juga termasuk mengerjakan pekerjaan yang tergolong kepada pekerjaan sector informal yang sah yakni pengangkut barang, seperti yang dikemukakan oleh Hart. Pada awalnya, bekerja sebagai buruh bagasi adalah pekerjaan yang cukup banyak memperoleh penghasilan. Hal ini disebabkan oleh jumlah buruh bagasi yang tidak begitu banyak, sementara intensitas keberangkatan kapal cukup besar, yakni sekali dalam 2 dua hari dengan kuantitas penumpang yang cukup padat. Namun, seiring dengan semakin banyaknya alat transportasi yang lebih efektif dan modern yakni pesawat terbang, maka berangsur-angsur pula berkurangnya jumlah penumpang kapal laut. Berkurangnya penumpang mengakibatkan Kapal Sinabung akhirnya dipindahkan oleh pihak perusahaan ke pelabuhan yang lain, dan karena itu pula jadwal keberangkatan kapal laut pun menjadi hanya sekali dalam seminggu. Harga tiket pesawat yang yang Universitas Sumatera Utara semakin turun, bahkan tidak jauh berbeda dari harga tiket kapal laut, menyebabkan masyarakat lebih memilih bepergian dengan menggunakan jasa pesawat dibandingkan dengan menggunakan jasa kapal laut. Kondisi tersebut di atas sangatlah merugikan bagi para buruh bagasi. Karena, semakin sedikit penumpang, semakin sedikit pula penghasilan yang mereka peroleh. Karena besarnya upah yang mereka terima tergantung pada jumlah barang penumpang yang mereka angkat hal ini menyebabkan kemiskinan dikalangan buruh bagasi mengalami peningkatan, walaupun hal tersebut bukanlah karena kesalahan mereka, atau bukan karena mereka malas bekerja sehingga mereka miskin, tetapi karena kebijakan – kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM yang mengakibatkan naiknya harga tiket kapal laut, berdampak buruk bagi masyarakat kelas bawah, khususnya dalam penelitian ini berdampak buruk bagi buruh bagasi. Dr. Sunyoto Usman, dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat”, menyatakan sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim digunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu ; perspektif kultural cultural perspektif dan perspektif struktural atau situasional situasional perspektif. Masing-masing perspektif tersebut memiliki tekanan, acuan, dan metodologi tersendiri yang berbeda dalam menganalisis masalah kemiskinan. Perspektif kultural mendekati kemiskinan pada tiga tingkat analisis yaitu individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat yang lazim disebut dengan a strong feeling of marginality , seperti : sikap parokial, apatisme, fatalisme, atau pasrah pada Universitas Sumatera Utara nasib, boros, tergantung dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar, dan free union or consensual marriages . Dan pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif. Mereka seringkali memperoleh perlakuan sebagai objek yang perlu digarap daripada sebagai subjek yang perlu diberi peluang untuk berkembang. Sedangkan menurut perspektif struktural, masalah kemiskinan di lihat sebagai akibat dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan produk-produk teknologi modern. Penetrasi kapital antara lain mengejawantah dalam program-program pembangunan yang dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan growth dan kurang memperhatikan pemerataan hasil pembangunan. Program-program itu antara lain berbentuk intensifikasi, ekstensifikasi, dan komersialisasi pertanian untuk menghasilkan pangan sebesar-besanya guna memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor. Secara Sosiologis, dimensi struktural kemiskinan dapat ditelusuri melalui institutional arrangements yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa kemiskinan tidak semata-mata berakar pada “kelemahan diri“, sebagaimana dipahami dalam perspektif kultural. Kemiskinan semacam ini justru merupakan konsekuensi dari pilihan- pilihan strategi pembangunan ekonomi yang selama ini dicanangkan serta dari pengambilan posisi pemerintah dalam perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi itu sendiri. Kemiskinan tersebut dialami oleh para Universitas Sumatera Utara buruh bagasi diman kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM memberikan dampak buruk bagi perekonoian mereka. Namun kondisi tersebut tidaklah menyebabkan para buruh bagasi Pelabuhan Belawan serta merta meninggalkan pekerjaannya sebagai pengangkat barang penumpang kapal laut. Dari penelitian yang dilakukan, didapat beberapa faktor yang menyebabkan mereka tetap bertahan bekerja di sana berdasarkan hasil wawancara, yakni : susahnya mencari pekerjaan lain karena faktor ekonomi yang rendah, pergaulan yang erat yang mereka rasakan dengan teman sekerja, serta kebanyakan informan menyatakan mereka tetap bertahan disebabkan oleh suasana pelabuhan yang mereka sukai karena sudah lama bekerja disana. Para buruh bagasi melakukan berbagai strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari. Edi Suharto, seorang pengamat permasalahan kemiskinan dari Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa untuk dapat bertahan hidup, seseorang melakukan strategi – strategi yang dikategorikan dalam tiga kelompok besar. Yaitu : 1. Peningkatan Asset Melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja, memulai usaha kecil-kecilan, memulung barang-barang bekas, menyewakan kamar, menggadaikan barang, meminjam uang di bank atau lintah darat. 2. Pengontrolan Konsumsi dan Pengeluaran Mengurangi jenis dan pola makan, membeli barang-barang murah, mengurangi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan, mengurangi Universitas Sumatera Utara kunjungan ke desa, memperbaiki rumah atau alat-alat rumah tangga sendiri. 3. Pengubahan Komposisi Keluarga Migrasi ke desa atau ke kota lain, meningkatkan jumlah anggota rumah tangga untuk memaksimalkan pendapatan, menitipkan anak ke kerabat atau keluarga lain baik secara temporer maupun permanen. Coping strategi terebut juga terdapat pada strategi yang dilakukan oleh para buruh bagasi. Strategi yang mereka lakukan antara lain :

a. Strategi Aktif