Matrik 1. Latar Belakang Informan
NO Nama
Informan Latar Belakang Informan Sehingga
menjadi Buruh Bagasi
1 Siagian
Mengikuti jejak ayahnya yang dahulu adalah mandor buruh bagasi.
2 Parlin M.
Kehilangan pekerjaan sebagai Agen barang seludupan dari Batam.
3 Samosir
Kehilangan pekerjaan sebagai Agen barang seludupan dari Batam.
4 L.E.Sitorus
Diajak saudara yang tinggal di Medan Labuhan merantau ke Medan.
5 M.Sipahutar
Penghasilan yang rendah sebagai penarik jangkar kapal laut.
6 Tumirin
Semasa sekolah sering menangkap ikan di pelabuhan dan tertarik untuk bekerja di
lokasi pelabuhan.
7 Patar Gultom
Kehilangan pekerjaan sebagai buruh pabrik akibat di PHK pada masa krisis moneter
1999.
8 B.Saragih
Sejak kecil sudah bekerja sebagai tukang semir di pelabuhan belawan sehingga sudah
akrab dengan suasana pelabuhan.
Sumber : Data Lapangan, 2006
4.5. Gambaran Sosial Ekonomi
4.5.1. Sistem Pendapatan
Pendapatan merupakan imbalan atau balas jasa yang diterima oleh seseorang atas tenaga atau jasa yang di berikannya. Besarnya upah yang di
terima oleh buruh bagasi berbeda – beda menurut jumlah dan berat barang yang diangkatnya.
Pasang surut, dapat atau tidak dapat, rejeki atau bukan rejeki, gali lubang tutup lubang, begitu antara lain istilah yang digunakan para buruh
bagasi di Pelabuhan Belawan tentang pendapatan mereka sebagai buruh yang mengangkut barang penumpang.
Universitas Sumatera Utara
Untuk setiap kedatangan kapal, kadang mereka hanya mendapat Rp 10.000,00 dan kadang memang ada yang bisa mengumpulkan Rp 100.000,00
bahkan lebih, tetapi hal tersebut sudah jarang terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini.
Memang pendapatan buruh ini tergantung tawar – menawar dengan penumpang yang memanfaatkan tenaga para buruh untuk mengangkut bagasi
mereka. Tak heran, rebutan penumpang bahkan tidak mendapat satu pun penumpang merupakan resiko yang harus mereka hadapi.
Jika dirata-ratakan dalam sebulan, maka penghasilan yang mereka peroleh adalah sekitar Rp.200.000,00 hingga Rp.350.000,00. Mengenai
jumlah pendapatan tersebut dapat dilihat dari ungkapan informan berikut ini : “…tergantung banyaknya jumlah penumpang dan kapal
yang berlabuh…terkadang nggak dapat sama sekali, terkadang Rp 20.000,- kadang sampai Rp 50.000,-
pada hari-hari tertentu,mis : hari libur, hari besar . Tapi kalo di rata-ratakan sebulan kira – kira Rp
240.000,00 sampai Rp 320.000,-. Nasib – nasib-an lah… “
Wawancara dengan Siagian, 2007 “Seringnya dapat Rp 20.000,00 sampai Rp 50.000,00
untuk 3 – 5 kali naik turun angkat barang.” Wawancara dengan L.E.Sitorus, 2007
“Saya sudah tua dan hanya kuat mengangkat barang yang beratnya sepuluh kilo. Biasanya dapat Rp
15.000,00 sampai Rp 25.000,00. “ Wawancara dengan Sipahutar, 2007
Namun, ada pula buruh bagasi yang memperoleh upah lebih, yakni buruh yang mendapatkan order borongan dari pedagang.
“...bayaran borongan biasanya Rp 200.000,00 sampai 300.000,00. Imbalan sebesar itu dibagi tiga – empat
buruh.” Wawancara dengan Marpaung, 2007
Universitas Sumatera Utara
Upah tersebut telah berlaku sejak sebelum masa krisis moneter, dan kenaikan harga BBM, dan tidak berubah sampai sekarang. Kondisi ini
mengakibatkan kondisi ekonomi para buruh bagasi semakin bertambah sulit, seperti ungkapan informan berikut :
“…kalau mengharapkan dari sini saja…,mana cukup Makan pun pas – pasan…,apalagi untuk keperluan
sekolah anak-anak. Kurang kali lah…” Wawancara dengan B.Saragih, 2007
“Dulu sebenarnya cukup, karena kapal yang berdermaga disini datangnya sekali dua hari. Jadi tiap
hari kita bisa bekerja dan uang yang didapat pun banyak. Tapi sekarang, penumpang berkurang dan
kapal pun datang sekali seminggu, ya nggak cukup lagi lah uang yang didapat untuk biaya semua kebutuhan
yang makin mahal.” Wawancara dengan M.Sipahutar, 2007
Dari pengakuan informan tersebut dapat diketahui bahwa upah mengangkat barang yang mereka lakukan hanya sanggup untuk memenuhi
kebutuhan pangan mereka saja. Pada umumnya informan mengatakan bahwa jumlah pendapatan yang mereka terima hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan makan 3x sehari. Apalagi saat ini kebutuhan pokok terutama sembako harganya semakin meningkat dari hari ke hari.
Untuk kebutuhan yang lain di luar kebutuhan primer makan sehari- hari, pendapatan tersebut tidak tersisa. Dalam arti tidak ada kesempatan
untuk menyisikan sebagian dari pendapatan tersebut. Keluhan tersebut terutama datang dari informan yang tergabung dalam kelompok “pohon
rindang”. Hal ini disebabkan oleh karena kenaikan BBM yang menyebabkan harga tiket kapal laut semakin mahal, yang berdampak pada perubahan
jumlah penumpang, yakni mengalami penurunan, sehingga penghasilan yang
Universitas Sumatera Utara
mereka peroleh juga semakin sedikit. Tetapi walaupun demikian, umumnya informan bertahan untuk tetap melakukan pekerjaan tersebut mengingat
sulitnya mencari pekerjaan lain sementara penghasilan yang mereka peroleh saat ini masih lumayan untuk menutupi kebutuhan ekonomi keluarganya
daripada menganggur. Di sisi lain, ada pula beberapa buruh bagasi yang menyatakan bahwa
upah yang mereka terima cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga. Hal ini pada umumnya dirasakan oleh buruh yang tergabung dalam
kelompok “ kantin atas “. Hal ini di sebabkan oleh karena mereka memiliki ‘bos’ yakni pedagang yang ingin menyalurkan barangnya keluar kota dan
para buruh tersebut merupakan buruh langganan mereka, yang akan mengangkat barang mereka ke kapal ataupun keluar dari kapal. Berikut
penuturan Parlin Marpaung sebagai salah seorang buruh kelompok kantin atas mengenai pendapatan yang di perolehnya :
“Berapalah banyaknya penumpang sekarang. Keberangkatan kapal pun hanya sekali seminggu, jadi
jelas saja nggak cukup… untungnya saya sering mendapat borongan, ngangkat barang dagangan..tiap
kali mau menyalurkan barang dagangannya, bos ini pasti telepon saya untuk ngangkat. Udah langganan lah..
Jadi, kami beberapa orang kerja sama untuk ngangkat, keuntungan di bagi-bagi…”
Hal ini dibenarkan oleh Samosir yang juga merupakan salah satu buruh bagasi yang senantiasa mendapat pekerjaan mengangkat barang secara
borongan. “Kami beberapa orang ada toke masing – masing..jadi
kalau pas barang toke saya yang diangkat, saya ajak mereka ngangkat..begitu juga kalau giliran toke mereka
yang diangkat…uangnya dibagi – bagi..pastinya lebih banyak sama yang punya toke…”
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini, tampak jaringan sangat bermanfaat dalam pekerjaan buruh bagasi. Kepercayaan Trust merupakan salah satu faktor utama dalam
terbentuknya kerjasama dengan jaringan ini. Mengenai pendistribusian pendapatan, ada satu kebiasaan yang
dilakukan oleh para buruh bagasi yang tergabung dalam kelompok kantin atas yakni, saling mentraktir. Hal ini mereka lakukan secara bergiliran ketika
mereka bertemu di lokasi kerja pada saat menunggu kedatangan kapal ataupun setelah kapal berangkat. Hal yang menarik pula, jika pada gilirannya
buruh yang seharusnya mentraktir tidak memiliki uang, maka dia akan mengutang pada salah seorang teman sesama buruh. Jadi, sebelum
penghasilan mereka di berikan kepada istri, mereka akan memotong uang tersebut terlebih dahulu untuk keperluan pribadi mereka, yakni biaya rokok
dan ‘biaya persahabatan’, demikian mereka menyebutnya.
4.5.2. Interaksi Sosial Buruh Bagasi 4.5.2.1 Interaksi Sesama Buruh Bagasi