Ekologi Cacing Tanah Cacing Tanah

kulit kaku berpigmen tipis dan setae lapisan daging semu di bawah kulit kecuali pada dua segmen pertama yaitu di bagian mulut Hanafiah et al. 2005. Warna cacing tanah tergantung pada ada tidaknya dan jenis pigmen yang dimiliki. Sel atau butiran pigmen berada dalam lapisan otot di bawah kulit. Warna pada bagian dada dan perut umumnya lebih muda dari bagian lainnya, kecuali pada Megascolidae yang berpigmen gelap, berwarna sama. Cacing tanah yang berpigmen sedikit ataupun tanpa pigmen biasanya terlihat berwarna merah atau pink. Apabila kutikulanya sangat irridescent, seperti pada Lumbricus dan Dendrobaena maka akan terlihat biru Hanafiah et al. 2005. Penciri dari jenis cacing tanah adalah letak segmen klitelum, jumlah segmen tubuh, tampilan bentuk, ukuran dan warna tubuh serta jumlah seta pada tiap segmen Hieronymus 2010. Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda juvenil, cacing produktif dan cacing tua. Lama siklus hidup tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan dan jenis cacing tanah. Berdasarkan hasil dari berbagai jenis penelitian, diperoleh siklus hidup cacing tanah hingga mati mencapai 1-5 tahun. Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur 14-21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda akan hidup dan dapat mencapai kelamin dewasa dalam waktu 2,5-3 bulan Rukmana 1999. Saat dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya yang berlangsung selama 6-10 hari dan masa produktifnya berlangsung selama 4-10 bulan Palungkun 1999.

2.1.1 Ekologi Cacing Tanah

Berdasarkan fungsi pada ekosistem, strategi mencari makan dan membuat liang, cacing tanah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu epigeik, endogeik dan anesik Hanafiah et al. 2005. Selain tiga kelompok tersebut, terdapat kelompok Arboricolous dan Coprophagic Hieronymus 2010. Cacing epigeik hidup di lapisan serasah yang letaknya di atas permukaan tanah, memiliki ukuran yang lebih kecil dan berpigmen, disebut sebagai cacing penghancur serasah Hairiah et al. 2004a. Cacing epigeik memakan sampah organik yang kasar, serta sejumlah sampah yang belum terurai. Memiliki laju metabolisme dan reproduksi Universitas Sumatera Utara yang tinggi. Hal tersebut menggambarkan daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan pada permukaan tanah. Lumbricus rubellus dan Lumbricus castaneus termasuk kelompok cacing epigeik Lee 1985. Cacing endogeik disebut cacing penggali tanah Hairiah et al. 2004a. Cacing endogeik hidup di dalam tanah yang lebih dalam dan memakan tanah serta kumpulan bahan-bahan organik. Cacing tanah jenis ini tidak memiliki pigmen tubuh dan membuat liang horizontal yang bercabang ke dalam tanah Coleman et al. 2004. Kelompok cacing ini berperan penting dalam mencampur serasah di atas tanah dengan tanah lapisan bawah Subowo 2008 dan meninggalkan liang dalam tanah. Hasil kotoran dari cacing ini lebih kaya karbon dan hara dari pada tanah di sekitarnya Hairiah et al. 2004a. Cacing endogeik merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk, sehingga kelompok cacing ini merupakan jenis bioindikator kesuburan tanah. Pengaruh cacing ini terlihat lebih cepat terhadap produktivitas tanaman tahunan yang berakar dalam. Allolobophora chlorotica, A. caliginosa, dan A. rosea termasuk kelompok cacing endogeik Hanafiah et al. 2005. Cacing anesik hidup di dalam sistem liang vertikal yang lebih permanen, dapat meluas beberapa meter ke dalam tanah. Cacing jenis ini dapat ditemukan pada liang yang dangkal atau dalam tergantung pada kondisi tanah yang baik sebagai habitatnya Lee 1985. Cacing jenis ini mengeluarkan sisa pencernaannya kasting pada permukaan tanah, sehingga berperan penting dalam meningkatkan kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Pengaruh cacing ini terlihat lebih cepat terhadap produktivitas tanaman semusim yang berakar dangkal Hanafiah et al. 2005. Laju reproduksi cacing jenis ini tergolong lambat, hal ini dapat dilihat dari produksi kokonnya, cacing yang termasuk kelompok ini adalah Eophila tellinii, Lumbricus terrestris dan Allolobophora longa Lee 1985. Selain tiga kelompok cacing tersebut, terdapat kelompok cacing arboricolous dan coprophagic. Cacing arboricolous hidup di pohon-pohon hutan atau hidup di dalam suspensi tanah pada hutan tropik basah, contohnya Androrrhinus sp dan cacing coprophagic hidup pada kotoran ternak atau pupuk kandang dengan contoh Eisenia foetida, Dendrobaena veneta, dan Metaphire schmardae Hieronymus 2010. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan jenis makanannya cacing tanah dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 litter feeder pemakan bahan organik sampah, kompos, pupuk hijau, 2 limifagus pemakan tanah suburmud atau tanah basah, dan 3 geofagus pemakan tanah Lee 1985. Kelompok geofagus akan memakan masa tanah dan litter feederlimifagus biasanya dengan mendesak masa tanah. Hal ini berhubungan dengan kegiatan membuat lubang yang berbeda pada tiap jenis cacing tanah. Ada yang dilakukan dengan mendesak tanah dan ada juga yang dilakukan dengan memakan tanah Minnich 1977. Populasi cacing tanah memiliki hubungan yang erat dengan keadaan lingkungan dimana cacing tersebut berada, yaitu kondisi fisika, kimia, biotik dan makanannya. Keberadaan cacing tanah di alam sangat dibatasi oleh kadar air tanah, karakteristik tanah, curah hujan, tipe penggunaan lahan, penambahan bahan kimia pada tanah dan temperatur tanah Pashanasi et al. 1996, Hairiah et al. 2004a. Keberadaan cacing tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kesuburan tanah karena cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang bersifat saprofagus maupun geofagus yang memegang peranan penting dalam siklus hara didalam tanah Tim Sintesis Kebijakan 2008.

2.2 Hutan dan Agroforestri