Hutan dan Agroforestri TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan jenis makanannya cacing tanah dibagi menjadi tiga, yaitu: 1 litter feeder pemakan bahan organik sampah, kompos, pupuk hijau, 2 limifagus pemakan tanah suburmud atau tanah basah, dan 3 geofagus pemakan tanah Lee 1985. Kelompok geofagus akan memakan masa tanah dan litter feederlimifagus biasanya dengan mendesak masa tanah. Hal ini berhubungan dengan kegiatan membuat lubang yang berbeda pada tiap jenis cacing tanah. Ada yang dilakukan dengan mendesak tanah dan ada juga yang dilakukan dengan memakan tanah Minnich 1977. Populasi cacing tanah memiliki hubungan yang erat dengan keadaan lingkungan dimana cacing tersebut berada, yaitu kondisi fisika, kimia, biotik dan makanannya. Keberadaan cacing tanah di alam sangat dibatasi oleh kadar air tanah, karakteristik tanah, curah hujan, tipe penggunaan lahan, penambahan bahan kimia pada tanah dan temperatur tanah Pashanasi et al. 1996, Hairiah et al. 2004a. Keberadaan cacing tanah dapat digunakan sebagai indikator biologis kesuburan tanah karena cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang bersifat saprofagus maupun geofagus yang memegang peranan penting dalam siklus hara didalam tanah Tim Sintesis Kebijakan 2008.

2.2 Hutan dan Agroforestri

Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan yang membentuk kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis Arief 1994. Berdasarkan pengertian hutan tersebut, maka hutan memiliki kaitan yang erat dengan proses alam yang saling berhubungan. Arief 1994 dan Indriyanto 2008 menyatakan bahwa proses alam yang dimaksudkan adalah: a. Proses siklus air dan pengendalian tanah, hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat penyerapan air hujan yang akan mengalirkan air ke sungai-sungai di tengah hutan. Pada proses ini komunitas tumbuhan hutan berperan melindungi tanah dari kekuatan erosi, serta melestarikan siklus unsur hara di dalamnya. b. Proses pengendalian iklim maupun pengaruh iklim terhadap eksistensi hutan. Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu Universitas Sumatera Utara mengendalikan iklim, namun sebaliknya iklim adalah komponen alam yang mempengaruhi kehidupan. c. Proses kesuburan tanah. Tanah hutan merupakan tempat pembentukan humus yang utama dan tempat penyimpanan unsur-unsur mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga akan mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan yang terbentuk. d. Sumber keanekaragaman hayati karena hutan merupakan sumber plasma nutfah dari berbagai jenis tumbuhan dan binatang. Kerusakan hutan akan mengakibatkan erosi plasma nutfah, sehingga dapat mengakibatkan kepunahan berbagai kehidupan yang ada di hutan, yang pada akhirnya akan menurunkan keanekaragaman hayati. e. Kekayaan sumber daya alam hutan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup. f. Objek wisata alam karena hutan memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi, sarana mengenal dan mengagumi ciptaan Tuhan dan sebagai tempat rekreasi. Hutan memberikan manfaat bagi organisme yang tinggal di dalamnya dan bagi manusia. Bentuk pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia, berupa manfaat kehutanan kayu-bakar, kayu pertukangan, hasil hutan nonkayu, turisme, manfaat pertanian sistem perladangan, peternakan, budidaya tanaman pertanian dan fungsi perlindungan perlindungan air, tanah, dan iklim, termasuk penyerapan CO 2 dan konservasi biodiversitas Emrich et al. 2000. Praktek pemanfaatan lahan hutan yang menyebabkan terjadinya proses perubahan fungsi lahan, antara lain adalah perluasan lahan pertanian dan penggembalaan ternak, permintaan pasar dan nilai ekonomi kayu yang menyebabkan lahan menjadi terbuka, penebangan untuk membangun pemukiman, tempat penampungan air dan penggalian bahan tambang Widianto et al. 2003. Istilah baru dari praktek pemanfaatan lahan yang disebut dengan sistem agroforestri, memiliki sistem penggunaan lahan oleh manusia, penerapan teknologi, komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan ternak atau hewan dengan waktu yang bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu serta adanya interaksi ekologi, sosial dan ekonomi Hairiah et al. 2003. Agroforestri Universitas Sumatera Utara dikenal dengan istilah wanatani, yaitu menanam pepohonan di lahan pertanian Widianto et al. 2003. Agroforestri dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks De Foresta Michon 1997. Sistem agroforestri sederhana adalah menanam pepohonan secara tumpang-sari dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan. Sistem agroforestri kompleks, merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman berbasis pohon yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam seperti hutan primer maupun hutan sekunder Hairiah et al. 2003. Agroforestri berfungsi penting dalam mempertahankan pendapatan petani dan konservasi tanah dan air, juga berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah Hanafiah et al. 2005. Penanaman beragam spesies dalam sistem agroforestri memberikan berbagai keuntungan bagi petani berupa produktivitas yang selalu terjaga, stabilitas dan pemeliharaan lahan meningkat. Tujuan akhir program agroforestri adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat petani, terutama yang di sekitar hutan Aini et al. 2010. Perubahan fungsi lahan hutan menjadi agroforestri dapat merubah kondisi kesuburan tanah, namun agroforestri dianggap mampu mempertahankan biodiversitas makrofauna tanah Dewi 2007. Pada umumnya lahan agroforestri memiliki jumlah dan keragaman vegetasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan hutan sehingga menyebabkan perbedaan serasah gugur, baik ditinjau dari jumlah, kualitas dan masukan tiap tahun. Hal ini akan berpengaruh terhadap populasi cacing tanah karena ketebalan serasah di atas tanah mempengaruhi suhu, kelembaban, kadar air tanah dan bahan organik tanah Prijono Wahyudi 2009. Agroforestri yang sudah stabil memiliki penutupan tajuk yang rapat dan bertingkat dengan vegetasi bawah yang menutup permukaan tanah, sehingga iklim mikro dan masukan serasah diharapkan dapat mendekati kondisi di hutan Aini et al. 2010. Penelitian mengenai cacing tanah lahan agroforestri di Sumberjaya Lampung Barat yang dilaporkan oleh Hairiah et al. 2004b dan Universitas Sumatera Utara Dewi 2007, diperoleh bahwa meningkatnya intensitas penggunaan lahan akan menurunkan ukuran tubuh cacing penggali tanah Ponthoscolex corenthrurus. Peningkatan intensitas pengelolaan lahan menyebabkan biodiversitas makrofauna tanah semakin menurun Sugiyarto 2009, namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi 2007 di Sumber Jaya, diperoleh diversitas dan kerapatan populasi cacing tanah di agroforestri berbasis kopi lebih banyak dari pada yang dijumpai di hutan, tetapi ukuran biomasanya lebih kecil dari yang dijumpai di hutan. Biodiversitas cacing di lahan agroforestri kopi meningkat karena adanya beberapa spesies eksotis seperti P. corethrurus yang mungkin masuk terbawa selama kegiatan, misalnya melalui bibit, pemupukan organik dan sebagainya. Beberapa spesies native hutan seperti Metaphire javanica yang berukuran besar menghilang.

2.3 Parameter Fisik dan Kimia Tanah