ANALSIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALSIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Penanaman Modal Asing di DIY

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Badan Koordinasi Perkembangan Penanaman Modal Daerah Istimewa Yogyakarta (BKPM DIY) dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (BI DIY), nilai penanaman dan pertumbuhan modal asing di DIY dalam kurun periode waktu dari tahun 1986-2011, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Nilai Investasi Asing di DIY Periode 1986-2011 (dalam juta rupiah)

Tahun

Nilai PMA

Growth Tahun

Nilai PMA

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah DIY, dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai investasi (PMA) dari tahun 1986-2011, bisa dikatakan meningkat meskipun ada penurunan pada tahun- tahun tertentu. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan PMA di DIY hingga tahun 1987 belum begitu menggembirakan. Namun pada tahun-tahun selanjutnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama mulai tahun 1998. Semua ini banyak disebabkan oleh kebijaksanaan pemerintah yang cukup terbuka bagi investasi, khususnya investasi asing, karena kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada, baik dari segi peraturan maupun birokrasinya disusun dengan sistematis dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi Indonesia.

Perkembangan investasi di Provinsi DIY, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) pada tahun 2005 – 2008 berfluktuasi meskipun cenderung meningkat. Peningkatan investasi ini diharapkan dapat memacu perekonomian ke arah yang lebih baik sehingga kesejahteraan masyarakat juga membaik. Pada tahun 2008, di saat periode krisis keuangan global, kondisi investasi di Provinsi DIY cukup tinggi/meningkat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 nilai investasi (PMDN dan PMA) di Provinsi DIY masing-masing sebesar Rp 4,09 triliun, Rp 4,02 triliun, Rp 4,08 triliun dan Rp 4,22 triliun. Trend peningkatan nilai investasi yang positif ini harus terus dijaga sehingga secara langsung akan meningkatkan kapasitas perekonomian daerah.

B. Pendapatan Domestik Regional Bruto DIY

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Daerah Istimewa Yogyakarta, Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta (BPS Kota Yogyakarta), Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY) dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta pendapatan domestik bruto regional (PDRB) DIY dalam kurun periode waktu dari tahun 1986-2011, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Perkembangan PDRB DIY (Harga Berlaku) Periode 1986-2011 (dalam juta rupiah)

Tahun

Nilai PDRB Growth

Tahun

Nilai PDRB Growth

Sumber : Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) DIY, Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta, dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta 2012

C. Penanaman Modal Dalam Negeri di DIY

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Badan Koordinasi Perkembangan Penanaman Modal Daerah Istimewa Yogyakarta (BKPM DIY) dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (BI DIY), nilai penanaman dan pertumbuhan modal asing di DIY dalam kurun periode waktu dari tahun 1986-2011, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Penanaman Modal Dalam Negeri di DIY Periode 1986-2011 (dalam juta) Tahun

Nilai PMDN

Growth

Tahun

Nilai PMDN Growth

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah DIY, dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta 2012

D. Catatan Inflasi Indonesia periode 1986-2011

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (BPS DIY), dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (BI DIY) kondisi inflasi yang melanda Indonesia dalam kurun periode waktu dari tahun 1986-2011, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.4

Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia Periode 1986-2011 (dalam %)

Inflasi Growth

5.38 5% Sumber : Badan Pusat Statistik DIY, 2012

Pada tabel terlihat laju inflasi di Indonesia periode 1986-2004 masih sangat fluktuatif. Pada tahun 1998 tingkat inflasi melambung naik sangat tinggi hingga mencapai 77,63%. Hal ini dikarenakan adanya krisis ekonomi yang mulai melanda Indonesia. Menurut Anwar Nasution, penyebab inflasi yang tinggi terutama adalah terjadinya masa paceklik bahan pangan akibat musim kemarau yang berkepanjangan yang disertai oleh peningkatan harga barang ekspor non minyak pada tahun 1998, meningkatnya pemasukan modal/pinjaman swasta dari luar negeri dan berlipat gandanya penerimaan minyak akibat peningkatan harga minyak pada pasaran dunia.

E. Kondisi Suku Bunga (LIBOR) periode 1986-2011

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Bank Indoensia (BI), dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (BI DIY) tingkat suku bunga (mengacu pada London Inter Bank Offer Rate) dalam kurun periode waktu dari tahun 1986-2011, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Tingkat Suku Bunga Internasional (LIBOR)

Periode 1986-2011 (dalam %)

Tahun

Suku Bunga Growth

Tahun

Suku Bunga

Sumber : Bank Indonesia, dan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta 2012

Pada kurun waktu ini, dapat dikatakan bahwa suku bunga internasional rata-rata per tahun masih berada di bawah dua digit, namun di tahun 1989- 1992 suku bunga mencapai dua digit, yang disinyalir akibat adanya resesi yang melanda dunia saat itu. Tingkat bunga dalam suatu perekonomian yang relatif kecil dan terbuka hubungan ekonomi dunia, akan cenderung sama dengan tingkat bunga di pasar internasional. Perekonomian yang kecil dan terbuka seperti ini tidak dapat secara bebas menentukan tingkat bunganya Pada kurun waktu ini, dapat dikatakan bahwa suku bunga internasional rata-rata per tahun masih berada di bawah dua digit, namun di tahun 1989- 1992 suku bunga mencapai dua digit, yang disinyalir akibat adanya resesi yang melanda dunia saat itu. Tingkat bunga dalam suatu perekonomian yang relatif kecil dan terbuka hubungan ekonomi dunia, akan cenderung sama dengan tingkat bunga di pasar internasional. Perekonomian yang kecil dan terbuka seperti ini tidak dapat secara bebas menentukan tingkat bunganya

F. Analsis Deskriptif

Analysis ) menghitung dan memperlihatkan tabel yang berisikan rata-rata (means), median, nilai maksimum dan nilai minimum, deviasi standar dan analisis deskriptif lainnya

dari satu atau beberapa variabel dalam kelompok

Tabel 4.6 Analsis Deskriptif

Variabel

Minimum Maksimum

Mean

St. Deviasi

PMDN (X1)

86.672.586 62.939.641,19 PDRB (X2)

20.543.099 20.366.722,89 SUKU BUNGA (X3)

INFLASI (X4) 26 2,01

14,04 PMA (Y)

9.433.656 13.229.193,97 Sumber : Data Primer yang diolah 2012

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat dijelaskan beberapa hal berikut :

1. Variabel PMDN (X1) mempunyai nilai minimum sebesar 4.416.699 dan nilai maksimum sebesar 188.876.300. Rata-rata nilai PMDN sebesar 86.672.586 dengan standar deviasi sebesar 62.939.641,19.

2. Variabel PDRB (X2) mempunyai nilai minimum sebesar 1.162.126 dan nilai maksimum sebesar 74.270.860. Rata-rata nilai PDRB sebesar 20.543.099dengan standar deviasi sebesar 20.366.722,89.

3. Variabel Suku Bunga (X3) mempunyai nilai minimum sebesar 3,49 dan nilai maksimum sebesar 10,92. Rata-rata nilai Suku Bunga sebesar 7,36 dengan standar deviasi sebesar 2,35.

4. Variabel Inflasi (X4) mempunyai nilai minimum sebesar 2,01 dan nilai maksimum sebesar 77,63. Rata-rata nilai Inflasi sebesar 12,90 dengan standar deviasi sebesar 14,04.

5. Variabel PMA (Y) mempunyai nilai minimum sebesar 44.014 dan nilai maksimum sebesar 40.145.200. Rata-rata nilai PMA sebesar 9.433.656 dengan standar deviasi sebesar 13.229.193,97.

G. Analisis dan Pembahasan

Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi PMA di DIY periode 1986-2011. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS) atau lebih dikenal dengan istilah Regresi Linier Berganda. Adapun formulasi modelnya adalah sebagai berikut :

Y t = 0 + 1 X 1t + 2 X 2t + 3 X 3t + 4 X 4t +e

dimana : Y t = Besarnya penanaman modal asing (Milyar Rupiah)

1t

= PDRB (Milyar Rupiah)

2t

= PMDN (Milyar Rupiah)

3t

= Tingkat Inflasi (%)

4t

= Tingkat Suku Bunga (%)

0 = Konstanta

1 – 4 = Koefisien regresi

e = Residual Dengan mengoperasikan persamaan tersebut atas data yang diperoleh dalam penelitian, maka diperoleh hasil regresi yang ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.7 Hasil Estimasi Regresi Linier Berganda

Variabel

Koefisien Regresi (B)

t hitung

t tabel

Tidak Signifikan PDRB (X1)

Signifikan PMDN (X2)

Signifikan Inflasi (X3)

Tidak signifikan Suku Bunga (X4)

Tidak signifikan

Standard Error

Adjusted R Square

F Hitung

Sumber : Data Primer yang diolah, 2012

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, diperoleh variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi PMA di DIY dalam bentuk persamaan regresi berikut :

Y = -7.518.544,64 + 0.324 X 1 - 0.106 X 2 + 1,380 D

Terlihat bahwa PMA di DIY dipengaruhi oleh variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (X2).

H. Pengujian Hipotesis

1. Uji F Uji F dilakukan untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh suku bunga, tingkat inflasi, penanaman modal dalam negeri, PDRB Provinsi

D.I. Yogyakarta secara bersama-sama terhadap penanaman modal asing di DIY.

Hipotesis: Ho

: Suku bunga, tingkat inflasi, penanaman modal dalam negeri, PDRB DIY secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ha : Suku bunga, tingkat inflasi, penanaman modal dalam negeri, PDRB DIY secara simultan berpengaruh sinifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta.

-1, n-k}) -1, n-k})

Diketahui F tabel dengan signifikansi 0,05 adalah 2,840 dan diperoleh nilai F hitung sebesar 31,501 dengan sig F=0,000. Oleh karena nilai F hitung > F tabel maka dapat kita ketahui bahwa Ho ditolak atau dengan kata lain bahwa suku bunga, tingkat inflasi, penanaman modal dalam negeri, dan PDRB berpengaruh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta selama periode 1986 hingga 2011.

2. Uji t Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap variabel bebasnya secara individual. Hipotesis: Ho

: Suku bunga, tingkat inflasi, penanaman modal dalam negeri, PDRB DIY secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ha : Suku bunga, tingkat inflasi, penanaman modal dalam negeri, PDRB DIY secara simultan berpengaruh sinifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jika t hitung > t tabel atau –t hitung < -t tabel Jik -t tabel

diterima

Diketahui t tabel (2 sisi) dengan = 0,10 dan df = 25 yaitu 1,708 Diketahui t tabel (2 sisi) dengan = 0,10 dan df = 25 yaitu 1,708

Diperoleh nilai t hitung untuk variabel untuk PDRB adalah sebesar 3,426. Oleh karena nilai t hitung > t tabel (3,426 > 1,708) maka dapat dikatakan bahwa Ho ditolak. Artinya, variabel PDRB berpengatuh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Variabel PMDN (X2)

Berdasarkan tabel 4.2, diperoleh nilai t hitung untuk variabel untuk PMDN adalah sebesar 3,780. Oleh karena nilai t hitung > t tabel (3,780 > 1,708) maka dapat dikatakan bahwa Ho ditolak. Artinya, variabel PMDN berpengatuh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. Variabel Inflasi (X3)

Berdasarkan tabel 4.2, diperoleh nilai t hitung untuk variabel inflasi adalah sebesar -0,398. Oleh karena nilai t hitung < t tabel (-0,398 < 1,708) maka dapat dikatakan bahwa Ho diterima. Artinya, variabel inflasi tidak berpengatuh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta.

d. Variabel Suku Bunga (X4)

Berdasarkan tabel 4.2, diperoleh nilai t hitung untuk variabel suku bunga adalah sebesar 0,460. Oleh karena nilai t hitung < t tabel (0,460 < 1,708) maka dapat dikatakan bahwa Ho diterima. Artinya, variabel suku bunga tidak berpengatuh signifikan terhadap penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Koefisien Determinan Majemuk Uji R 2 digunakan untuk menghitung seberapa besar variasi dari variabel tergantung dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya. Berdasarkan tabel

4.2 di depan, diperolah nilai R 2 (Adjusted R Square) sebesar 0,830.

Artinya sebesar 83% variabel penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta (variabel dependen) yang dapat dijelaskan oleh variabel PDRB DIY, PMDN, Inflasi, dan suku bunga sebagai variable bebasnya. Sementara sisanya (17%) dijelaskan oleh variabel lain.

4. Uji terhadap Penyimpangan Asumsi Klasik Model OLS

Sebelum dilakukan interpretasi atas hasil regresi, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian penyimpangan terhadap asumsi-asumsi klasik dari model OLS (Ordinary Least Square), sehingga dapat diketahui apakah model yang dipakai tersebut relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan meliputi uji multikolinieritas, heterokedastisitas, dan autokorelasi.

a. Uji terhadap Gejala Multikolinieritas

Multikolinieritas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi (Damodar Gujarati: 1988). Jadi multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independentt. Untuk mengetahui keberadaan multikolinieritas antara lain dengan langkah pengujian terhadap masing-masing variabel independent dengan mengetahui

seberapa jauh korelasinya (r 2 ) yang didapat dari hasil regresi bersama variabel independent dengan variabel dependen. Jika ditemukan nilai r 2 melebihi nilai R 2 pada model penelitian, maka dari model persamaan tersebut terdapat multikolinieritas, dan sebaliknya jika R 2 lebih besar dari semua r 2 maka menunjukkan tidak

terdapatnya multikolinieritas pada persamaan yang diuji. Pengujian atas batasan ini untuk persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian menghasilkan:

Tabel 4.8 Uji Multikolinieritas

Variabel

r 2 R 2 Kesimpulan

PDRB (X1)

Tidak ada Multikolinieritas

PMDN (X2)

Tidak ada Multikolinieritas

Inflasi (X3)

Tidak ada Multikolinieritas

Suku Bunaga (X4)

Tidak ada Multikolinieritas

Sumber: Data Primer yang diolah, 2012

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa keseluruhan nilai r 2 kurang dari 0.857. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keempat variabel di atas bebas atau tidak saling berkorelasi.

b. Uji terhadap Gejala Heterokedastisitas

Pengujian terhadap heterokedastisitas dilakukan dengan pengujian Park. Caranya dengan meregresikan logaritma linier antara nilai residual kuadrat dan nilai variabel inbdependen untuk memperoleh nilai koefisien yang kemudian dilihat signifikansinya. Jika nilai signifikansinya lebih dari 5 % (0,05), maka tidak terdapat heterokedastisitas. Sebaliknya jika signifikansinya lebih kecil dari 5 % (0,05), maka terdapat heterokedastisitas.

Tabel 4.9 Uji Heterokedastisitas (Uji Park)

Variabel

Sig.t Sig

Kesimpulan

PDRB (X1)

Tidak ada heterokedastisitas

PMDN (X2)

Tidak ada heterokedastisitas

Inflasi (X3)

Tidak ada heterokedastisitas

Suku Bunaga (X4)

Tidak ada heterokedastisitas

Sumber: Data Primer yang diolah, 2012

Berdasarkan tabel di atas, semua nilai signifikansi variabel independen lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heterokedastisitas dalam model regresi.

c. Uji terhadap Gejala Autokorelasi

Algifari (2000:89) mengemukakan bahwa autokorelasi merupakan korelasi antara anggota sampel yang di urutkan berdasarkan waktu. Untuk mendiagnosis adanya autokorekasi dalam suatu model regresi dilakukan dengan pengujian terhadap nilai uji Durbin Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 4.10 Pengukuran Autokorelasi

Hipotesis

Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif

Tolak

0 < d < dl

Tidak ada autokorelasi positif

No Decision dl

Tidak ada autokorelasi negative

Tolak

4-dl < d < 4

Tidak ada autokorelasi negative

No Decision 4-du -dl

Tidak ada autokorelasi positif atau negative

Diterima

du < d < 4-du

Sumber: Algifari, 2000

Adapun nilai dl dan du sesuai dengan tabel Durbin Watson dengan jumlah varibel 4 dan jumlah data 26 yaitu dl = 0,855 dan du = 1,517. Pengujian dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Berdasarkan model summary (lampiran) diperoleh nilai DW hitung adalah 1,380. Dari 4.5 di atas, dapat kita ketahui bahwa nilai DW hitung terletak pada interval 0,855 sampai dengan 1,517. Dengan demikian, DW jatuh pada daerah yang tidak terdapar korelasi positif antara anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu.

Berdasarkan hasil regresi OLS yang dilakukan untuk membuktikan praduga dalam penelitian ini, dapat dikatakan memenuhi semua asumsi klasik ekonometri, sehingga persamaan yang dihasilkan dapat digunakan untuk diintepretasikan secara ekonomi.

I. Interpretasi Ekonomi

Hasil pengujian statistik dan ekonometrik yang telah dilakukan diatas, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menerangkan perubahan-perubahan penanaman modal asing di DIY. Dari seluruh variabel utama yang dimasukkan ke dalam model, ternyata tidak semua variabel bebas signifikan. Hal ini berarti penanaman modal asing di DIY hanya dipengaruhi oleh sebagian dari variabel bebas yang diuji. Pengujian statistik yang telah dilakukan meliputi besaran-besaran koefisien

determinasi (R 2 ) dan pengujian arti penting statistik baik bagi masing-masing koefisien regresi secara individu (membandingkan t hitung dengan t tabel) maupun arti penting secara simultan (membandingkan F hitung dengan F tabel). Pengujian lain yang berkenaan dengan uji terhadap penyimpangan asumsi klasik atas gejala multikolinieritas, heterokedastisitas dan autokorelasi.

Koefisien determinasi (R 2 ) yang diperoleh cukup tinggi, yaitu 0,830 (mendekati 1), sehingga dapat diartikan bahwa sebesar 83 % variabel penanaman modal asing di Daerah Istimewa Yogyakarta (variabel tergantung) dapat dijelaskan oleh variabel PDRB DIY, PMDN, Inflasi, dan suku bunga sebagai variabel bebasnya. Sementara sisanya (17%) dijelaskan oleh variabel yang lain.

Hasil pengujian yang telah dilakukan, diperoleh F hitung sebesar 31,501 yang lebih besar dari F tabel pada tingkat signifikansi 5% (2,840). Ini berarti bahwa penanaman modal asing di DIY secara simultan dipengaruhi oleh PDRB DIY, PMDN, Inflasi, dan suku bunga. Interpretasi dari uji terhadap signifikansi masing-masing variabel yang diteliti dijelaskan sebagai berikut:

1. PDRB Hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk variabel PDRB sebesar 3,426 dengan signifikansi 0,003. Melihat t hitung yang lebih besar dari tabel (3,426 > 1,708) dapat dikatakan bahwa Ho daru uji hipotesis ditolak yang berarti bahwa variabel PDRB mempengaruhi secara signifikan perubahan modal asing di Daeerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh positif variabel PDRB (X1) dapat dilihat pada model regresi yang terbentuk, yaitu sebesar 3,426. Pengaruh positif ini memberi arti bahwa antara PDRB dan penanaman modal asing memiliki hubungan yang searah, yaitu jika PDRB ditingkatkan 1 satuan maka penanaman modal asing di DIY akan bertambah sebesar 3,426. Sebaliknya, jika PDRB berkurang 1 satuan maka penanaman modal asing akan turun sebesar 3,426.

Hal ini memberi indikasi bahwa upaya untuk mengurangi biaya antara dari masing- masing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) di Daerah Istimewa Yogyakarta telah banyak diupayakan oleh pelaku ekonomi atau unit-unit usaha, agar mampu memiliki kemampuan finansial. Unit-unit produksi yang dikelompokkan menjadi lapangan usaha, diarahkan agar mampu bersaing tanpa harus mengembangkan volume pembiayaan, sehingga usaha itu lebih survival, dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

2. PMDN Hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk variabel PMDN sebesar 3,780 dengan signifikansi 0,001. Melihat t hitung yang lebih besar dari tabel (3,780 > 1,708) dapat dikatakan bahwa Ho daru uji hipotesis ditolak yang berarti bahwa variabel PMDN mempengaruhi secara signifikan perubahan modal asing di Daeerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh positif variabel PMDN (X1) dapat dilihat pada model regresi yang terbentuk, yaitu sebesar 3,780. Pengaruh positif ini memberi arti bahwa antara PDMN dan penanaman modal asing memiliki hubungan yang searah, yaitu jika PMDN ditingkatkan 1 satuan maka penanaman modal 2. PMDN Hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk variabel PMDN sebesar 3,780 dengan signifikansi 0,001. Melihat t hitung yang lebih besar dari tabel (3,780 > 1,708) dapat dikatakan bahwa Ho daru uji hipotesis ditolak yang berarti bahwa variabel PMDN mempengaruhi secara signifikan perubahan modal asing di Daeerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh positif variabel PMDN (X1) dapat dilihat pada model regresi yang terbentuk, yaitu sebesar 3,780. Pengaruh positif ini memberi arti bahwa antara PDMN dan penanaman modal asing memiliki hubungan yang searah, yaitu jika PMDN ditingkatkan 1 satuan maka penanaman modal

Peran pemerintah daerah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif nampaknya akan memberikan hasil yang baik. Strategi untuk berperan secara sistematis sejajar terhadap pengusaha pribumi untuk lebih berkembang. Paradigma ini yang dikembangkan pemerintah dan pelaku usaha, sehingga peran PMDN akan semakin terasa manfaatnya, efeknya atau dampaknya.

3. Inflasi Hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk variabel inflasi sebesar - 0,398 dengan signifikansi 0,695. Melihat t hitung yang lebih kecil dari tabel (-0,398 < 1,708) dapat dikatakan bahwa Ho daru uji hipotesis diterima yang berarti bahwa variabel inflasi tidak mempengaruhi secara signifikan perubahan modal asing di Daeerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh negatif variabel Inflasi (X3) dapat dilihat pada model regresi yang terbentuk, yaitu sebesar -0,398. Pengaruh negatif ini memberi arti bahwa antara Inflasi dan penanaman modal asing memiliki hubungan yang berbanding terbalik, yaitu jika Inflasi ditingkatkan 1 satuan maka penanaman modal asing di DIY akan berkurang sebesar 0,398. Sebaliknya, jika Inflasi berkurang 1 satuan maka penanaman modal asing akan bertambah sebesar 0,398.

Amat disayangkan bahwa pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta belum mampu menekan laju inflasi sehingga masih menciptakan kesenjangan antara pemilik modal besar dengan perusahaan bermodal menengah. Namun tingkat inflasi ini dirasakan secara nasional, sehingga tidak perlu banyak berpengaruh terhadap iklim usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri.

4. Suku Bunga Hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk variabel suku bunga sebesar 0,460 dengan signifikansi 0,650. Melihat t hitung yang lebih kecil dari tabel (0,460 < 1,708) dapat dikatakan bahwa Ho daru uji hipotesis 4. Suku Bunga Hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk variabel suku bunga sebesar 0,460 dengan signifikansi 0,650. Melihat t hitung yang lebih kecil dari tabel (0,460 < 1,708) dapat dikatakan bahwa Ho daru uji hipotesis

Harus diakui bahwa tingkat suku bunga yang rendah akan memberikan dampak terhadap pengembangan usaha menengah dan kecil, bahkan mikro. Hal ini menjadi fokus usaha dari pemerintah dan sektor swasta dalam melaksanakan kegiatan bisnis dan memberi iklim yang kondusif terhadap kegiatan bisnis di Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri mungkin secara mandiri.

Pengujian terhadap hipotesis yang telah dikemukakan diperoleh bahwa koefisien yang negatif adalah hanya pada variabel inflasi, sedangkan pada variabel lainnya, yaitu PDRB DIY, PMDN dan suku bunga menunjukkan hubungan yang positif. Akan tetapi variabel suku bunga dan tingkat inflasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penanaman modal asing di Indonesia. Berarti bahwa tidak seluruh variabel bebas yang diteliti sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan dalam skripsi ini.

Variabel bebas yang signifikan mempengaruhi penanaman modal asing di DIY (yaitu PDRB DIY dan PMDN), terlihat bahwa variabel bebas yang memiliki koefisien terbesar adalah PMDN yaitu sebesar 3,870. Hal ini berarti PMDN memberikan pengaruh dominan terhadap penanaman modal asing dibandingkan variabel bebas yang lain. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa investor asing cenderung berani menanamkan modalnya dengan lebih besar di Indonesia jika ada hasil positif dari investasi tersebut yang tampak mata dan dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Percerminan dari hal ini adalah tingginya nilai penanaman modal dalam negeri atau PMDN itu sendiri.