BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD IDRIS JAUHARI
A. Profil KH. Muhammad Idris Jauhari
1. Latar Belakang Keluarga
KH. Muhammad Idris Jauhari lahir pada tanggal 28 Nopember 1950 di Prenduan, sebuah desa yang berada di pinggir selatan kabupaten
Sumenep dan hampir mendekati perbatasan antara kabupaten Sumenep dengan kabupaten pamekasan. KH. Muhammad Idris Jauhari adalah putera
kedua dari tiga bersaudara yang pertama adalah KH. M. Tidjani Djauhari MA, dan yang ketiga KH. Maktum Djauhari MA. Ayahnya bernama KH.
Ahmad Djauhari yang terlahir di desa yang sama yaitu Prenduan. KH. Ahmad Djauhari merupakan pendiri dari pondok pesantren Al-Amien.
Pada awal mulanya pondok ini bernama pondok Tegal, karena berlokasi di atas tanah tegalan yang letaknya kurang lebih 150 m. Sebelah utara masjid
Jamik Prenduan. Dimana pada awal berdirinya pondok ini hanya memiliki dua lembaga pendidikan tingkat dasar, yaitu Mathlabul Ulum putra dan
Tarbiyatul Banat putri. Di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Djauhari demi untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap putra-putri mereka, maka pada tahun 1975 dibukalah lokasi baru di sebelah timur pondok putra guna
menampung santriwati yang berdatangan dari desa Prenduan dan sekitarnya. Mereka ditampung di sebuah lembaga pendidikan yang
bernama Sekolah Persiapan Mualimat di bawah asuhan keponakan dan
42
43
cucu dari alhmarhum KH. Ahmad Djauhari, yaitu Hj. Shiddiqah Wardi dan KM. Asyari Kafie.
Sekolah persiapan Mualimat ini kemudian dikembangkan menjadi madrasah Tsanawiyah 1980, Madrasah Aliyah 1983 dan Tarbiyatul
Mualimat Al-Islamiyah diresmikan oleh Nyai Hi. Dra. Arisah Fatimah Zarkasyi putri dari M. Zarkasyi guru KH. M. Idris Djauhari pada tahun
1985. Sementara di pondok Tegal Madrasah Mathlabul Ulum. Tarbiyatul Banat serta Madrasah Ibtidaiyah yang pernah didirikan oleh almarhum
KH. Ahmad Djauhari tetap dipertahankan eksistensinya, bahkan dibuka lagi beberapa madrasah lain yaitu Taman kanak-kanak 1984, Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah khusus untuk putra 1983. Semuanya di bawah pimpinan keponakan almarhum M. Musyhab Fatawi.
Kemudian dibuka Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah STIDA tahun 1983 di bawah pimpinan Ustadz Jamaluddin Kafie yang sekarang
dipimpin oleh putra terakhir dari almarhum KH. Ahmad Djauhari yaitu KH. Maktum Djauhari, dan pesantren Tinggi Al-Amien PTA tahun 1983
yang aktif berjalan pada tahun 1989. Pada tahun 1989, KH. Tidjani Djauhari kembali dari Mekkah, maka pucuk kepemimpinan dan pengasuh
pondok pesantren diserahkan kepada KH. Tidjani Djauhari. Sedangkan KH. Muhammad Idris Jauhari menjadi Direktur Tarbiyatul Mualimin Al-
Islami TMI sampai sekarang.
2. Latar Belakang Pendidikan
Seperti halnya anak-anak lainnya, pada umur 7 tahun KH. Muhammad Idris Jauhari memasuki jenjang pendidikan dasar SD pada
44
pagi hari, dan di siang harinya mengikuti Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah MI yang penyelenggaraan pendidikannya dilaksanakan setelah setelah
dhuhur. Untuk itu KH. Muhammad Idris Jauhari sejak di jenjang pendidikan dasar telah mengenal dasar-dasar pendidikan dan ilmu
pengetahuan agama Islam di samping ilmu pengetahuan umum, ini mencerminkan semangat keilmuan dan keagamaannya yang mendapatkan
akar dukungan yang kuat dalam tradisi lingkungannya. Dan semangat itu pula yang mendorongnya untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu ke Pondok Pesantren pada tahun 1965, dan yang menjadi alternatif kelanjutan pendidikannya
adalah Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo yang tergolong sebagai pondok pesantren yang memiliki popularitas Nasional bahkan
Internasional. Hal ini sesuai dengan pemikiran dan pandangan ayahnya yang menginginkan putra-putranya untuk menuntut ilmu dalam rangka
mempersiapkan diri menjadi kader-kader penerus perjuangannya dalam lapangan pendidikan. Agar nantinya pondok pesantren yang didirikannya
menjadi pondok pesantren yang representatif serta mampu menjawab tantang zaman dan tuntutan umat. Di pondok pesantren Gontor ini, KH.
Muhammad Idris Jauhari nyantri selama 6 tahun mulai dari tahun 1965 sampai tahun 1970, dengan memasuki lembaga pendidikan Kulliyatul
Mualimin Al-Islami KMI dengan masa tempuh 6 tahun dari kelas satu sampai dengan kelas enam.
Lembaga pendidikan Kulliyatul Mu’alimin Al-Islami KMI
setingkat dengan Madrasah Tsanawiyah - Madrasah Aliyah MTs - MA
45
atau Sekolah Menengah Pertama-Sekolah Menengah Atas SMP-SMA. Perbedaannya hanya terletak pada isi atau kurikulum yang dipakai.
Kurikulum yang dipakai di lembaga ini mengaksentuasikan pada pengajaran ilmu pengetahuan agama Islam serta ilmu alat. Oleh karena itu
alumni dari pondok pesantren ini oleh kalangan pondok pesantren sendiri sering dinilai lebih berkualitas secara intelektual apabila dibanding dengan
sekolah agama yang dikelola oleh pemerintah. Selama belajar di pondok pesantren Darussalam Gontor inilah KH.
Muhammad Idris Jauhari mempunyai atau memiliki kegemaran membaca kitab kuning. Di saat semangatnya menggebu-gebu dalam rangka
menambah ilmu pengetahuannya, KH. Muhammad Idris Jauhari dipanggil pulang untuk meneruskan pimpinan pondok pesantren Tegal. Karena KH.
Ahmad Djauhari ayahnya dipanggil pulang kerahmatullah wafat. Sebenarnya tampuk kepemimpinan pondok pesantren Al-Amien Prenduan
setelah wafatnya KH. Ahmad Djauhari dipegang oleh putra pertama yaitu KH. Tidjani Djauhari, akan tetapi pada saat itu KH. Tidjani Djauhari
sedang menuntut ilmu di Makkah, maka untuk sementara KH. Muhammad Idris Jauhari yang memegang kepemimpinan pondok Pesantren yang
ditinggalkan ayahnya. Pada awal kepemimpinannya inilah akhirnya terbentuk sebuah
lembaga pendidikan yang berbentuk pondok pesantren dengan memakai nama yang pernah dipakai oleh almarhum ayahnya KH. Ahmad Djauhari
1960 yaitu Tarbiyatul Mualimin Al-Islamlyah TMI yang menempati lokasi baru seluas -+6 Ha. Dan pada awal kepemimpinannya pula
masyarakat masih banyak yang kurang memberikan keparcayaan penuh
46
karena masyarakat mempunyai asumsi bahwa KH. Muhammad Idris Jauhari akan merubah tatanan atau tradisi yang ada secara revolusioner, di
samping rasa tidak percaya akan kemampuan atau kualitas keilmuan yang dimiliki oleh KH. Muhammad Idris Jauhari, alasan masyarakat pada saat
itu juga KH. Muhammad Idris Jauhari masih berusia 18 tahun menurut mereka terlalu muda. Sehingga beliau lebih banyak berjalan-jalan atau
kalau dalam bahasa Jawa disebut dengan Dulanan dibanding mengurusi pondok, akan tetapi setelah mendapat mandat dari KH. Zarkasyi
Pengasuh pondok pesantren Modern Gontor Ponorogo kebiasaan tersebut sedikit demi sedikit berkurang dan mulai mencoba mengurus
santri yang akhirnya menjadi sebuah hobi. Ketidak percayaan masyarakat terhadap beliau dirasakan setelah
sepuluh tahun dan kepercayaan itu baru dirasakan setelah Pondok yang diasuhnya dapat mengirim out put ke luar negeri yaitu ke Arab Saudi dan
Mesir.
3. Kiprah Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari
Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari di luar PP. Al-amien adalah seperti mengadakan kelompok-kelompok pengajian, dakwah bil hal-nya
seperti mengadakan Bitul Mal Wat Tamwil, berupa gerakan-gerakan sosial yang dilakukan oleh PP. Al-amien kepada masyarakat. Dan dakwah bil
kitabah KH. Muhammad Idris Jauhari menyukai tulis-menulis, seperti mengarang buku, yakni salah satunya adalah buku Dzikrullah sepanjang
waktu.
1
1
Wawancara bersama KH. Muhammad Idris Jauhari di PP. Al-Amien, Prenduan, Sumenep, Madura. Pada tanggal 15 Maret 2010
47
Selama mengurus pondok pesantren Al-Amien, KH. Muhammad Idris Jauhari lebih banyak memperhatikan pengembangan pondoknya. Dari
pengajaran dan pendidikan yang berikannya kepada santrinya dengan harapan bahwa kelak kemudian hari pada santrinya bisa menggantikan kedudukannya
sebagai da’i di desanya masing-masing sebagai petugas agama dalam komunitas Islam, sehingga dengan demikian akan menjamin dakwah Islam
melalui pengajaran dan pendidikan. Di samping itu KH. Muhammad Idris Jauhari beranggapan bahwa mendidik santri adalah merupakan suatu tugas
yang mulia. Oleh karenanya mendidik santri sudah merupakan suatu hobi pada dirinya. Untuk itu KH. Muhammad Idris Jauhari lebih menyenangi dan
lebih memfokuskan perhatiannya kepada pendidikan dan pengembangan pondoknya dengan tidak meninggalkan dakwahnya kepada masyarakat.
Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari adalah melalui dakwah Lembaga Sosial yaitu melalui pendidikan sosial yang berbentuk Pondok
Pesantren yang di dalamnya diajarkan ajaran Islam secara praktis atau praktek sehari-hari. Metode ini agar masyarakat menjadikan tradisi mengamalkan
ajaran Islam secara sadar ataupun tidak sadar karena sudah menjadi kebiasaan yang diterapkan dalam sistem pendidikan pesantren tersebut, seperti prakata
“Ala bisa karena biasa”. Sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren harus membawa misi da’wah Islamiyah. Segala kegiatan yang
dilaksanakan harus selalu berada dalam dan tidak lepas dari konteks dakwah itu sendiri. Sekali pun fungsi dan misi utama pesantren adalah mendidik
santri atau mendidik orang agar menjadi santri. tetapi bukan berarti pondok pesantren harus melepaskan diri dari persoalan-persoalan aktual yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat.
48
Dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari yaitu melalui kaderisasi atau pengkaderan santriwan dan santriwati dari PP. Al-Amien Prenduan Madura,
ketika mereka berada di kelas 6 Mu’allimin yang setingkat dengan kelas 3 Madrasah Aliyah mereka disebar ke tempat-tempat sekitar Madura yang
masih kurang Ilmu ke-Islamannya. Hal ini menunjukkan bahwa Pondok pesantren harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah
masyarakat dan melibatkan diri secara aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan dakwah praktis. Sebab jika tidak demikian, berarti
pesantren telah menafikan dirinya sebagai sebuah lembaga yang berasal dari, dikelola oleh dan melaksanakan misinya untuk masyarakat. Hanya saja,
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan pesantren harus tetap berhulu dan bermuara pada dasar, bingkai dan tujuan-tujuan pendidikan,
sebagai misi dan tugas utama pesantren. Metode pengkaderan ini juga pernah dilakukan oleh para Wali Songo, contohnya seperti Sunan Ampel
memerintahkan Raden Fatah untuk berhijrah ke hutan Bintara, membuka hutan tersebut dan membuat kota baru, dan kota tersebut bernama Demak.
Beberapa kenyataan tentang hakikat pondok pesantren sebagai berikut:
a. Pondok pesantren berdiri atas niat untuk memberikan pendidikan dan
pengajaran tentang agama Islam kepada masyarakat, sehingga karenanya pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam.
b. Misi dan fungsi pondok pesantren tidak bisa dilepaskan dari misi dan
fungsi dakwah Islamiyah, sebagai kelanjutan dari risalah yang telah dirintis oleh para Nabi dan Rasul.
49
c. Seluruh penghuni pesantren selalu memiliki niat yang sama, yaitu semata-
mata untuk beribadah, mengabdi, berjuang dan berkorban li-ilaai kalimatillah. Karenanya pesantren bisa disebut sebagai lembaga
pengabdian, perjuangan dan pengorbanan. d.
Nilai-nilai dasar, jiwa, dan tradisi-tradisi yang menjadi landasan dan dikembangkan di pesantren adalah Islami, tarbawi dan ma’hadi.
e. Pondok pesantren berasal dari kebudayaan asli bangsa Indonesia dan
hanya ada, di Indonesia. Karenanya, ia selalu memiliki komitmen yang kuat dengan budaya dan konsensus-konsensus bangsa, serta memiliki
kepedulian yang tinggi terhadap pembangunan bangsa yang sedang berlangsung.
f. Pondok pesantren selalu berdiri atas kehendak atau inisiatif santri dan
masyarakat, dikelola oleh santri bersama masyarakat, dan menjalankan misinya untuk kepentingan masyarakat. Karena itu, pondok pesantren
memiliki kepedulian yang tinggi pada masalah-masalah kemasyarakatan dan para penghuninya selalu hidup harmonis dengan masyarakat
sekitarnya. g.
Pondok pesantren selalu dipimpin oleh seorang kyai yang berwibawa, dihormati dan diteladani oleh santri dan masyarakat sekitarnya, yang sejak
awal memang sudah diakui otoritas dan kapasitas iman, akhlak. ilmu dan amaliyahnya.
h. Kehidupan di pesantren selalu dilandasi oleh akidah, syariah, dan akhlak
Islam, yang realisasinya disesuaikan dengan tradisi dan kondisi masyarakat setempat.
50
i. Kehidupan di pesantren selalu berlangsung dalam pancaran Pancajiwa
Pesantren, yaitu keikhlasan, kesederhanaan, kekeluargaan dan persaudaraan, kemandirian dan kepercayaan diri, serta kemerdekaan dan
kebebasan yang bertanggung jawab. j.
Segala kegiatan di pesantren berlangsung dalam bentuk tradisi atau sunnah yang berjalan secara otomatis, bukan sekedar aturan atau slogan
kosong. k.
Tradisi dan sunnah tersebut menyangkut hubungan antara kyai dengan santri, antara sesama santri, dan antara kyai dan santri dengan masyarakat
sekitar. l.
Di lingkungan pesantren selalu ada dua sarana pendidikan yang paling pokok, yaitu masjid atau langgar tempat seluruh penghuninya beribadah
dan belajar, serta pondokan atau asrama tempat para santri tinggal sehari- hari. Sedangkan sarana-sarana yang lain biasanya berkembang secara
bertahap. m.
Segala kegiatan dan kebutuhan para santri sehari-hari selalu diatur dan dikelola oleh para santri sendiri secara koperatif dan dalam bentuk self
govement. Dari hal itulah terlihat sebuah dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari
dalam mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren yang sangat besar tanggung jawabnya. Baik kepada santrinya, masyarakat yang percaya untuk
menyerahkan anak-anaknya untuk dididik ilmu agama dan tanggung jawab yang lebih besar lagi adalah kepada Allah SWT.
51
4. Karya KH. Muhammad Idris Jauhari
KH. Muhammad Idris Jauhari merupakan pimpinan pondok yang sangat produktif dalam mengembangkan bakatnya, terutama dalam bidang
tulis menulis. Adapun hasil karya KH. Muhammad Idris Jauhari baik karya tulis dan ceramahnya dalam bentuk VCD dan kaset yang telah diterbitkan di
PP. Al Amien Prenduan antara lain adalah : 1.
Karya Tulis KH. Muhammad Idris Jauhari yang berkaitan dengan dakwah Islam:
a. Sekitar Masalah Shalat Jama’ah
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan pertama pada bulan November 2008. Isinya yaitu, Fadhilah shalat
jama’ah, Hukum shalat jama’ah, Di mana kita berjama’ah, Shalat jama’ah untuk kaum muslimat, Pengaturan shaf shalat jama’ah, Hal-
hal yang perlu diperhatikan imam, Tata cara pelaksanaan Shalat Jama’ah, Dzikir dan doa Jama’i setelah shalat jama’ah.
b. Alumni Pesantren Sebagai Perekat Umat
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan pertama pada bulan Agustus 2005. Isinya yaitu, Mukaddimah, Perekat
umat sebagai Terminologi Qur’ani, Perekat umat sebagai Muta’arif atau pelaksana misi ta’aruf baynan nas dan lain sebagainya.
c. Anak Muda Menjadi Sufi Mengapa Tidak
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan pertama pada bulan Agustus 2003. Isinya yaitu, Mukaddimah, tasawuf
Islami, Hidup, Ibadah dan Tasawuf, Tasawuf sebagai Ilmu, Taswuf
52
dan kehidupan Sosial, Tasawuf dan anak muda, Bagaimana bertasawuf, Ilustrasi sederhana tentang bertasawuf.
d. Hakekat Pesantren dan Kunci Sukses Belajar Di Dalamnya
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan pertama. Isinya yaitu, Riwayat timbulnya Pondok Pesantren, Nilai-
nilai dasar pondok pesantren, Panca Jiwa pondok pesantren, Tradisi dan sunnah-sunnah pondok pesantren, Fungsi dan misi pondok
pesantren, Kunci Sukses belajar di pesantren
e. Berjasa Berkembang Mandiri Sebuah Falsafah Hidup Untuk Para
Santri
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan pertama pada bulan November 1999. Isinya yaitu, Mukaddimah,
Berjasa dan Berkembang mana yang harus didahulukan, Mandiri dan berkepribadian, Dakwah dan Indzarul Qoum, Proses Azamta sebelum
Tawakkal, Falsafah Khusnul khotimah.
f. Sistem Pendidikan Pesantren, Mungkinkah menjadi Sistem
Pendidikan Nasional
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan pertama pada bulan Mei 2002. Isinya yaitu, Mukaddimah, Tinjauan
historis pondok pesantren, Tinjauan Filosofis Edukatif, Kesimpulam.
g. Adab Sopan Santun
Buku ini diterbitkan oleh Mutiara Press Al-Amien Printing, cetakan ke-VII pada bulan Februari tahun 2009. Isinya yaitu Pengertian
Akhlak, Sopan santun berpakaian, Berpakaian khusus untuk kaum wanita, Sopan santun dalam pertemuan, Sopan santun berbicara, Sopan
53
santun bergurau, Sopan santun bepergian, sopan santun bertamu atau berpapasan, sopan santun berjabat tangan, Sopan santun berkunjung
dan bertamu, Sopan santun makan bersama, dan kumpulan dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadis.
2.
Karya KH. Muhammad Idris Jauhari dalam bentuk VCD dan Kaset
Karya KH. Muhammad Idris Jauhari yang berbentuk VCD dan kaset berupa dzikro renungan lima belas menit, yang selalu disampaikan
oleh KH. Muhammad Idris Jauhari kepada santri Al-Amien menjelang tidur malam, yang dikenal dalam kalangan santri sebagai Tafakkur
Menjelang Tidur. Kemudian didokumentasikan dalam sebuah VCD dan kaset yang dikemas dalam tema-tama pilihan, sebagai berikut:
a. Renungan Lima Belas Menit, Tema Sikap Keberagaman
Kaset dan VCD Ceramah Islami KH. Muhammad Idris Jauhari, Penerbit MutiaraPress. Isinya yaitu, Islam merupakan Agama Samawi
yang terakhir, Bagaimana kita seharusnya beragama, Bagaimana seharusnya bersikap kita bersikap terhadap Islam, Bagaimana kita
melaksanakan kerja-kerja keberagamaan, Pekerjaan dan keyakinan.
b. Kaset dan VCD LBM Vol 2 Antara Ijabah dan Istijabah
Kaset dan VCD Ceramah Islami KH. Muhammad Idris Jauhari, Penerbit MutiaraPress. Isinya yaitu, Doa yang berhubungan dengan
Islam, Doa ma’tsuroh Rosul, Doa Sapu jagat, Doa Rosul Dalam surat Al-Hujurat.
Dan beberapa dari karya-karyanya dan juga karya tulis KH. Muhammad Idris Jauhari merupakan buku dasar yang harus dipahami dan
54
diamalkan oleh santriwan dan satriwati PP. Al-Amien Prenduan Madura, karyanya tentang seputar ilmu pendidikan, agama, dan dakwah. Dan karyanya
yang menarik penulis untuk diteliti lebih dalam adalah karyanya yang bernuansa dakwah yaitu karyanya yang berjudul “Dzikrullah Sepanjang
Waktu”.
B. Sekilas Buku Dzikrullah Sepanjang Waktu