40
J. The Sosial Construction of Reality
Teori ini menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of
Reality: A Treatise in the sociological of knowledge pada tahun 1966. Ia
menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan di
alami bersama secara subjektif. Realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat.
29
Istilah konstruksi sosial atas realitas didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi di mana individu menciptakan secara terus
menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi
sosial di sekelilingnya. Selain itu juga hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan
dilembagakan dan kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus.
Realitas sosial yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari:
1. Realitas Objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia
obyektif yang berada di luar individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan,
2. Realitas Simbolis adalah merupakan ekspresi simbolis dari realitas
obyektif dalam berbagai bentuk,
29
H. M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Tomas Luckman,
Jakarta: Prenada Media Grup, 2008, cet. Ke-I, hal: 13-14
41
3. Realitas Subyektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses
penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.
30
Kaitan teori Social Construction of Reality yang dari segi realitas simbolis dengan pemikiran dakwah KH. Muhammad Idris Jauhari dalam buku
dzikrullah sepanjang waktu adalah ketika seorang Da’i menggambarkan proses sosialnya yang dapat menciptakan sebuah realitas simbolis. Yang mana KH.
Muhammad Idris Jauhari setelah melalui proses sosialnya melalui tindakan dan interaksinya sehingga dapat memberikan makna pada sebuah realitas
dalam bentuk ekspresi simbolis dari realitas obyektif yaitu tentang Dzikir yang dituangkan dalam karya tulisnya berjudul Dzikrullah sepanjang waktu.
Di dalam karya tulisnya tersebut KH. Muhammad Idris Jauhari mengekspresikan simbolis dari sebuah realitas atau menjelaskan tentang
sebuah dzikir, mengajak pembaca untuk melaksanakan dzikir secara situasional atau kapan saja baik sibuk maupun senggang dan dalam keadaan
apa saja baik sedih maupun senang. Teori Realitas Simbolis
yaitu teori yang menjelaskan sebuah realitas yang diberi makna atau data yang diberi makna. Sama halnya dengan KH.
Muhammad Idris Jauhari yang dalam karya tulisnya tersebut, yang mana memberikan penjelasan untuk memaknai kalimat dzikir bukan hanya dalam
kalimat-kalimat lafdhi akan tetapi diterapkan dalam aktivitas kehidupan manusia selama 24 jam dalam setiap harinya.
30
H. M. Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Tomas Luckman,
Jakarta: Prenada Media Grup, 2008, cet. Ke-I, hal: 15, 24
42
Memberikan pemahaman tentang dzikrullah dan menggambarkan dzikrullah sepanjang waktu dengan penjelasan untuk menerapkan makna
kalimat-kalimat dzikir bukan hanya dalam kalimat lafdhi akan tetapi juga dalam kehidupan nyata sehari-hari agar setiap ummat senantiasa berupaya
untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah dengan istiqomah
karena hasil dari selalu mengingat dan menyebut Asma Allah dalam kesehariannya, sehingga selalu merasa bahwa Allah selalu berada di mana
setiap manusia itu berada sehingga semua yang dihadapi akan terasa mudah dengan pertolongan Allah dan lebih merasa tawakkal.
BAB III PROFIL KH. MUHAMMAD IDRIS JAUHARI
A. Profil KH. Muhammad Idris Jauhari
1. Latar Belakang Keluarga
KH. Muhammad Idris Jauhari lahir pada tanggal 28 Nopember 1950 di Prenduan, sebuah desa yang berada di pinggir selatan kabupaten
Sumenep dan hampir mendekati perbatasan antara kabupaten Sumenep dengan kabupaten pamekasan. KH. Muhammad Idris Jauhari adalah putera
kedua dari tiga bersaudara yang pertama adalah KH. M. Tidjani Djauhari MA, dan yang ketiga KH. Maktum Djauhari MA. Ayahnya bernama KH.
Ahmad Djauhari yang terlahir di desa yang sama yaitu Prenduan. KH. Ahmad Djauhari merupakan pendiri dari pondok pesantren Al-Amien.
Pada awal mulanya pondok ini bernama pondok Tegal, karena berlokasi di atas tanah tegalan yang letaknya kurang lebih 150 m. Sebelah utara masjid
Jamik Prenduan. Dimana pada awal berdirinya pondok ini hanya memiliki dua lembaga pendidikan tingkat dasar, yaitu Mathlabul Ulum putra dan
Tarbiyatul Banat putri. Di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Djauhari demi untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap putra-putri mereka, maka pada tahun 1975 dibukalah lokasi baru di sebelah timur pondok putra guna
menampung santriwati yang berdatangan dari desa Prenduan dan sekitarnya. Mereka ditampung di sebuah lembaga pendidikan yang
bernama Sekolah Persiapan Mualimat di bawah asuhan keponakan dan
42