Selain itu keberhasilan yang telah dilakakukan oleh Misionaris Poensen dalam merekrut orang-orang Kristen baru terhadap orang-orang Jawa dengan cara
lewat keuntungan materi, artinya Poensen menciptakan lapangan pekerjaan dan memberikan kemakmuran untuk orang-orang Jawa sebagai alat penyempaian dan
menyebarluaskan agama Kristen, yang kemudian dikenal “kebijakan beras Krisren” .
1.3. Lion Cachet Tahun 1835-1899 Lion Cachet adalah seorang Misionaris yang tergabung dalam Misi
Reformasi Reformed Mission pada tahun 1855, dan ia juga sebagai seorang pendeta Nieuwe Westerwerk di Belanda, kemudian ia berlayar ke Hindia-Belanda
pada 1891 dan menjadi seorang inspektur kerja Misionaris selama sepuluh tahun berdomisi di Jawa. Ia mengkritik pemerintahan Belanda yang dalam kurun waktu
tiga setengah abad memerintah Jawa, tetapi tidak berhasil dalam menyebarkan agama Kristen kepada pribumi Jawa.
Kritik Lion Cachet kepada Pemerintah Belanda adalah tentang rendahnya standar sosial untuk para Misionaris serta buruknya penampilan fisik gereja yang
disebabkan oleh sederhananya para pejabat Misi Kristen, yang dinilainya kurang mendapat kemakmuran dari Pemerintah Belanda. Serta ia menyesalkan prosedural
yang lambat dan berbelit-belit yang harus dilewati oleh para Misionaris dari Belanda terhadap perolehan surat izin menjalankan Misi Kristenisasi.
Adapun langkah yang diterapkan oleh Lion Cachet terhadap Misi kristenisasi yaitu menolak dengan tegas bentuk agama Kristen Jawa dan
mengecam praktik-praktik Sadrach sebagai seorang penginjil Jawa. Dalam sisi
yang lain, Lion Cachet melihat Islam sebagai bentuk keras terhadap penolakan penuh agama Kristen, sehingga dalam pandangannya Islam Jawa sebagai salah
satu hambatan dalam menjalankan proses Misi Kristenisasi di Nusantara. Untuk itu Lion Cachet dan para pemimpin Misi di Belanda cemas, maka
sebagai reaksinya para pemimpim Misi itu melakukan upaya-upaya yang komprehensif untuk meningkatkan standar sosial para Misionaris dan
memperbaiki kondisi bangunan gereja di Jawa. Lion Cachet telah memainkan peranan yang sangat beras dalam perbaikan-perbaikan ini, sehingga ia dikukuhkan
sebagai salah satu figur penting dalam pertumbuhan dan konsilidasi agama Kristen di Jawa.
1.4. Pendeta Baron Van Boetzelaer tahun 1873-1956 Boetzelaer tergabung dalam Consul for Missions Konsul Misi berada di
Batavia, sebagai ibu kota Pemerintah Belanda di Hindia-Belanda. Berbagai usaha dijalankan Boetzelaer untuk mengubah kebijakan Belanda dengan tujuan agar
menguntungkan agama Kristen, untuk itu dengan sekuat tenaga, ia bumbujuk dan menekan Pemerintah Belanda dalam memberikan “dukungan pemerintah terhadap
gerakan Misi Kristenisasi” yang menjadi prioritas agenda pemerintah Belanda. Pengaruh Boetzelaer kepada pemerintahan Belanda terhadap kerja
Misionaris, Misi kristenisasi di Jawa mendapat bantuan finansial
b. Masa Kemerdekaan Sampai Akhir Orde Lama
. 1. Misi Pada Masa Kemerdekaan Sampai Akhir Orde Lama
Babak sejarah baru Indonesia sebagai Negara merdeka dimulai, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno-Hatta didaulat untuk memproklamirkan
kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Adalah suatu hal yang wajar kalau seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, merayakan kemenangan besar ini, yang
diraih dengan penuh pengorbanan jiwa yang tanpa pamrih. Ketika berbicara mengenai hubungan Islam-Kristen pada masa
kemerdekaan, maka akan dikaitkan kepada peristiwa Piagam Jakarta
24
Mukaddimah UUD selalu menjadi rujukan, persoalan yang dianggap sebagai ketegangan pertama dalam hubungan Islam-Kristen di Indonesia.
25
Berawal k etika naskah”Pembukaan UUD” diajukan ke depan Panitia
Besar pembentukan UUD 1945, pertentangan tajam muncul menyangkut pasal- pasal agama. Kalangan Kristen, dan beberapa tokoh nasionalis sekuler, menolak
dengan tegas hal yang kemudian dikenal sebagai “tujuh kata” dalam naskah “pembukaan” itu. Pernyataan krusial dalam naskah “pembukaan” yang menunjuk
pada “tujuh kata” tersebut adalah “….dengan kewajiban menjalankan syari‟at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”
26
Bagi kalangan Kristen, naskah yang dipersoalkan diatas, yang mengandung bobot hukum yang besar dapat digunakan sebagai titik awal bagi
upaya pembentukan Negara Islam di Indonesia. Meskipun kelompok muslim
24
Piagam Jakarta semula hanyalah sebuah rancangnan Mukaddimah UUD Republik Indonesia dan sekaligus sebagai pidato saat-saat Proklamasi Republik Indonesia dikumandangkan.
Piagam Jakarta tersebut dihasilkan oleh 9 orang tokoh perjuangan dalam suatu rapat PPKI dengan anggota-anggotanya: Soekarno, Hatta, Soebardjo, Moh. Yamin, Wahid Hasjim, Agus Salim,
Kahar Mudzakkir, Abi-keosno Cokrosoejoso, dan AA Marasim. Disebut Piagam Jakarta atau Djakarta Charter. Menurut Mr. Moh Yamin karena diputuskan di Djakarta tanggal 22 Juni 1945.
satu diantara lain isi Piagam Jakarta ialah memuat 7 kata yang menyatakan kewajiban bagi umat Islam menaati syariat agamanya. Lebih lanjut baca buku Abujamin Roham, Ensiklopedia Lintas
Agama, Jakarta: Emerald, 2009 hal 595
25
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998, cet ke 1 hal 168
26
M. Natsir, Mencari Modus Vivendi Diantara umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1983, hal. 5
berusaha mengklarifikasi maksudnya bahwa mereka tidak ingin mendirikan Negara Islam kecuali lewat prosedural yang domokratis, kelompok Kristen
bersikeras menolak “tujuh kata” itu sepenuhnya. Selanjutnya mereka mengancam jika hal itu tidak diterima, maka mereka akan membentuk sebuah negara
tersendiri. Pertentangan yang berlangsung sengit antara kedua umat beragama itu tentu saja berperan penting dalam memperburuk situasi.
27
Pada priode antara proklamasi RI pada 1945 dan 1950, perjuangan melawan Belanda, yang memaksa masuk kembali dan menjajah Indonesia,
semakin meningkat, pada periode itu, di tengah konfrontasi fisik melawan kembali masuknya musuh bersama, ketegangan antara kelompok muslim dan
kelompok Kristen yang sebelumnya akut, untuk sementara mereda. Bagi seluruh rakyat Indonesia perjuangan melawan Belanda, adalah perjuangan demi negara
dan agama. Para Misionari pribumi walaupun besar atas didikan pemerintah Kolonial Belanda, bersatu padu menggalang persatuan untuk melawan penjajah di
negeri ini. Yang muncul kemudian adalah sentimen atau kepentingan bersama bahwa semangat untuk menjadikan Indonesia merdeka, bersih dari segala macam
bentuk penjajahan, harus diwujudkan. Sehingga ketika itu, kegiatan Misionari Kristen yang gencar dilakukan oleh para zending Kolonial maupun Misionari
pribumi terhenti, dengan keinginan untuk menjadikan Indonesia merdeka mengalahkan segalanya.
27
Endang Saifudin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional antara Islam dan Nasional Sekuler tentang Dasar Negara RI 1945-1949, Bandung:
pustaka Bandung 1981, hal. 10 dan lihat Abujamin Roham, Ensiklopedia Lintas Agama, Jakarta: Emerald, 2009 hal 595