berusaha mengklarifikasi maksudnya bahwa mereka tidak ingin mendirikan Negara Islam kecuali lewat prosedural yang domokratis, kelompok Kristen
bersikeras menolak “tujuh kata” itu sepenuhnya. Selanjutnya mereka mengancam jika hal itu tidak diterima, maka mereka akan membentuk sebuah negara
tersendiri. Pertentangan yang berlangsung sengit antara kedua umat beragama itu tentu saja berperan penting dalam memperburuk situasi.
27
Pada priode antara proklamasi RI pada 1945 dan 1950, perjuangan melawan Belanda, yang memaksa masuk kembali dan menjajah Indonesia,
semakin meningkat, pada periode itu, di tengah konfrontasi fisik melawan kembali masuknya musuh bersama, ketegangan antara kelompok muslim dan
kelompok Kristen yang sebelumnya akut, untuk sementara mereda. Bagi seluruh rakyat Indonesia perjuangan melawan Belanda, adalah perjuangan demi negara
dan agama. Para Misionari pribumi walaupun besar atas didikan pemerintah Kolonial Belanda, bersatu padu menggalang persatuan untuk melawan penjajah di
negeri ini. Yang muncul kemudian adalah sentimen atau kepentingan bersama bahwa semangat untuk menjadikan Indonesia merdeka, bersih dari segala macam
bentuk penjajahan, harus diwujudkan. Sehingga ketika itu, kegiatan Misionari Kristen yang gencar dilakukan oleh para zending Kolonial maupun Misionari
pribumi terhenti, dengan keinginan untuk menjadikan Indonesia merdeka mengalahkan segalanya.
27
Endang Saifudin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional antara Islam dan Nasional Sekuler tentang Dasar Negara RI 1945-1949, Bandung:
pustaka Bandung 1981, hal. 10 dan lihat Abujamin Roham, Ensiklopedia Lintas Agama, Jakarta: Emerald, 2009 hal 595
Namun, setelah kemerdekaan diraih, udara kebebasan sudah dihirup kembali, usaha-usaha kegiatan Misi Kristenisasi terkuak lagi. Luka lama kembali
membuka hubungan meruncing antara Islam dan Kristen. Rupanya sikap kaum penjajah Portugis dan Belanda, yang tidak akan senang melihat kaum muslim taat
melaksanakan perintah agamanya, sikap itu terwarisi dengan baik oleh orang- orang Kristen pribumi.
Pada masa awal kemerdekaan, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949. ketika bahaya bersama yaitu penjajah Belanda
sudah hilang, pertikaian kelompok muslim dan kristem muncul kembali.
28
Bagi umat Kristen, berkat republik baru, sebagian daerah Indonesia yang sebelumnya
merupakan wilayah yang terbatas bagi kalangan Misionari, kini terbuka lebar.
29
Setelah kemerdekaan Indonesia, agama Kristen menikmati hak-hak istimewa yang sama seperti Islam dan agama-agama lainnya. Dengan demikian
agama Kristen diberi tempat sederajat diantara agama-agama yang diakui di negeri ini.
Usaha Misionari diperkuat dengan didirikannya Dewan Gereja Indonesia DGI oleh umat Protestan pada 25 Mei 1950. tujuan mereka tidak lain ialah
membantu program gereja-gereja anggota, khususnya dalam hal persaksian dan pelayanan di daerah-daerah.
28
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998, cet ke 1 hal 173
29
Ketika kekuasaan masih ditangan Pemerintah Belanda, ada aturan mengenai pembagian wilayah Misionari Protestan dan Katolik. Pulau Flores dan Sulawesi Selatan, misalnya hanya bisa
dimasuki Misionari Katolik, sedangkan daerah Batak hanya boleh dimasuki para Misionari Protestan. Lebih lanjut baca, Alwi Shihab, Membendung Arus, hal 173
Gereja-gereja anggota DGI tersebut, terdiri dari gereja-gereja Protestan dan Pantekosta. Selain itu tercatat masih banyak gereja-gereja di Indonesia yang
berada di luar DGI, yaitu: 1.
Gereja-gereja yang memiliki tingkat Nasional, seperti gereja Kristen Protestan di Pematang Siantar, gereja Baptis di Semarang.
2. Gereja-gereja yang bertingkat provinsi, seperti gereja Kristen Batak di
Tarutung, gereja Protestan Minahasa di Menado dan lain-lain. Perlu diketahui, selain dalam bentuk penyebaran doktrin agama, Misi
Kristen juga terlihat dalam bentuk pendirian beberapa lembaga keagamaan berkedok sosial, seperti bantuan pendidikan, kesehatan, atau keuangan bagi
masyaratak non Kristen. Namun reaksi dari kaum muslim juga semakin tegas, di sisi lain upaya Misi Kristen semakin meningkat, akan tetapi karena keadan politik
dalam negeri yang belum stabil pada masa ini, ditambah lagi boomingnya peristiwa pemberontakan G30 SPKI, membuat kegiatan Misionaris pada masa
ini, belum memetik hasilnya. Setelah munculnya era baru di bawah Presiden Soeharto, dimana kondisi politik negeri ini cendrung menafikan umat Islam, baru
Misi Kristenisasi bisa dirasakan hasilnya.
BAB III MUHAMMADIYAH ERA K.H. AHMAD DAHLAN
A. Sejarah Berdirinya Muahammadiyah
Lahirnya suatu pemikiran baru atau gerakan baru tidak dapat dipisahkan dari kondisi kehidupan sosial dan budaya yang melingkupinya. Boleh jadi,
munculnya pemikiran atau gerakan baru itu merupakan respons terhadap kondisi yang ada. Atau sebaliknya, yaitu sebagai kekuatan yang ditujukan untuk
mendukung kemapanan itu sendiri agar menjadi lebih kukuh, yang jelas, salah satu dari kedua motivasi tersebut selalu ada dalam setiap fenomena yang muncul.
Namun untuk proses kemunculan suatu fenomena tentu tidak begitu mudah, karena banyak faktor yang saling berpengaruh. Dalam hal ini Yogyakarta adalah
salah satu kota perjuangan dan bersejarah, karena itu kota ini sering tampil dalam sejarah pusat perjuangan. Di samping itu kota ini memegang peranan penting
dalam membangun nasional, ada beberapa peristiwa penting yang telah terjadi di kota ini, seperti perjuangan dari pahlawan Sultan Agung Hanjokrokusimo 1591-
1645, Pangeran Diponogoro 1775-1855, keduanya adalah putera Yogyakarta, bahkan pada waktu revolusi dahulu, Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan
perjuangan sehingga pantas Yogyakarta disebut kota revolusi. Begitu
juga dengan
berdirinya organisasi
sosial-keagamaan Muhammadiyah,
1
sebagai gerakan Islam bercorak modernis yang berdiri awal
1
Secara bahasa etimologi, Muhammadiyah berasal d ari bahasa Arab “Muhammad
SAW”. Yaitu nama Nabi dan Rasul Allah SWT yang terakhir, kemudian mendapat imbuhan „ya‟ nisbah yang artinya menjeniskan atau menisbahkan dan “ta” marbuthah yang memiliki makna
pengikut. Jadi Muhammadiyah itu artinya “ umat Muhammad saw atau pengikut Muhammad
4 7
abad ke 20 M, tentu tidak dapat dipisahkan dari situasi serta sejumlah faktor yang melatarbelakangi munculnya organisasi tersebut di Indonesia.
2
Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggsl 8 Dzulhijjah 1330 H18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan.
3
Setelah melalui saran dari
saw”, yaitu semua orang Islam yang mengikuti dan meyakini bahwa nabi Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan demikian siapa saja yang mengaku beragama
Islam sesungguhnya ia adalah Muhammadiyah tanpa harus dilihat dan dibatasi oleh adanya perbedaan organisasi, golongan, bangsa, geografis, etnis dan sebagainya
Secara istilah terminologi , Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah ma‟ruf nahi mungkar, berakidah Islam yang bersumber pada Al-
Qur‟an dan sunnah nabi. Muhammadiyah didrikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 M, di Kauman kota
Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk bertafaul berpenghargaan baik dapat mencontoh jejak perjuangan nabi Muhammad saw dalam
rangka menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai cita-cita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realitas.
Untuk lebih lengkap lihat, Mustafa Kamal Pasya, dkk, Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid Yogyakarta: Citra Karsa Mandir, 2003, hal. 43-44
2
Muhammadiyah yang lahir di Indonesia merupakan respons dari situasi dan kondisi masyarakat yang terpuruk akibat Kolonialisme Belanda dan ajaran Islam yang dipandang sudah
tidak murni dan bercampur dengan ajaran yang menyimpang. Lihat, Sutarmo, Muhammadiyah: Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005, hal. 18-19
3
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta yaitu sebagai seorang Khatib dan pedagang batik. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadis, oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai
khatib dan pedagang. Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar keluar kampung
Kauman, bahkan sampai keluar daerah dan keluar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikanlah perserikatan Muhammadiyah, serta mendirikan organisasi untuk kaum
perempuan dengan nama Aisyiyah yang disitulah istri K.H. Ahmad Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya. Di samping memberi kegiatan
pelajaranpengetahuan kepada laki-laki, beliau juga memberikan pelajaran kepada kaum ibu muda
dalam forum pengajian yang disebut “sidhratul muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak- anak laki-laki, dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang sudah dewasa. Di samping
memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai-dengan 1918 beliau telah mendirikan Sekolah
Dasar 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah
menjadi dua, laki-laki sendiri dan perempuan sendiri, dan akhirnya tahun 1930 namanya dirubah
menjadi Mu‟allimin. Untuk lebih lengkap lihat Y.B. Sudarmanto, Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh yusuf, Jakarta: Rasindo, 1996, hal. 64
murid-muridnya yang berada di organisasi Budi Utomo untuk mendirikan sebuah lembaga yang permanent.
4
Di kampung Kauman inilah yang terletak disekitar keraton, terkenal penduduknya taat beragama. Pada abad ke sembilan belas di sana ada seorang
alim ulama bernama Kiai Haji Abubakar bin Kiai Haji Sulaiman yang menjabat sebagai Khatib di mesjid besar kesultanan Yogya. Pada tahun 1868 M keluarga H.
Abubakar dikaruniai Tuhan seorang putera yang ke empat. Kepada sang bayi lelaki yang baru lahir itu diberi nama Muhammad Darwisy nama sewaktu masih
kecil K.H. Ahmad Dahlan yang kelak mendirikan ormas Islam Muhammadiyah, akan tetapi hari kelahirannya belum diketahui dengan pasti selain tahunnya saja.
Adapun silsilah Muhammad Darwisy, sepanjang pengetahuan penulis ialah Muhammad Darwisy bin Kiai Haji Abubakar bin Kiai Haji Sulaiaman bin
Kiai Murtadha bin Kiai Ilyas bin Demang Jurang Juru Kapido bin Demang Jurang Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig Jatinom bin
Maulana Mohammad Fadlul‟llah Prapen bin Maulana „Ainun Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim aliyullah.
5
Sebagaimana halnya anak-anak kecil lainnya. Muhammad Darwis diasuh serta didik oleh kedua orang tuanya, dan diajarkan membaca Al-
Qur‟an di rumahnya dan ditempat yang lain. Sebenarnya secara ekonomi K.H. Abu Bakar
mampu untuk menyekolahkan putera-puterinya, akan tetapi karena sekolah- sekolah pada waktu itu dibawah manajemen Kolonial Belanda, akhirnya beliau
4
Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996, hal. 84
5
Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya, Ciputat- Tangerang, Al Wasat Publising House, 2009 hal. 56