sekolah- sekolah di atas tersebut adalah mengakomodasi banyak gagasan dan cita- cita pada tahun 1900-an STOVIA School tot Opleiding van Inlandsch Arsten.
Sekolah-sekolah ini sebagai tujuan integral dari cencana pemerintah Kolonial
belanda yang
bekerjasama dengan
para misionaris
untuk “membelandakan” anak-anak pribumi yang kelas menengah keatas dengan
harapan kelak masuk pada agama Kristen.
2. Inkulturasi penyesuaian agama terhadap budaya setempat.
Prinsip bahwa agama Kristen harus disampaikan kepada pribumi dalam bentuk yang bisa diterima oleh kebudayaan dan pandangan dunia masyarakat
tersebut,
9
dengan mempertahankan hal yang fundamen dalam ajaran Kristen, sehingga bentuk Alkitab bisa di terjemahkan dalam bahasa pribumi tersebut
seperti, Indonesia, melayu, Jawa, Sunda, dll. Dengan tujuan agar bisa diterima dan dipahami oleh masyarakat setempat. Selain itu siakp yang ditonjolkan oleh para
misionaris adalah sikap akamodatif terhadap tradisi Jawa dan adat-istiadat Islam, seperti memakai blangkaon, berbicara bahasa Jawa, dan yang paling menarik
mereka pun mempertahankan upacara adat selametan, yang di dalamnya adalah kumpul dan makan bersama, karena tradisi ini adalah kegiatan yang menjadi
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa. Adapun bentuk Kristenisasi yang lainnya adalah memanfaatkan tradisi yang menceritakan kisah-kisah dalam
Alkitab untuk menyampaikan pesan-pesannya melalui pementasan pewayangan
9
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998, cet ke 1 hal 48
yang seperti yang dilakukan oleh seorang Wali Songo Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam di Jawa.
Selain itu bentuk Kristenisasi yang lainya adalah, dibukanya lahan pertanian sebagai membuka lapangan pekerjaan untuk pribumi, dengan secara
perlahan mereka pun akan medah dalam menyampaikan ajaran agama Kristennya, dan yang tidak kalah penting lagi merekan membuka pengobatan secara cuma-
cuma dan gratis kepada masyarakat yang dibarengi dengan pembaptisan.
C. Kristenisasi di Indonesia
Seperti yang sudah diungkapkan pada Bab pendahuluan, berbicara tentang awal Misi Kristenisasi masuk ke kepulauan Indonesia sebagaimana yang di
katakan oleh Y. Bakker mengatakan bahwa masuknya agama Kristen di Indonesia sudah terjadi pada pertengahan abad ke VII dengan berdirinya gereja Episkopat
10
Syiria di Sumatera. a. Prakemerdekaan:
1. Misi Kristenisasi di bawah Kolonial Portugis Negara Portugis terletak di semenanjung Iberia, ujung barat daya benua
Eropa, dikenal sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Katolik. Dalam perjalanannya bangsa Portugis ini mengemban tiga Misi dalam
melakukan ekspansinya: berdagang, menaklukan wilayah, dan menyiarkan agama. Ketiga hal tersebut sering diungkapkan dengan istilah Gospel, Gold, and Glory.
Maka setiap dalam ekspedisi bangsa Portugis selalu diikutkan sejumlah imam atau
10
Gereja-gereja yang Orang para pemimpinnya ditunjuk bukan dipilih oleh jemaat selaku wakil-wakilnya. lebih lengkapnya baca: Abujamin Roham, Ensiklopedi Lintas Agama, Jakarta: pt.
Intermasa bekerja sama EM.Emerald 2009, cet. I, hal. 173-174
rohaniawan katolik yang bertugas untuk melayani dan merawat para pedagang dan personilnya, bahkan untuk mengabarkan Injil kepada penduduk pribumi,
sehingga para imam atau rohaniawan ini merangkap sebagai Misionaris. Agama Kristen tiba di wilayah yang kini disebut Indonesia, menurut para sarjana Kristen
yaitu sejak periode bapak-bapak Kristen awal.
11
. Dalam pelayarannya era Columbus, orang-orang bangsa Portugis menemukan rute perjalanan menuju ke
Asia lewat Afrika selatan yang selanjutnya ini adalah proses awal dalam kegiatan Misionaris di wilayah kepulauan Nusantara ini. Maka usaha Misi Kristenisasi
berikutnya yang di gencarkan oleh orang-orang Portugis meraih kesuksesan terutama di wilayah Maluku sebagai kepulauan yang kaya rempah-rempah, pada
abad ke XVI. Orang –orang Portugis berhasil mendaratkan perahunya di Maluku,
setelah itu melebarkan ekspansinya ke Goa, dan Malaka yang dijadikan sebagai pusat kegiatan Misi Krisren.
12
Pada tahun 1511, bangsa Portugis telah menguasai Malaka, dan pada saat tahun yang sama juga mereka telah menguasai Maluku, dan memperluas di
wilayah-walayah sekitarnya disertai dengan penyebaran agama Katolik dengan simbol Salib ditancapkan dimana saja orang-orang Kristen berlabuh. Sehingga
gereja yang pertama diberdiri di wilayah Maluku pada tahun 1522. Maka untuk memperluas tidak lama kemudian didatangkanlah sejumlah Misionaris dari India
untuk mengajarkan Alkitab.
11
Dr. Kurt Koch, Menyatakan bahwa penginjil Thomas, yang bekerja di India, mungkin saja berlayar ke wilayah Indonesai bersama para pedagang India
12
Syamsud Dhuha, Penyebaran dan Perkembangan Islam-Katolik-Protestan Di Indonesia Surabaya: Usaha Nasional, 1987, cet. ke-2, hal 56
Dalam sejarah penyebaran agama Katolik di Indonesia, tercatat sebuah nama yang dianggap sebagai Misionaris paling termashur dalam sejarah gereja,
sebagaimana yang dikatakan, H. Berkhof, mencatat salah satu diantara para Misionaris awal ini adalah Fransisco XaveriusFrancis Xavier 1506-1552 yang
berasal dari Masyarakat Yesus Society of Jesus, yang sejak kelahirannya mendap
at panggilan “Rasul untuk orang-orang Indonesia”, sehingga ia dianggap paling mashur dan berhasil menjalankan Misinya di Maluku sampai Ternate.
Kesuksesan para Misionaris ini selalu dikaitkan dengan kestabilan kekuasaan Kolonial Portugis, sehingga pada periode pertama berdirinya gereja
mengalami perkembangan besar dalam jumlah penganut agama Katolik. Sebagaimana dalam tulisannya Fransisco Xaverius, “jika setiap tahunnya selusin
saja para pendeta datng ke sini dari Eropa, maka gerakan Islam tidak akan bertahan lama dan semua penduduk ke pulauan Indonesia akan menjadi pengikut
agama Kristen ”.
13
Dalam catatannya disebutkan sebagainama Fransisco Xaverius mengajar untuk anak-anak dan dewasa dua jam setiap hari, ia berusaha mengenalkan Injil
dan ajaran-ajaran Katolik. Bahkan ia dengan kerja keras merumuskan pokok- pokok iman Kristen, di samping itu dengan ide-ide yang cemerlang ia
menterjemahkan injil ke dalam bahasa Melayu dengan harapan agar penduduk asli bisa memahami Injil, bahkan ia juga menyusun syair-syair yang berkenaan dengan
dua belas pasal iman.
13
Alwi Shihab, Pendahuluan Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998, cet ke 1 hal 31