Metode dan Bentuk Gerakan Dakwah Muhammadiyah Era K.H. Ahmad Dahlan.

melingkar disekelilingi guru. Maka dengan melihat keadaan seperti itu, K.H. Ahmad Dahlan tergerak untuk memberikan pencerahan melalui pengajaran dirumahnya kepada laki-laki dan perempuan dengan menggunakan metode papan tulis, dan kapur, bangku, serta alat peraga, sebenarnya sekolah ini awalnya berupa sebuah pengajian yang menggabungkan sstem pengajaran pesantren dengan pendidikan Barat. Selanjutnya langkah K.H. Ahmad Dahlan dalam merintis jalan pembaharuan dikalangan umat Islam Indonesia, misalnya membetulkan arah Kiblat 23 yang tidak tepat menurut semestinya. Dengan semangat memurnikan ibadah dan dengan berdasarkan perhitungan ilmu falak astronomi yang dimilikinya, beliau menjadi orang kedua di Indonesia setelah Syekh Arsyad al- Banjari yang berupaya meluruskan alah kiblat langgar, mushalla, dan mesjid di Indonesia yang kala itu tidak mengarah persis ke Ka‟bah Baitullah di Mekkah. Disamping itu untuk menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap tanah air Indonesia, maka pada tahun 1918 Muhammadiayh mendirikan kepanduan yang bernama Hizbul Wathan HW yang artinya pembela tanah air, dari sinilah ditanamkan kesadaran rasa kebangsaan dan rasa bertanah air kepada generasi muda agar disiplin, bekerja keras, dan juga juga menjalankan syariat ajaran Islam, serta sebagai salah satu pertahanan bangsa dari kolonial Belanda. Sebagai gerakan yang mengedepankan penegakan ajaran agama Islam di indonesia, maka dalam melakukan dakwah-dakwahnya melalui pengajian, K.H. Ahmad Dahlan senantiasa menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar 23 Abdul munir mulkan, Pemikiran K.H. Ahmad dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1990 hal 18 Yogyakarta memakai nama lain , misalnya cabang Muhammadiyah di Pekalongan dengan nama Nurul Islam, di Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di garut dengan nama Ahmadiyah, dan sedangkan di solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah SATF. Bahkan di kota Yogyakarta sendiri Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jemaah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Adapun perkumpulan- perkumpulan dan jemaah-jemaah ini mendapat bimbuingan dari Muhammadiyah, diantaranya Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Ulama, Dewan Islam, wal-Fajri, wal-Ashri dan yang lainnya. 24 Hidup K.H. Ahmad Dahlan seluruhnya diabdikan untuk tegaknya agama Islam di Indonesia dan terbebasnya Indonesia dari kolonial penjajah. Selama beliau sakit menjelang wafatnya, paling tidak ada dua dokter yang pernah menangani dan merawat, ia adalah dokter Van den Borno Jerman dan dokter Zede Belanda. Sesudah beliau menderita sakit yang paling lama, akhirnya pada tanggal 23 Februari 1923 M, dalam usia 55 tahun, atau yang bertepatan dengan tanggal 7 Rajjab 1340 H beliau berpulang ke rahmatullah wafat bertempat di rumah kediamannya di kampong Kauman Yogyakarta. 25 Zenajah beliau dikebumikan di makam Karangkajen, Kemantren Mergangsan, yang letaknya dua setengah kilometer di sebelah tenggara dari ibu kota Yogyakarta. 24 Junus salam, K.H Ahmad Dahlan; Amal dan Perjuangannya, hal 99 25 Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan, hal. 69-70 64

BAB IV RESPONS MUHAMMADIYAH ERA K.H. AHMAD DAHLAN

TERHADAP KRISTENISASI

A. Pandangan Muhammadiyah Terhadap Kristenisasi.

Semenjak kedatangan kolonial Belanda ke Nusantara berkaitan dengan penyebaran Protestan, maka agama Katolik tidak diakui oleh Protestan yang dibawa oleh Belanda, malah sebaliknya yang sudah memeluk agama Katolik ditekan unuk pindah ke Protestan, termasuk masyarakat pribumi Nusantara yang mayoritas agama Islam menjadi target selanjutnya untuk dikonversikan kepada Kristen. Sebenarnya tidak ada kegiatan dalam bidang agama pada zaman VOC Vereenign de Oost Indische Compagnie selama berkuasa lebih dari dua ratus tahun di Nusantara, pemerintah Belanda telah mengirimkan sebanyak 245 pendeta ke Hindia-Belanda, terutama ke daerah bekas koloni Portugis dan Spayol di Maluku, Minahasa, dan lain-lain, dalam rangka menyebarluaskan agama Kristen. Beberapa pendeta ditempatkan di daerah Jawa pada kota-kota yang didiami orang-orang Eropa, seperti Batavia, Semarang, dan Surabaya, walaupun tugas pertama mereka adalah memberi pelayanan terhadap orang-orang Eropa, dan juga mereka memberi pelayanan kepada pribumi yang sudah masuk Kristen. Maka ini bisa dilihat di Batavia, selain jemaah orang-orang Belanda, ada juga jemaah dari “melayu” yang berasal dari orang-orang Maluku. Minimnya hasil Kristenisasi di Jawa yang dilakukan oleh para zending Protestan, ini sangat berkaitan dengan dukungan pemeritahan kolonial Belanda. Sangat berbeda dengan Katolik yang di bawa oleh Portugis, mereka melakukan propaganda agama sebagai salah satu alasan ekspansinya. Hal yang berbeda dengan orang-orang Belanda, terutama VOC, mereka mempunyai tujuan-tujuan yang sifatnya duniawi, yang lebih mementingkan mereka untuk merauk rempah- rempah, ketimbang menyebarluasakan agama Kristen kepada pribumi di pulau Jawa. Dengan dibentuknya masyarakat misionaris Nederlandshe Zending Genotschap NZG merasa prihatin melihat situasi seperti ini, maka diutuslah pendeta Van Rhijn pada tahun 1847, untuk melakukan peninjauan terhadap pengembangan agama Kristen. Sehingga kritik yang diberikan pendeta inilah yang menyebabkan betul-betul dimulainya Kristenisasi babak baru, dengan dibuktikan pengiriman misionaris Jellesma tahun 1948, 1 maka perhatian Belanda untuk mengkristenkan kaum pribumi merupakan hal yang cukup baru dan agresif. Sebaliknya akan menjadi momok yang sangat menakutkan dan meresahkan bagi umat Islam jika konversi agama dilakukan secara gencar, agresif, dan terlembagakan serta dilakukan kepada orang-orang yang sudah mempunyai agama. Hal ini sama dengan yang dilakukan oleh kolonial Belanda pada saat menjajah di bumi Nusantara ini yang menerapkan kebijakan netralitas terhadap agama, tidak memihak kepada agama tertentu, dan tidak memandang 1 C. Guillot, Kiai Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa, Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985, hal. 5-6 agama tertentu pula sebagai sesuatu yang berbahaya. 2 Akan tetapi ini adalah isapan jempol belaka yang diterapkan oleh kolonial belanda, akan tetapi dibalik itu semua, melalui para zendingnya, mereka gencar melakukan berbagai cara terhadap umat Islam Indonesia agar pindah agama kepada Kristen. Inilah yang sebenarnya menjadi salah satu titik permasalahan bagi K.H. Ahmad Dahlan, sehingga ia mendirikan ormas Islam yang bernama Muhammadiyah. Sebelum K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, beliau terlebih dahulu melihat fenomena sosial-keagamaan yang terjadi di masyarakat pada saat itu, menurutnya antara lain : 1. Kehidupan beragama tidak sejalan lagi dengan Al-Qur‟an dan Sunnah, sehingga merajalelanya perbuatan syirik, bid‟ah, khurafat, 3 dan akhlak masyarakat yang runtuh sehingga menyebabkan Islam jadi beku. 2. Khususnya untuk umat Islam dan umumnya rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan, kemunduran, serta tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah dan tidak ada organisasi Islam yang kuat dan kompak. 3. Lembaga pendidikan Islam pesantren tidak memenuhi dan fungsinya dengan baik, tidak efesien, dan juga sistem pesantren yang sudah kuno. 2 Sudarno, Shobron, Studi Kemuhammadiyahan; Kajian Histories, Idiologis, Dan Organisasi, Surakarta: LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008, cet. Ke- VII, hal. 50 3 Syirik adalah perguatan yang mensekutukan Allah, baik kekuaaan-Nya, Kebesaran dan Keagungannya dengan sesuatu, sehingga orang yang mensyirikkan Allah disebut musyrik. Sedangkan Khurafat adalah mempercayai takhyul, mempercayai mitos-mitos, atau mempercayai dongeng-dongen yang seolah- olah dibenarkan dalam agama Islam. Adapun Bid‟ah adalah perbuatan, tindakan, atau bacaan dalam agama Islam berlebihan dari ketetapan yang sudah digariskan oleh Al- Qur‟an dan Hadits Nabi saw, atau lebih simpelnya menambah-nambahkan dari yang sudah ditetapkan dalam peribadatan Islam. Lebih lengkap baca Abujamin, Roham, Ensiklopedia Lintas Agama, Jakarta: Emerald bekerjasama dengan PT. Inter Masa, 2009, hal. 667, dan 88 Selain itu ada juga faktor yang datangnya dari luar yang meliputi: 1. Merajalelanya kolonialisme Belanda di Indonesia. 2. Agresifnya kegiatan Kristenisasi yang dilakukan oleh para zending, sehingga mencapai kemajuan di Indonesia. 3. Adanya rencana politik Kristenisasi dari pemerintah Belanda, untuk kepentingan politik kolonialnya. 4 Melihat persoalan di atas tadi, maka ada sebuah keresahan dari seorang tokoh umat Islam Indonesia, sehingga puncaknya berdirilah ormas Islam Muhammadiyah sebagai counter atas adanya kegiatan Kristenisasi pada saat itu. Maka dalam pandangan Muhammadiyah era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, Kristenisasi memiliki concern yang cukup besar, sehingga beliau tergerak hatinya untuk memperdayakan umat Islam Indonesia yang selama ratusan tahun mengalami marginalisasi oleh kolonial di berbagai bidang kehidupan. Kaitannya dengan kegiatan Kristenisasi, dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan ini adalah konspirasi kolonial Belanda melalui kebijakan-kebijakannya yang seolah-olah netral terhadap agama, tetapi dibalik itu semua adalah upaya untuk mengkristenkan pribumi. Ini terbukti dengan kebijakan kolonial Belanda yang menggunakan dua strategi, pertama, Belanda membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung, misalnya memantau, membatasi berbagai kegiatan pengalaman ajaran Islam, kedua, Belanda melalui para zendingnya melakukan Kristenisasi kepada penduduk Indonesia dengan berbagai cara, seperti membuat sekolah, menterjemahkan Alkitab kedalam bahasa Jawa, Indonesia, Melayu, 4 M. Margono Puspo Suwarno. Gerakan Islam Muhammadiyah, Yogyakarta: Persatuan, 1986, cet. Ke-3, hal. 27