Sejarah Berdirinya Muahammadiyah MUHAMMADIYAH ERA K.H. AHMAD DAHLAN
murid-muridnya yang berada di organisasi Budi Utomo untuk mendirikan sebuah lembaga yang permanent.
4
Di kampung Kauman inilah yang terletak disekitar keraton, terkenal penduduknya taat beragama. Pada abad ke sembilan belas di sana ada seorang
alim ulama bernama Kiai Haji Abubakar bin Kiai Haji Sulaiman yang menjabat sebagai Khatib di mesjid besar kesultanan Yogya. Pada tahun 1868 M keluarga H.
Abubakar dikaruniai Tuhan seorang putera yang ke empat. Kepada sang bayi lelaki yang baru lahir itu diberi nama Muhammad Darwisy nama sewaktu masih
kecil K.H. Ahmad Dahlan yang kelak mendirikan ormas Islam Muhammadiyah, akan tetapi hari kelahirannya belum diketahui dengan pasti selain tahunnya saja.
Adapun silsilah Muhammad Darwisy, sepanjang pengetahuan penulis ialah Muhammad Darwisy bin Kiai Haji Abubakar bin Kiai Haji Sulaiaman bin
Kiai Murtadha bin Kiai Ilyas bin Demang Jurang Juru Kapido bin Demang Jurang Juru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig Jatinom bin
Maulana Mohammad Fadlul‟llah Prapen bin Maulana „Ainun Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim aliyullah.
5
Sebagaimana halnya anak-anak kecil lainnya. Muhammad Darwis diasuh serta didik oleh kedua orang tuanya, dan diajarkan membaca Al-
Qur‟an di rumahnya dan ditempat yang lain. Sebenarnya secara ekonomi K.H. Abu Bakar
mampu untuk menyekolahkan putera-puterinya, akan tetapi karena sekolah- sekolah pada waktu itu dibawah manajemen Kolonial Belanda, akhirnya beliau
4
Deliar Noor, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996, hal. 84
5
Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya, Ciputat- Tangerang, Al Wasat Publising House, 2009 hal. 56
memilih untuk mengajarkan putera-puterinya yang berjumlah tujuh 7 orang
6
, di pesantren Kauman yang dipimpinnya..
Seorang Orientalis Belanda, Pijper, mengatakan bahwa Muhammadiyah timbul sebagai reaksi atas politik Pemerintah Hindia-Belanda yang berusaha
menasranikan orang Indonesia. Agaknya statement Pijper mendekati benar, kalau boleh dibilang benar, karena menurut K.H. Ahmad Dahlan sebagai pendiri
pertama Muhammadiyah, sebagai orang yang pertama merespons tentang efek yang ditimbulkan dari meningkatnya kegiatan Misi Kristenisasi di Indonesia.
Namun dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan, menentang dan melawan peran aktif mereka dan menghentikan penetrasinya melalui konfrontasi secara langsung
itu tidak mungkin,
7
baginya membangun kesadaran kaum muslim tentang akibat dari kegiatan Misi Kristenisasi tersebut merupakan sesuatu yang lebih efektif dan
strategis. Menurut Alwi Shihab ada dua faktor yang melatarbelakangi berdirinya
gerakan Muhammadiyah, internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan erat dengan kondisi keberagamaan umat Islam Indonesia yang dianggap telah
menyimpang dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, maka Muhammadiyah muncul sebagai respons terhadap pertentangan yang berlangsung lama dalam
masyarakat Jawa. Pada masa itu, keyakinan keagamaan dalam masyarakat Jawa
6
Tujuh orang putera-puteri K.H. Abu Bakar yaitu lima orang perempuan Nyi.Hj.Khatib Hasan, Nyi.Hj. Muchsin, Nyi.Hj. Muhammad Saleh, Nyi.Hj.Abdurrahman, dan Nyi.Hj.
Muhammad Fakih dan dua orang laki-laki K.H. Ahmad Dahlan, dan H. Muhammad Basyir
7
Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristenisasi di Indonesia, hal 160
sangat diwarnai oleh pengeruh takhayul, khurafat, mitologi, dan sebagiannya yang berbau sinkretisme kejawen.
8
. Sementara faktor eksternal disebabkan kebijakan politik Belanda mengenai dibolehkannya umat Islam Indonesia melakukan ibadah haji ke tanah
suci, dari sanalah pengaruh ide-ide dan pemikiran gerakan dari Timur Tengah mulai masuk ke dalam pemikiran beberapa tokoh dan pemimpin Islam Indonesia,
sehingga mempercepat masuk dan berkembangnya gerakan Muhammadiyah, maka kelahiran Muhammadiyah didorong oleh tersebarnya gagasan pembaharu
Islam dari Timur Tengah ke Indonesia pada tahun-tahun pertama abad ke 20. Pada masa itu di Timur Tengah, khususnya di Mesir Jalaludin Al-Afghani 1839-
1897
9
, di Mesir Muhammad Abduh 1849-1905
10
, dan Rasyid Ridha 1865-
8
Sazali, Muhammadiyah dan Masyrakat Madani; independensi, rasionalitas, dan pluralisme, Jakarta: PSAP Muhammadiyah, 2005 hal 73-74
9
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan didekat Kabul, Afghanistan pada tahun 1939 M dan meninggal di Istambul, Turki pada 1897 M. Adapun pokok-pokok pemikirannya dalam masalah
keagamaan antara lain: Pertama, Islam adalah agama yang sesuai untuk semua bangsa pada segala masa. Kedua, untuk menjawab segala perkembangan dan tantangan zaman yang senantiasa maju
karena perkembangan ilmu pengetahuaan dan teknologi, maka pendirian bahwa pintu ijtihad tetap terbuka adalah pendirian yang benar, sebab hanya dengan jalan ijtihad tantangan tersebut dapat
dijawab. Ketiga, umat Islam dimana-mana terlihar dalam perpecahan dan kehancuran. Hal tersebut terjadi karena lemahnya tali persaudaraan, lemahnya rasa ukuah Islamiyah dan solidaritas Islam,
sehingga ia menyerukan Pan Islamisme.
Di samping pemikiran keagamaan seperti diatas, Jalaluddin Al-Afghani juga banyak berbicara dan berbuat dalam bidang politik antara lain: Pertama, tidak henti-hentinya
mengingatkan kepada dunia Islam terhadap ancaman dan bahaya penjajahan bangsa-bangsa Barat. Kedua, dunia Nasrani, Kristen sekalipun berbeda-beda dalam keturunan dan kebangsaan,
manakala menghadapi Timur, khususnya Islam, mereka bersatu untuk menghancurkan negara Islam. Ketiga, Perang Salib masih tetap berkobar sepanjang masa, demikian juga semangat panatik
petapa Pertrus. Keempat, harus diciptakan suatu kepastian hukum dalam penyelenggaraan negara yang didalamnya juga ditentukan batas-batas kekuasaan dan kewenangan dari pada penyelenggara
negara agar dengan demikian para pengusa tidak mungkin dapat bertindak sewenang-wenang dalam memimpin negara despotisme. Lebih lanjut lihat, Sutarmo, Muhammadiyah: Gerakan
Sosial-Keagamaan Modernis, yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005, hal. 19-20, dan lihat. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakatra: Bulan
Bintang, 1975, hal. 51-57
10
Muhammad Abduh, dilahirkan disuatu desa di Mesir pada tahun 1849 M dan meninggal pada tahun 1905. Sesudah menamatkan studinya di Universitas Al Azhar dengan
predikat “alim Cum-Laude, kemudian ia diangkat sebagai dosen di Universitas Al Azhar itu juga. Muhammad Abduh memegaskan bahwa umat Islam hanya bisa bangkit dari kenistaan hidupnya
1935
11
, yang tengah gencar-gencarnya mempelopori gerakan pembaharuan Islam. Begitu juga K.H. Ahmad Dahlan sebelum memdirikan Muhammadiyah termasuk
salah seorang yang menerima pengaruh gagasan-gagasan dan penafsiran Abduh tentang perlunya reformasi dan pembaharuan dalam pendidkan keagamaan.
Faktor-faktor yang mendukung lainnya Muhammadiyah berdiri di Indonesia antara lain adalah:
kalau mereka mau membekali jiwa dan semangat berkorban semata-mata karena Allah SWT dengan menjadikan Al Qur‟an dan Hadis sebagai pedoman hidupnya.
Adapun pokok-pokok pemikiran Muhammad Abduh antara lain: pertama, sebab musabah yang membawa kemunduran umat Islam karena adanya kejumudan atau kebekuan berpikir
dikalangan umat Islam, yaitu kebekuan dalam memahami ajaran-ajaran Islam, dalam hal ini populer sekali ucapannya yang berhubungan dengan jumudnya umat Islam Al-Islamu Mahjubun
bil muslimin, artinya ajaran Islam tertutup kesempurnaannya oleh umat Islam sendiri. Kedua, ajaran Islam memberikan kedudukan yang sangat tinggi kepada akal fikiran. Oleh karena itu,
agama Islam adalah agama yang sesuai dengan akal. Ketiga, ajaran Islam pasti sesuai dengan pengetahuan modern, dan ilmu pengetahuan modern pasti sesuai dengan ajaran agama Islam, maka
oleh sebab itu, umat Islam harus sanggup mendalami ilmu pengetahuan modern. Keempat, satu- satunya usaha yang harus ditempuh untuk memajukan ilmu pengetahuan di lingkungan umat Islam
ialah dengan mengadakan pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. lihat, Sutarmo, Muhammadiyah: Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis, yogyakarta: Suara Muhammadiyah,
2005, hal.20-21. dan lihat. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakatra: Bulan Bintang, 1975, hal. 58-68
11
Rasyid Ridha adalah salah satu murid dari Muhammad Abduh yang sangat cerdas dan pandai, serta murid yang paling disayangi dan dekat dengan gurunya Muhammad Abduh,. Rasyid
Ridha dilahirkan disebuah desa Libanon pada tahun 1865 dan wafat pada tahun 1935. Pokok- pokok pikirannya dalam pembaharuan Islam dapat dikatakan hampir sama dengan Jalaluddin Al-
Afghani dan Muhammad Abduh. Rasyid Ridha pun dikenal sebagai seorang politikus yang sangat cermat dan kritis.
Adapun pokok-pokok pikiran pembaharuannya antara lain: Pertama, paham umat Islam tentang agamanya serta tingkah laku mereka banyak menyeleweng dari ajaran Islam yang suci
murni. Untuk itu umat Islam harus dibimbing ke jalan Islam yang sebenarnya, yang bersih dari seg
ala macam bentuk bid‟ah, khurafat, serta syirik. Kedua, agar segera terwujud kesatuan dan persatuan umat Islam, sekali-kali jangan didasarkan pada kesatuan bahasa atau bangsa, tetapi atas
dasar kesatuan iman dan Islam. Di samping itu, dianjurkan kepada umat Islam agar dijaga kerukunan umat Islam atas dasar penuh toleransi atau tenggang rasa sekalipun mazhab mereka
berbeda-beda. Ketiga, kaum wanita harus diikutsertakan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Keempat, sebagian paham dan ajaran kaum sufi dianggapnya memperlemah agama Islam karena
mereka melalaikan tugas kewajibannya diatas dunia, mereka menanamkan paham yang pasif, pasrah pada keadaan tanpa berusaha dan berikhtiar. Padahal yang benar ialah bahwa ajaran Islam
adalah agama yang penuh dinamika dan optimisme, yang mendorong umatnya agar aktif mengolah bumi untuk mendapat kenikmatan Allah dan mensyukurinya. Lihat Sutarmo, Muhammadiyah:
Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis, yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005, hal.21-22. dan lihat. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakatra:
Bulan Bintang, 1975, hal. 69-76
1. Munculnya Gerakan Modern Islam di Indonesia. Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban
yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada massanya. Kemunduran progressif kerajaan Usmani yang merupakan pemangku khilafah
Islam, setelah abad ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan Islam dikalangan warga Arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting di antaranya adalah
gerakan wahabi, sebuah gerakan reformis puritan salafiah, gerakan ini merupakan sarana yang menyiapkan jembatan ke arah pembaharuaan Islam abad
ke-20 yang lebih bersifat intektual.
12
Di antara sekian banyak daerah muslim di Asia Tenggara, kepulauan Nusantara merupakan bagian terpenting, paling tidak sejak awal abad ke-19 M,
sebagaimana diakui oleh Alfian 1989, telah muncul bibit-bibit baru pembaharuan yang bercorak Wahabi yang ditandai dengan kepulangan tiga orang
haji dari studinya di Mekkah.
13
Berkembangnya ide-ide pembaharuan Islam dari Timur Tengah ke wilayah Nusantara itu menjadi sangat mungkim, karena salah
satunya adala h semakin meningkatnya jema‟ah haji Indonesia sejak akhir abad
ke-19 M hingga awal abad ke- 20 M jema‟ah haji tersebut bukan hanya untuk
menunaikan ibadah haji semata-mata, akan tetapi hal yang sangat penting adalah semangat besar untuk belajar Islam langsung dari tempat Islam itu sendiri. Oleh
sebab itu, tidak dapat dielakan lagi bahwa pelajar dari tanah Jawa K.H. Ahmad Dahlan bersentuhan dengan gagasan pembaharuan yang sedang brkembang di
12
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 257
13
Sutarmo, Muhammadiyah: Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis, yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005, hal. 88
Timur Tengah pada saat itu, hampir dapat dipastikan bahwa dari kelompok inilah yang menjadi pergerak utama pembaharuan di kepulauan Nusantara pada awal
abad ke-20. 2. Sikap Beragama Masyarakat Jawa
Secara historis diakui bahwa masyarakat di Hindia-Belanda Indonesia, terutama yang hidup di pulau Jawa, sejak dahulu telah memiliki keyakinan yang
bersifat animistik, yang kemudian ditambah dengan keyakinan baru yang datang dari Hindu dan Budha, maka terbentuk filsafat baru berupa kepercayaan terhadap
kekuatan gaib yang animistik, maka bentuk-bentuk kepercayaan baru tersebut berupa percaya ruh-ruh nenek moyang yang dianggap jelmaan dari Tuhan.
Kepercayaan semacam itu memberikan kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan dalam cara-cara berkomunikasi denga Tuhan Yang Maha Esa.
Ketika Islam datang ke Indonesia, kepercayaan-kepercayaan tradisional masih melekat. Kedatangan ahli-ahli tasawwuf itu pada masa perkembangan dan
penyebaran, ahli-ahli tasawwuf dari Persia dan India, tetapi masih berkisar di pulau Jawa dan Sumatera.
14
Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, masuk ke Nusantara bercorak tasawwuf yang telah dipengaruhi oleh mistik India,
seperti sistem kepercayaan Hindu-Budha, sehingga dengan demikian Islam dapat masuk ke Nusantara dengan cara damai, karena diantara unsur-unsur terdapat
persamaan dengan pola kepercayaan dan pemikiran orang Jawa khususnya, dan pulau-pulau di Nusantara lainnya.
14
Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hal. 203
Hal ini memungkinkan terjadinya pembaruan antara keyakinan-keyakinan tradisional dengan ajaran Islam yang bercorak tasawwuf, maka muncullah
keyakinan baru yang sinkretis, sehingga Harry J. Benda menyimpulkan bahwa Islam di Jawa tidak lebih sebagai suatu stagnasi dan kurang murni jika
dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
15
Paling tidak bahwa untuk jangka waktu yang lama sebagai pemenang agama di Jawa adalah agama
Kejawen, adat istiadat Jawa, feodalisme jawa, dan bukannya peradaban Islam yang urban. Kemenangan agama Kejawen atas Islam dalam waktu yang cukup
lama itu menjadikan kehidupa umat Islam Jawa dilengkapi oleh kepercayaan kepada ruh-ruh yang dianggap dapat mempengaruhi nasib, seperti kepercayaan
kepada keramat yang dimiliki orang-orang yang disucikan para dukun, dan sebagainya. Semuanya masih menjadi bagian kehidupan yang tidak bisa
terpisahkan sampai awal abad ke-20. Dari keyakinan sinkretisme ini, maka bermunculan pengamalan ajaran
Islam yang menyimpang dari Al- Qur‟an dan Sunnah Nabi, yang selanjutnya
tampil dalam bentuk takhyul, bid‟ah, dan khurafat. Keyakinan sinkretis ini sebagai asimilass kebudayaa yang lama dengan ajaran Islam, dan itu kemudian melahirkan
apa yang disebut agama Jawa atau Kejawen.
16
Maka sebagai respons dari hal tersebut di atas muncullah Muhammadiyah sebagai gerakan purifikasi yang
dibawakan oleh K.H. Ahmad Dahlan.
15
Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang, Jakarta: Pustaka Jaya, 1985, hal. 31
16
Geertz memakai istilah Kejawen dihadapkan dengan kelompok santri. Kelompok kejawen cirri-cirinya adalah tidak menjalankan ibadah formal seperti shalat, puasa, zakat, haji, dll,
tetapi tetap mengaku sebagai pemeluk Islam. Lebih lengkap lihat Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jawa, 1983, hal. 13
3. Pendidikan, Kristenisasi dan politik Hindia-Belanda Kedatangan agama Kristen tidak bisa dipisahkan dari kedatangan
penjajahan kolonialisme ke Indonesia, dengan dimulainya penaklukan Malaka oleh Portugis pada tahu 1511, yang disusul oleh kedatangan Belanda dengan
melakukan politik etis mencerminkan peralihan penting dalam strategi pemerintah Kolonial ke arah Misi Kristenisasi di Indonesia. Kebijakan nertalitas agama yang
digemborkan oleh Belanda hanya isu dan isapan jempol saja, Belanda mempunyai kewajiban meningkatkan kondisi orang-orang Kristen pribumi di Indonesia, untuk
memberi bantuan lebih banyak lagi kepada kegiatan-kegiatan Misi Kristenisasi di Indonesia.
17
Umat Islam menganggap agama Kristen baik Katolik maupun Protestan adalah agama kaum Kolonial yang ingin menjajah negeri ini dan
menukar agama rakyat, akibatnya, pemberontakan yang timbul menentang penjajahan itu di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, yang sebagian besar
merupakan pemberontakan yang bermotif agama.