Respons muhammadiyah terhadap kristenisasi di Indonesia

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh TOTO TOHARI

105032101049

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

RESPONS

MUHAMMADIYAH

TERHADAP KRISTENISASI

DI II\DONESIA

(Studi Kasus: Era Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlah)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushulddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelal Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Toto Tohari

NIM.105032101049

JURUSAN PERBANDINGAN

AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UiN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Teologi (s.T'h.l) pada program Studi perbandingan

Agarna.

Jakart4 23 Juni 201I Panitia Ujian Munaqasyah

Maulana- M.Aq

NIP. 19610312 198903 I 002

Anggota,

Pengu.|i.{l


(4)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Dengan ini saya :

Nama : Toto Tohari

NIM : 105032101049

Fak/Jur : Ushuluddin/Perbandingan Agama

Jusul Skripsi : “Respons Muhammadiyah Terhadap Kristenisasi di Indonesia Studi Kasus Era Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan”

Dosen pembimbing : Drs. M. Nuh Hasan, MA

Menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 23 Juni 2011


(5)

MOTTO

Waktu adalah kunci

Kunci kebahagiaan, kunci kegembiraan, kunci kemenangan, kunci kesuksesan. Bagi orang yang menghargainya

Waktu adalah kunci

Kunci menangis, kunci menyesal, kunci kegagalan, kunci bersedih, kunci marah. Bagi orang yang melihatnya sebelah mata.

Waktu adalah kunci Setiap orang sama diberi waktu

Sukses atau gagalnya orang ditentukan oleh pengolahan waktu

Jangan tangisi waktu ia tak pernah berputar kembali

Karena waktu adalah kunci

Hargai waktu dalam hidupmu


(6)

i

ABSTRAK

Didirikannya Muhammadiyah 1912 adalah sebuah jawaban atas keadaan sosial-keagamaan yang terjadi pada masyarakat saat itu, kondisi yang memprihatinkan pada saat itu telah terjadi penjajahan yang dilakukan oleh kolonial telah menyebabkan rakyat Indonesia semakin menderita, diperparah lagi dengan banyaknya umat Islam yang mengamalkan ritual dan berbagai tradisi (kejawen) yang pada dasarnya tidak sesuai dengan tuntunan agama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, sehingga ini perbuatan syirik, bid’ah, khurafat. Hal inilah yang telah menyebabkan rakyat Indonesia mudah di jajah dan jauh dari tuntunan ajaran Islam yang sebenarnya.

Di samping kondisi bangsa Indonesia berada di bawah telapak kaki penjajah kolonial Belanda yang bertujuan untuk mengekploitasi kekayaan alam Nusantara secara paksa, yang dibarengi dengan kegiatan misi Kristenisasi kepada pribumi dengan berbagai cara Dilakukan oleh para zending untuk mengkonversiakn Islam menjadi umat Kristiani, ini adalah momok yang menakutkan dan meresahkan dikalangan umat Islam, sebab melakukan konversi secara masif dan terlembaga, meskipun pemerintah Belanda menyatakan netral terhadap agama, akan tetapi itu hanya isapan jempol belaka.

Berangkat dari keadaan seperti ini K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk melakukan pembaharuan dalam segala bidang, baik dengan mendirikan lembaga pendidikan, pengajian, dan yang lainnya, dengan tujuan untuk merespon adanya Kristenisasi terhadap rakyat Indonesia yang dilakukan oleh kolonial dan penyimpangan terhadap ajaran Islam. adapun ciri khas dari K.H. Ahmad Dahlan tidak mengedepankan konfrontasi. Akan tetapi melalui persaingan pembangun infastruktur tersebut.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Respons Muhammadiyah Terhadap Kritenisasi di Indonesia pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan. dengan menggunakan metode penelitian kajian pustaka. Proses analisis dilakukan dengan menelaah seluruh data pustaka dari berbagai sumber bacaan, yang kemudian data tersebut di analisis dan dipelajari secara cermat dan dideskripsikan. Selanjutnya diberikan gambaran, penafsiran dan uraian. Dengan demikian kita bisa melihat usaha-usaha yang diperjuangkan oleh K.H Ahmad Dahlan dalam menyadarkan umat Islam Indonesia yang masih dikuasi dan dijajah oleh Kolonial. Dengan harapan umat Islam Indonesia bangkit dari keterbelakangan akibat penjajahan yang dilakukan oleh kolonial sehingga merdeka dan dapat mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis.


(7)

Puji syukur terhatur kepada dzat yang maha ghafur, atas karunia dan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, penulis masih diberi kesempatan untuk menghirup udara segar dan menata masa depan dengan cerah dan penuh semangat membara. Atas kekuasaan-Nya diri ini masih bisa melewati samudera kehidupan yang penuh dengan gelombang penderitaan dan kebahagiaa dalam mengarungi lautan kehidupan. Atas bimbingan-Nya, terpatri rasa sadar bahwa hidup ini adalah lautan ujian untuk hamba-Nya dalam mengarungi kehidupan dengan perahu keimanan. Atas pertolongan-Nya jua skripsi ini dapat terselesaikan.

Salawat dan salam semoga tetap tercurah kepada haribaan nabi agung Muhammad SAW, sebagai suri tauladan sepanjang masa, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di padang mahsyar nanti dan termasuk ke dalam barisan hamba-hamba yang diberi inayah untuk melanjutkan risalahnya.

Penulis sadar betul dengan sepenuh hati bahwa skripsi ini hanyalah goresan tinta kecil yang jauh nilainya dari ukuran dengan orang-orang besar, namun dalam kapasitas penulis yang

dhai‟f dan di rantai dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah capaian sejarah

yang monumental yang menjadikan penulis merasa besar, atau minimal ada sebuah kebanggaan hati dalam penulis untuk membidik capaian-capain selanjutnya untuk mewujudkan mimpi agung seperti orang-orang besar.

Penulis jua sadar dengan sepenuh hati bahwa diri ini berhutang banyak kepada pihak yang telah direpotkan oleh penulis, baik memberikan dukungan moril dan materinya, motivasi,


(8)

v

bimbingan dan arahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Jauh dari itu, skripsi ini ibarat segelas air dingin dalam musim kemarau yang penulis tempuh dalam menjalani kerasnya kehidupan

Sembah bhakti, penulis haturkan kapada ayah (Enco Dasa) dan ibu (Uke Rukesih), mohon maaf jika anakmu ini belum dapat membalas budi seperti yang telah engkau berikan kepada diri ini. Terimakasih kepada ayah yang dengan keterbatasanmu diri ini bisa membuktikan dan mewujudkan impian, sehingga kini anakmu ini lebih mengerti tentang kedewasaan dan memahami kerasnya gelombang batu kehidupan. Terimakasih kepada ibu, kasih sayang ibu yang tak pernah kering, telah membuat anakmu ini mampu bertahan di bawah tajamnya jurang kehidupan. Terimakasih juga untuk kakak-ku ( Dadi dan kakak iparku teh Titin) atas nasihatnya dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Terimakasih kepada adik-ku (Riswan), raih mimpimu agar engkau menjadi orang yang menaikan drajat keluarga kita. Amin.

Tak lupa, penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih tak terhingga kepada orang-orang yang telah menanam benih-benih jasa dalam diri penulis antara lain:

1. Prof. Dr. H. Zainun Kamaluddin Fakih, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.

2. Drs. M. Nuh Hasan, MA., selaku Ketua Program Studi Perbandingan Agama sekaligus dosen pembimbing skripsi, penulis ucapkan terima kasih banyak atas bimbingannya, dan Drs. Maulana, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Perbandingan Agama.

3. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si dan Prof. Dr. Masri Mansoer, MA atas kesediaannya menjadi Penguji Sidang Skripsi penulis.

4. Keluarga Besar Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta segenap dosen, karyawan dan seluruh staf yang telah banyak memberikan ilmu dan membantu


(9)

deden, Imas, Samsul, ma Dewo dan teh mimi; Anggi, ma Anyim. Ma Engku-wa Elek, wa Yudi, ma Darsih, ceu Embat, ma Casdi, wa Emi, ma Enda dan ceu Teri, wa Eumi A Nana, Atas doa dan suppotnya

6. Keluarga Besar Pondok Pesantren Riadul Muta‟alimin desa Geresik, Kec Ciawigebang, Kab Kuningan, Pimpinan K.H. Ono Tarsono (A Ono) dan isrtinya teh Teti serta anak-anaknya, penulis haturkan Terimakasih atas doa dan bimbingannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

7. Keluarga besar ibu Minah dan bapak Mimid; A Eman dan istrinya Mba Ani beserta anak-anaknya ( a Inan, a Rega dan dede Fahri), A Dede dan istrinya , A Engkus dan teh Eneng, A lesmana ( om les) dan teh Yati, A Heri dan teh Yayah serta anaknya neng Nabil. terimakasih atas doa dan bantuanya, penulis hanya bisa mendoakan semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan penuh dengan rahmat-rahmat Allah SWT.

8. Ucapan terimakasih kepada abah Solihin (alm) dan ema Emi (pengusaha kerupuk di Bekasi), atas doa dan bantuannya, penulis sering silaturahmi kerumah dan diberi uang jajan, ibu guru Eli terimakasih aras sharingnya,

9. Terimakasih kepada teman-taman seperjuangan kelas Perbandingan Agama angkatan 2005; Robi, Wahyu, Samsul, Wasil, Zamroni, Masriah, Kiki, Lian, Ihya, Fikri, Iis, Rahmat, Guntur, Deliar, Titis, Lukman, thanks for sharing dan diskusinya selama kita studi. Serta kepada kakak kelas Perbandingan Agama, bang: Gugah, Paoji, Gigin,Yasir, Kodir dan


(10)

v

yang lainnya, juga tak lupa kepada adik kelas PA, belajarlah dengan tekun dan gali potensi diri agar menjadi orang yang mempunyai daya saing.

10.Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat: terimakasih IMM, engkau adalah Universitas kehidupan kedua bagiku. Karenamulah, diri ini telah berubah dari apa yang tidak aku bayangkan. Diri ini ditempa, dididik. Diuji. Perkenankan jua, penulis ucapkan thanks to. Kang ade sang inspirator (when you merrid?), Masto, kang

Ma‟ruf, bang Alfin (DPD IMM), kang Edi, kang Meidi, kang Cecep, kang Fadli, kang Baharudin Azis, teh Orin. Pimpinan Cabang 2008-2009, masa amanah-ku; Indra. K (Ketum), Tarsih, Ayu, Rijal, Ningsih, Siti Aisyah, Ipin, Hasbi. Pimpinan Cabang.2009-2010 Imawan Iqbal dan jajarannya, Pimpinan Cabang Cabang.2009-2010-2011 Imawan Fahmi dan jajarannya, dan adik-adik-ku yang di ASTRA dan ASTRI.

11.Adik-adiku atau lebih simple teman-teman-ku, Imawan/wati; Beni Azhari, Zuhri, Adik Saiful Safikri, Hak, Dedi, Apip, Riswan Fais, Fikri, Syifa, Epin, Rita, Ita, Ina, Nina, Dini, Fatwa, Uun.

12.Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2008: Punggawa Tiga Serangkai (aku, Jajang, Amir, semoga persahabatan kita tetap terjalin sampai akhir tua, semoga kita bisa S2 bersama), Zakiyah, Nunung, Nining, Enok, Imas, Sri, Erna, Mila, Mustain, Wahyu, Roby, Samsul, YOU ALL IS THE BEST MY FRIEND.

13.Teman-teman Ikatan Pemuda, Pelajar, dam Mahasiswa Kuningan (IPPMK); kang Udin, kang Andi, Afif, Tendi, Raja, kum teu di wiji-wiji.

Akhirnya dengan keterbatasan ini, penulis ucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberi semangat selama penulis menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D.Tinjauan Pustaka ... 10

E. Kerangka Teori ... 11

F. Metode Pembahasan ... 12

G.Sistematika Penulisan ... 13

BAB II. KONSEPSI MISI DAN PERKEMBANGAN KRISTENISASI DI INDONESIA A. Konsepsi Kristenisasi ... 16

B. Bentuk-bentuk Kristenisasi ... 23

C. Kristenisasi di Indonesia ... 26

BAB III MUHAMMADIYAH ERA AHMAD DAHLAN A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah ... 47

B. Perkembangan Muhammadiyah Era Ahmad Dahlan ... 56

C. Metode dan Bentuk Gerakan Dakwah Muhammadiyah Era Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan ... 60

BAB IV SIKAP DAN RESPONS MUHAMMADIYAH ERA AHMAD DAHLAN TERHADAP KRISTENISASI A. Pandangan Muhammadiyah terhadap kristensiasi ...64


(12)

vii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran-Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA………82


(13)

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara majemuk, didalamnya terdiri dari keaneka ragaman seperti suku, bahasa, etnis, agama, budaya dan yang lainnya, atau

meminjam bahasanya Alwi Shihab “Kesatuaan dalam Keanekaragaman” (Bhineka Tunggal Ika). Di satu sisi, ini adalah modal yang sangat kuat untuk membangun bangsa yang lebih kokoh dan mandiri. Akan tetapi di sisi lain, ini bisa menjadi ancaman bagi keutuhan bangsa, bila tidak terakomodir semuanya sebagai contoh konflik yang ditimbulkan oleh SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) ini adalah salah satu bentuk ancaman bagi keutuhan NKRI. Selain itu sifat yang dicerminkan oleh bangsa ini yaitu sangat terbuka kepada gagasan yang datang dari luar, sehingga dalam sejarah panjang Indonesia telah membuktikan bahwa bangsa ini bisa menyambut baik pengaruh pelbagai peradaban asing termasuk di dalamnya agama dan kebudayaan asing.

Indonesia telah di jajah oleh kolonial kurang lebih 350 (tiga ratus lima puluh) tahun dengan berbagai bentuk eksploitasi, salah satunya adalah konversi umat Islam menjadi Kristiani, sebab bangsa ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Sudah barang tentu ini menjadi agenda para misionaris untuk melakukan Kristenisasi dengan menggunakan kemasan dipelbagai kegiatan. Seorang Nasrani Eropa dan sekaligus pendeta, Samuel Zwemmer, berkata: “Tujuan utama dari


(14)

2

kerja misionaris Kristen bukan hanya untuk membawa orang-orang Islam menjadi

Kristen, tetapi mencabut mereka keluar dari Islam”.1

Dalam doktin ajaran Kristen dikenal adanya perintah untuk melakukan penginjilan (Evangelisasi) yaitu ketika Kristus berpesan kepada muridnya

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapak dan Anak dan Roh Kudus”,2 dan ajarlah mereka melakukan segala yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Matius 28:16-20)

Begitulah para penginjil berpegang teguh pada ayat tersebut, walaupun nyawa sebagai taruhannya, dengan tujuan untuk menyebar luaskan amanat agung kepada pribumi Nusantara ini.

Kecurigaan kalangan muslim itu semakin mendalam ketika mereka menyaksikan layanan kemanusiaan yang menjonol dalam kegiatan misionaris, seperti bantuan pendidikan, kesehatan/keuangan untuk memasyarakatkan ajaran Kristen, sehingga hal ini mereka pandang sebagai suatu bentuk yang sama dengan upaya Kristenisasi.

Dalam membicarakan awal Kristenisasi, menurut Y. Bakker menganggap permulaan pengembangan agama Kristen di Indonesia terjadi pada pertengahan abad VII dengan berdirinya Episkopal Syria di Sumatera3

1

Alwi Shihab, Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung, Mizan, 1997, cet ke-1), hal. 9

2

Injil Matius 28:19, hal 19

3

Episkopal dengan arti bahwa Gereja-gereja (ke Gerejaan) diperintahi oleh uskup-uskup; dari atas ke bawah secara rinci, dan para pemimpinnya ditunjuk, bukan dipilih oleh jemaat selaku wakil-wakilnya. Baca Abujamin Roham, Ensiklopedia Lintas Agama, (Jakarta: Emerald, 2009), hal. 173


(15)

Sejarah panjang kegiatan misi Kristenisasi di Indonesia, berawal dari kedatangan bangsa Portugis yang ditandai dengan kedatangan Colombus. bangsa Portugis yang menemukan rute ke Asia lewat Afrika Selatan menandai era baru kegiatan misi Kristenisasi dikepulauan Indonesia.4 Pada tahun 1511, Portugis berhasil mendaratkan kapalnya di Malaka dan pada akhir tahun yang sama berhasil mencapai Maluku. Kemudian agama Kristen memasuki daerah tersebut, dengan mengikuti jalur perjalanan Portugis, maka salib-pun ditanamkan dimanapun kapal Portugis mendarat.

Bersamaan dengan proses Islamisasi terhadap kebudayaan lokal Indonesia, bangsa Belanda mendarat di Banten, Jawa Barat, pada 1596, dan langsung bergabung dengan bangsa Portugis, Inggris, dan Spanyol dalam memburu keuntungan di wilayah tropis yang amat kaya akan rempah-rempah ini. Namun dalam pergulatan merebut pengaruh antara ketiga bangsa itu (Portugis, Inggris, dan Spanyol), yang mendominasi kepulauan Nusantara yaitu bangsa Belanda, Maka pada abad ke 18, tentara-tentara Belanda berhasil melumpuhkan kerajaan Islam Mataram.

Dengan bangkitnya kekuatan Belanda, kegiatan Misi Kristenisasi beralih ke VOC dan mulailah berkembang Kristen Protestan di wiliyah ini. Mereka mengambil alih Pastor dan jemaah Kristen di bawah pengaruh mereka, sehingga secara umum mereka benar-benar berhasil dalam usaha untuk menyebarkan ajaran Kristen di Indonesia.5

4

Komaruddin Hidayat, (Ed) Passing Over, Melintasi Batas Agama, (Jakarta: Gramedia dan Paramadina, 1998), hal. 11

5


(16)

4

Ada tiga bentuk hegemoni,6 yang digencarkan oleh kolonial penjajah yakni glory, gospel, gold, untuk itu mereka juga memberikan pelayanan pendidikan dan sosial, serta kolonial Belanda merekrut orang-orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan Barat. Westernisasi bersamaan dengan kegiatan Misi Kristenisasi yang dilakukan di Indonesia.

Menurut Alwi Shihab, pada umumnya Islam memandang Kristen sebagai Ahlul Kitab yang harus dihormati tetapi sepanjang perjalanan sejarah, hubungan yang telah menjadi sumber kebaikan bagi keduanya ini telah menjadi sumber berbagai kesalahpahaman, ketidakpercayaan dan konflik.7 Pandangan Alwi Shihab di atas senada dengan Th. Sumartana, St. Sunardi dan Farid Warjidi, yang mengatakan:

“Salah satu sebab pertentangan antara kedua agama besar ini (Islam-Kristen) menyangkut hal penyebaran agama (dakwah, zending, Misi). Agama pada masa itu menampilkan dirinya sebagai potensi disintegratif yang cukup menonjol disamping bidang-bidang lainnya, seperti idiologi, politik, dan kesukuan.8

Dalam kegiatan Misi Kristenisasi membutuhkan modal dan para ahli, baik di bidang agama maupun di bidang teknis riset, dana dari luar negeri tentu saja menjadi faktor pendukung yang singnifikan, misalnya dari International Christian

Pendeta, 33 Misionaris ,49 Pastur, bisa dilihat di karyanya. Alwi Shihab, Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung, Mizan, 1997, cet ke-1), hal. 11

6 Istilah „Hegemoni‟ dipeloporikan oleh Antonio Gramsci, sosiolog aliran Marxis.

Hegemoni dalam terminologi Gramsci adalah penguasaan terhadap kelas-kalas dibawahnya dengan cara fersuasif, sebagai lawan dari domonasi (penguasaan dengan tekanan otoritarian dan kekerasan). Hegemoni juga berarti penguasaan atas pihak lain dengan jalan consensus, dimana pihak yang dikuasai menyetujui ide, gagasan, dan cara pandang pihak yang menguasainya. Lebih lanjut baca: Roger Simon, Gagasan-gagasan politik Gramsci, (Jakarta, INSIST bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, 2001, cet. III), hal, 19.

7

Th. Sumartana, “Pengantar; Menuju Dialog antar Iman, dalam Dialog, Kritik dan Identitas Agama, (Yogyakarta: Dian/Interfidei, 1999), hal. X

8

Th. Sumartana, “Pengantar; Menuju Dialog antar Iman, dalam Dialog, Kritik dan Identitas Agama, (Yogyakarta: dian/Interfidei, 1999), hal. 9


(17)

Aid, dan dari Word Council of Churches yang menjadi donator terbesar dalam kegiatan misi Kristenisasi.

Berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dalam penyebarannya disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Namun kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai.9

Untuk itu sebagai counter atas adanya Misi Kristenisasi di Indonesia, umat Islam dalam hal ini gerakan ormas Islam Muhammadiyah telah menampilkan diri dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, karena Muhammadiyah sepanjang sejarahnya telah membuktikan bahwa ia bukanlah sekedar gerakan pendidikan atau sosial-keagamaan, melainkan juga gerakan yang sangat aktif mendorong kebangkitan kembali masyarakat muslim di Indonesia, selain sumbangannya yang mengesankan dalam bidang sosial, politik dan pendidikan, sayap perempuan Muhammadiayah, dalam hal ini Aisyiyah, mungkin dapat disebut sebagai gerakan kaum perempuan yang paling dinamis di dunia muslim Indonesia.

Keresahan umat Islam dicerminkan dengan adanya gerakan-gerakan pribumi pada awal di Hindia-Belanda yang bercorak kultural dari pada politis. Adapun pergerakannya bervariasi, sebagian bersifat keagamaan dan sebagian yang lainnya bersifat sekuler. Salah satu pergerakan yang bersifat pendidikan dan kultural yang ditampilkan oleh kaum muslim santri ialah gerakan Muhammadiyah, yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Jawa Tengah pada 1912.

9


(18)

6

Pada intinya Muhammadiyah memainkan empat peran penting yang saling berkaitan10: pertama, sebagai gerakan pembaharuan; kedua, sebagai agen perubahan sosial; ketiga, sebagai kekuatan politik; dan keempat, yang paling menonjol, sebagai pembendung paling aktif misi-misi Kristenisasi di Indonesia. Muhammadiyah secara terbuka berupaya menanggulangi pasang naik kegiatan Misionaris Kristen dalam berbagai cara. Tujuan ini diusahakan dicapai kadang-kadang dengan cara langsung, tetapi yang lebih sering dengan cara tidak langsung, yakni dengan menyediakan dan meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan dan kesehatan Islam. Cara tidak langsung ini dimaksudkan untuk menandingi fasilitas sejenis yang sudah dengan mapan dikembangkan oleh lembaga Misionaris Kristen.

Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis mengajukan sebuah judul

skripsi “Respons Muhammadiyah terhadap Misi kristenisasi di Indonesia Era Kepemimpinan K.H Ahmad Dahlan”. Maka berkenaan dengan itu dapat penulis

tegaskan beberapa alasan memilih pokok masalah tersebut:

Pertama, masih sangat sedikit tulisan yang berkenaan dengan “Aktivitas

Misi Kristenisas,” mungkin hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah ketidaksediaan untuk membahas permasalahan yang dapat memunculkan pertentangan tersembunyi antara umat Islam khususnya Muhammadiyah dan Kristen di Indonesia kepermukaan. Alasan Kedua adalah kehati-hatian yang berlebihan, berusaha untuk tidak mengusik kepekaan pemerintah terhadap permasalahan yang berhubungan dengan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar

10

Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998, cet ke 1), hal. 3


(19)

Golongan), oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan Misi Kristenisasi ini, sebagai sumbangsi pemikiran dan upaya memecahkan kebekuan penulis tentang kegiatan Misi Kristenisasi.

Kedua, tulisan ini tidak untuk mendiskreditkan umat Kristen sebagai kelompok minoritas, namun lebih merupakan pengungkapan fakta terhadap adanya aktivitas Misi.Kristenisasi pada masa Kolonial penjajahan di Indonesia.

Ketiga, sesuai dengan tema, penulis ingin mengungkap lebih jauh mengenai bentuk Respons yang diberikan umat Islam khususnya Muhammadiyah terhadap adanya kegiatan Misi Kristenisasi pada masa Kolonial penjajahan dan mengungkap lebh jauh keterlibatan organisasi massa Muhammadiyah sebagai bentuk dari lembaga formal umat Islam dalam merespon adanya Misi Kristenisasi.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Masuknya agama Kristen sering dianggap semata-mata hasil kerja

penginjilan yang dihembuskan oleh kedatangan penjajah di Indonesia sehingga ini menjadi momok yang meresahkan bagi pribumi khususnya umat Islam. Agama adalah persoalan inti dalam kasus ini. Perpindahan agama yang dilakukan oleh seseorang merupakan manifestasi keinginan untuk melakukan perubahan secara radikal karena kepercayaan telah tertancap dalam di jantungnya dan berakar di hatinya. Ketika beralih agama berarti mencampakan agama masa lalu seseorang, akan tetapi akan menjadi masalah jika melakukan itu kepada ribuan orang yang sudah memiliki agama (Islam) yang dianut seperti di Nusantara pada masa Kolonial penjajah yang digarap oleh para Minionaris Kristen. Menginngat dalam


(20)

8

doktin ajaran Kristen dikenal adanya perintah untuk melakukan penginjilan (Evangelisasi).

Berangkat dari permasalahan di atas tadi, hemat penulis, penelitian ini sangat layak untuk diteliti dan dikembangkan, maka agar permasalahan ini tidak meluas, penulis akan merumuskan ke dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa sebenarnya konsepsi misi dan perkembangan Kristenisasi Era Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan?

2. Apa yang melatarbelakangi K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah?

3. Apa saja yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam menghambat Kristenisasi?

4. Apakah usaha K.H. Ahamd Dahlan berhasil dalam menghambat Kristenisasi?, jika berhasil tolak ukurnya dimana?

5. Bagaimana Respons Muhammadiyah terhadap kristenisasi di Indonesia pada Era Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan?

Secara keseluruhan Kristenisasi telah menjadi keresahan bagi umat Islam, mengingat di negara ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Gerakan-gerakan Misi Kristenisasi dari awal kedatangnya yang dibawa oleh para penjajah hingga sampai sekarang dengan bentuk kemasan atau penampilan yang selalu berbeda-beda, ini telah menjadi momok yang meresahkan umat Islam sehingga harus di respons.

Dalam kajian skripsi ini sesungguhnya memerlukan uraian panjang dan luas, maka titik fokus (center of interest) dari penelitian ini adalah pada konsep


(21)

(cara) Misi Kristenisasi yang nantinya dapat dilihat dari awal kedatangannya sampai sekarang selalu berubah-rubah dan bagaimana Respons Muhammadiyah pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan terhadap Kristenisasi. Di pilihnya ormas Islam Muhammadiyah bukan berarti menafikan peran organisasi lain dalam merespons adanya kegiatan misi Kristenisasi, namun penulis melihat berdasarkan fakta dan data yang ada, ormas Islam Muhammadiyah inilah yang secara nyata melakukan kegiatan-kegiatan sebagai reaksi terhadap adanya kegiatan Kristenisasi, maka untuk meresponsnya dibangunlah tempat pendidikan dan rumah sakit, serta panti asuhan diberbagai pelosok daerah-daerah untuk mengimbangi banyaknya para misi Kristenisasi yang disebar lembaga gereja, sehingga seperti inilah yang dilakukan Muhammadiayah untuk melakukan penetrasi terhadap misi Kristenisasi.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah ingin menjelaskan mengenai Respons Muhammadiyah Terhadap Misi Kristenisasi pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Adapun manfaat dari penelitiaan ini antara lain:

1. Dapat dipakai sebagai salah satu bahan referensi yang menyangkut Misi Kristenisasi pada masa penjajahan di Indonesia

2. Sebagai stimulant awal untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka menelusuri gerakan Misi Kristenisasi di Indonesia

3. Sebagai counter atas adanya kegiatan Kristenisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Muhamadiyah era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan


(22)

10

D. Tinjauan Pustaka

Sepanjang penelusuran penulis, sudah ada skripsi yang membahas mengenai “Respons Umat Islam Terhadap kristen di Indonesia (1945 s/d 1990)”

oleh Ida Humaida11, mahasiswi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2000. penelitian skripsinya berkonsentrasi pada sejarah berkembangnya misi Kristenisasi di Indonesia dari tahun 1945 s/d 1990, skripsi ini hanya membahas tentang sejarah misi di Indonesi. Untuk itu sebagai counter atas adanya Kristenisasi di Indonesia, dua Ormas Islam yaitu Muhammadiyah dan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) dengan berbagai gerakannya adalah untuk dakwah Islam dan mengimbangi Misi Kristen di Indonesia.

Disamping itu dalam Disertasinya Dr Alwi Shihab mengenai “Gerakan Muhammadiyah” tahun1998 yang dijadikan buku dengan judul “Membendung Arus: Respons Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia”12

yang diterbitkan tahun sama, dijelaskan dalam buku itu mengenai Indonesia dalam tinjauan historis, masuk dan berkembangnya agama Kristen di Jawa, atas itulah salah satu lahirnya Muhamadiyah adalah salah satunya sebagai penetrasi kebudayaan lokal dari Kolonial Belanda sehingga Muhammadiyah membendung misi-misi Kristen.

Sebagai pendukung, penulis mengambil literatur dari karangannya C.

Guillot dengan judul buku “Kiai Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa” buku

11

Lihat dalam Skripsi, Ida Humaida. “Respon Umat Islam terhadap Misi Kristen 1945 s/d 1990).” Skripsi S1 Fakultas Adab, IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2000

12 Lihat Disertasi Alwi Shihab “Gerakan Muhammadiyah

yang dijadikan buku

Membendung Arus; Respons Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia ,(Bandung; Mizan 1998)


(23)

tersebut mengupas tentang berdirinya agama Kristen di Jawa berikut gerakan Misionarisnya yang dilakukan oleh gereja Protestan dan Katolik, untuk menyebarkan Kristenisasi maka dilakukan oleh orang Eropa non gereja dan orang pribumi diantaranya: Mr Ende, nyonya Philips, Sadrach dan yang lainnya. Pokok dalam buku ini adalah menceritakan riwayat hidup Sadrach dan pergerakannya dalam penyebaran Misi Kristenisasi di jawa. Diantara pendukung buku lainnya

adalah buku “Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia” yang dikarang oleh pendeta. Dr. Jan S. Aritonang. Buku ini memaparkan tentang perjumpaan Islam dan Kristen pada masa penjajahan Portugis, Belanda VOC, Jepang, serta perjumpaan Islam dan Kristen pada masa Orde Lama, pada masa Orde Baru, dan perjumpaan Islam pada masa Era Reformasi. Selain itu masih banyak buku lainnya yang berkaitan tentang Misi Kristenisasi di Indonesia yang dijadikan sebagai referensi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka dari studi review terhaduhu di atas, penulis ingin mengungkapkan Kristenisasi pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan sebagai counter oleh ormas Islam Muhammadiyah terhadap Kristenisasi, serta buku-buku lainnya yang menyangkut Muhammadiyah dan agama Kristen di Indonesia.

E. Kerangka Teori

Menjelang didirikannya Muhammadiyah, Islam-Indonesia tengah mengalami krisis karena keterbelakangan pemeluknya akibat sistem pendidikan yang statis. Kegiatan Misi Kristen maupun organisasi yang tidak berbasis Islam nampaknya menempati posisi terdepan karena disebabkan oleh kuatnya pengaruh lobi Kristen Pemerintah Kolonial yang bertujuan untuk mengebiri peranan Islam


(24)

12

Indonesia. Oleh karena itu Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiayah adalah perkembangan logis dalam menghadapi kegiatan Kristenisasi yang diberi dukungan dan kekuatan oleh para penguasa Kolonial Belanda13. Sebagai counter atas Misi kristenisasi Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan yang menggabungkan sistem pesantren dan umum.

Berangkat dari Firman Allah “dan barang siapa mencari agama selain

Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima dari-Nya dan di akhirat kelak ia akan

termasuk orang yang merugi”.14

Menurut Murtdha Muthahhari jika seseorang mengatakan bahwa makna Islam secara harfiah adalah ketundukan kepada Allah maka konsekuensinya wajib ketundukan kepada Allah dengan menerima perintah-perintahnya. Selain itu dalam pandangan Murtdha Muthahhari hanya ada satu agama yang benar pada tiap zaman, dan semua manusia wajib beriman kepadanya. Sehingga tiap-tiap nabi menguatkan keabsahan nabi-nabi terdahulu, maka konsekuensinya keimanan kepada semua nabi adalah ketundukan agama-agama sebelumnya kepada nabi yang teraktual15. Dalam hal ini Islam yang di bawakan oleh nabi Muhammad.

F. Metode Pembahasan

Dalam upaya memudahkan penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan kajian pustaka, analisis historis mengenai respons Muhammadiyah terhadap kristenisasi di Indonesia pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, maka dilakukan dua tahapan metode pembahasan sebagai berikut: Pertama,

13

Mahasri Shobahiya DKK, Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar (LPID) UMS, 2008 Cet ke 3, hal 43

14

Al-Qur‟an Surat Ali’Imran Ayat 85

15

Murtdha Muthahhari, Memastikan Bunda Teresa Masuk Neraka?, Dopok; Pustaka Iman, 2006 hal 26-27


(25)

heuristic atau penelusuran data, beberapa data yang penulis jadikan rujukan adalah data primer seperti berkaitan dengan sejarah misi Kristen masuk ke Indonesia, baik dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan tulisan-tulisan yang membahas penetrasi misi kristenisasi di Indonesia pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan. Kedua; Kajian Analisa, penulis mencoba melakukan kritik terhadap data yang ada dengan mencoba membandingkan satu informasi dengan informasi lainnya, sehingga di dapat data yang penulis anggap paling akurat untuk dijadikan rujukan dalam skripsi ini. Teknik dan penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi, tesis, disertasi yang di susun oleh tim UIN Syarif Hidayatulah Jakarta atau mengikuti buku pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Guna mendukung pembatasan masalah tersebut, penulis merumuskan pembahasan dengan menganalisa bagaimana Respons dan reaksi umat Islam khususnya Muhammadiyah terhadap kegiatan Misi Kristenisasi di Indonesia pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan.

Sejumlah pertanyaan di atas kiranya bisa difahami sebagai upaya penulis untuk membuat suatu rumusan skripsi guna memudahkan kajian yang mengarah pada bentuk respons Muhammadiayah terhadap Kristenisasi di Indonesia era kepemimpinan K.H Ahmad Dahlan .

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini secara sistematis terbagi atas lima pembahasan, dimulai dari Bab I dan disusul Bab berikutnya,


(26)

14

Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Pada Bab ini juga akan dipaparkan mengenai penelitian ini penting untuk dilakukan. Kecuali itu, cakupan masalah yang dibahas juga dibatasi sedemikian rupa agar tidak melebar pada hal-hal yang di luar pembahasan. Kerangka teoritis dimaksudkan sebagai mata baca dan alat analisa penulis dalam menilai suatu permasalahan. Dalam Bab ini juga disajikan tinjauan pustaka atau review studi terdahulu yang pernah membahas persoalan serupa. Dengan demikian, kiranya memjadi jelas apa signifikansi penelitian yang penulis lakukan dan dari mana posisi penulis diantara para penulis terdahulu.

Bab II Memaparkan konsepsi Kristenisasi yang di dalamnya memuat arti Kristenisasi, dalil teologis Kristenisasi, misi kristenisasi, disusul dengan bentuk-bentuk Kristenisasi, serta penulis akan menjelaskan juga sejarah kristenisasi di Indonesia.

Bab III Memuat bahasan tentang sejarah berdirinya Muhammadiyah. Pada bagian ini juga akan dibahas perkembangan Muhammadiyah era K.H. Ahmad Dahlan. Sebagai akhir Bab III penulis juga akan memaparkan metode dan bentuk gerakan dakwah Muhammadiyah

Bab IV Menguraikan tentang Kristenisasi dalam pandangan Muhammadiyah, selanjutnya Respons Muhammadiayah Terhadap Kristenisasi pada era kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan,

Bab V Merupakan penutup, hasil analisa dari penelitian ini akan dijelaskan secara singkat dan disimpulkan dalam Bab V. Bab ini menjawab beberapa


(27)

perumusan yang dirumuskan dalam Bab I. Kecuali, beberapa catatan dan saran penting dari hasil penelitian ini juga akan ditambahkan dalam Bab ini.


(28)

BAB II

KONSEPSI MISI DAN PERKEMBANGAN KRISTENISASI DI INDONESIA

A. Konsepsi Kristenisasi

Menjelang pertengahan abad ke-VII Indonesia jatuh ke kaki penguasa kolonial, melalui penjajahan terhadap pribumi yang diikuti dengan penyebaran kegiatan Misi Kristenisasi. Ini telah membuktikan bahwa pemerintah kolonial tidak hanya mencari keuntungan terhadap wilayah yang dijajahnya, akan tetapi mereka juga memberi dukungan terhadap para misionaris untuk menyebarkan agama Kristen di Indonesia.

1. Arti Kristensiasi

Sebelum membicarakan tentang Kristeisasi, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai arti Misi, karena Misi dan Kristenisasi adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling berkaitan.

Tidak pernah ditemukan dalam perjanjian baru mengenai istilah Misi, akan tetapi didalamnya terdapat kurang lebih sembilan puluh lima ungkapan Yunani yang berkaitan dengan Misi.1 Salah satu ungkapan Yunani bernuansa Misi

adalah “apostello” yang artinya “mengutus”, sedangkan kata Misi itu sendiri

berasal dari bahasa latin “mitto” yang memiliki arti “mengutus”.2 Secara umum kata Misi bisa merujuk pada pengutusan seseorang dengan tujuan khusus, misalnya Misi kesenian, Misi budaya, dan yang lainnya. Namuan Misi dalam

1

David J.Bosch, Transformasi Misi Kristen. Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan berubah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), cet ke-1, hal. 23

2

Daniel Maedjadja, Prinsip-prinsip Dasar Kepemimpinan Kristen, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1995), hal. 41-42


(29)

konteks Kekristenan, Misi dipahami dalam arti pengutusan gereja universal ke dalam dunia untuk menjangkau orang-orang kepada Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat, khususnya melalui sekelompok pekerja yang disebut Misionaris

Ada beberapa hal yang perlu ditekankan dari definisi Misi di atas, hemat penulis terbagi dalam empat pengertian, yaitu:

Pertama,Pengutusan ke Dunia, artinya Orang Kristen diutus untuk pergi ke dunia (Yoh. 17), membawa orang yang belum bertobat ke dalam ibadah gereja. Oleh karena itu orang Kristen harus proaktif dalam Misi, bukan menunggu kesempatan;.Kedua, Gereja Universal, artinya Misi bukanlah pekerjaan sebuah gereja lokal. Misi adalah pekerjaan Allah, karena itu seluruh orang yang percaya disegala tempat harus terlibat. Sehingga fungsi gereja lokal harus memperhatikan dan mendukung pekerjaan Misi di belahan dunia yang lain, karena pekerjaan tersebut adalah milik semua gereja; Ketiga, Untuk Menjangkau Orang-orang kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, .artinya Misi tidak selalu identik dengan pertumbuhan gereja (lokal). Tujuan utama Misi bukanlah menambah jumlah keanggotaan suatu gereja lokal saja, melainkan pelebaran kerajaan Allah. Misipun tidak identik dengan mengajarkan agama Kristen, Yesus sebagai guru etika, penyembuh maupun pemberi berkat; keempat. Khususnya Misionaris,

artinya Kekhususan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ada banyak daerah yang belum memiliki orang Kristen di sana, sehingga sekelompok orang Kristen perlu diutus secara khusus untuk memberitakan Injil di sana. Kekhususan ini tidak membatalkan peran serta gereja lokal. Gereja lokal harus tetap mendukung para Misionaris dalam banyak cara sambil tetap melakukan tugasnya sendiri.


(30)

18

Berkaitan dengan Misi, sebagaimana yang diungkapkan oleh David J. Bosch, ia memberikan iliustrasi menarik bahwa yang dimaksud dengan Misi ialah: (a) penyebaran Iman (b) perluasan pemerintahan Allah, dan (c) pendirian jemaat-jemaat baru.3 Selain itu kata Misi ternyata sering juga diparafrasekan dengan istilah lain Zending dan Evangelisasi, istilah zending lebih merupakan kosa kata bahasa Belanda, yang berarti pengutus Injil (Misi yang dibawakan oleh Kristen Protestan), sementara Evangelisasi Penginjilan (Misi yang dibawakan oleh gereja Katolik)..

Dari sekian banyak definisi Misi, ada dua definisi yang sering dipakai, yaitu definisi dari Advancing Church Mission Commitment (ACMC). Definisi ini dibuat dan disepakati oleh kira-kira 170 orang Pimpinan gereja dan Badan-badan Misi4

Pertama, Misi adalah: Setiap usaha yang ditujukan dengan sasaran untuk menjangkau melampaui kebutuhan gereja dengan tujuan untuk melaksanakan Amanat Agung dengan menyatakan Kabar Baik dari Yesus Kristus, menjadikan murid, dan dikaitkan dengan kebutuhan yang utuh dari manusia, baik jasmani maupun rohani; Kedua, Mengenai gereja Misioner yang aktif dan sehat, digambarkan sebagai: Gereja yang mengambil sikap agresif dalam penginjilan sedunia, dimana setiap anggota jemaat melihat dirinya sebagai komponen kunci

3

David J.Bosch, Transformasi Misi Kristen. Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), cet ke-1, hal. 24

4

Novi Yuniarti, Sekilas Tentang Misi, artikel diakses pada 30 Maret 2011 dari


(31)

dalam menggenapi Amanat Agung dan memobilisasi sumber-sumber dayanya semaksimal mungkin untuk tugas ini"

Sedangkan menurut Uskup Stephen Neil, Misi adalah setiap usaha sengaja untuk melintasi atau menerobos rintangan-rintangan dari gereja kepada non gereja demi memproklamirkan Injil dalam kata dan karya. Jadi, yang dikategorikan sebagai Misi adalah pekerjaan yang memikirkan kebutuhan akan Injil di luar tembok gereja atau non gereja..

Kristenisasi ialah Pengkristenan (orang-orang) atau gerakan untuk mengkristenkan umat manusia.5 Kristenisasi dalam pengertian yang lain ialah

upaya meng “Kristen” kan semua manuasia, baik anak keturunan Bani Israil yang

sesat, maupun manusia lainnya yang berada dimuka bumi ini. Adapun kata atau

istilah “Kristenisasi” sama dengan istilah Evangelisasi dan zending yang memiliki perbedaannya hanya terletak pada bahasa, bahwa kata Evangelisasi dan zending adalah bahasa indah, ramah, dan halus yang dibawa oleh misionaris Katolik,. sedangkan kata zending selalu dipakai oleh orang Kristen Protestan dalam menyebarkan Misinya. Akan tetapi kata Kristenisasi lebih mendesak dalam pengertian lebih bersifat kepada melakukan segala cara (melalui: pemanfaatan kemiskinan, kebodohan umat, pengangguran, dan yang lainnya) dengan melakukan apa saja untuk menjadikan seseorang atau bangsa di luar Israil agar menjadi pengikut Jesus yang Kristus ini sesuai dengan Matius 28:19 dan Yahya

10:16 “Ada lagi padaKu domba yang lain, yang bukan masuk kandang domba ini; maka sekalian itu juga wajib aku bawa


(32)

20

Para evangelis dan zending dalam menyampaikan ajaran Kristen, mereka memakai sumbernya dari segenap kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, atau mereka bisa dikatakan Kristolog artinya jika pengertian tentang ke Kristenan atau berita yang menyangkut tentang Yesus Kristus, berdasarkan Alkitab yang disampaikan lewat ucapan, tulisan, atau yang lainya adalah murni.

2. Dalil Teologis Kristenisasi

Dalam bab satu telah penulis ulas mengenai doktin ajaran Kristen dikenal adanya perintah untuk melakukan penginjilan (Evangelisasi) yaitu ketika Kristus

berpesan kepada muridnya untuk “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapak dan Anak dan Roh Kudus”,6

dan ajarlah mereka melakukan segala yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (Matius 28:16-20)

Begitulah para penginjil dengan gigih teguh pada ayat di atas tersebut meskipun harus ditebus dengan nyawa mereka dengan harapan mendapatkan kehidupan baru di surga, mengingat ini adalah sebuah sebuah “Amanat Agung”

untuk menjadikan segala bangsa sebagai murid Yesus dan membaptis mereka atas nama Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus.

Selain itu untuk memperkuat tentang dogma dalam Kristen yang menyangkut Kristenisasi ialah Matius 28:19 dan Yahya 10:16 “Ada lagi padaKu Domba yang lain, yang bukan masuk kandang domba ini; maka sekalian itu juga

6


(33)

wajib aku bawa. Artinya Yesus ingin menjadikan seseorang atau bangsa di luar Israil dan seluruh umat manusia agar menjadi pengikut Jesus yang Kristus.

Adapun Doktrin agama Kristen yang lainnya terkait dengan Kristenisasi adalah jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, dogma Kristen menyatakan bahwa satu-satunya jalan keselamatan dunia dan akhirat hanya ditawarkan oleh Yesus. "Siapa tidak besama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak berkumpul bersama-Ku bercerai-berai" (Matius 12:30) yang kemudian berkembang dengan slogan Extra Eccelesias Nulla Salus (di luar gereja tak ada keselamatan).

Dari ketiga ayat di atas tersebut adalah doktrin agama dalam Kristen yang dijadikan oleh para misionaris sebagai sumber untuk melaksanakan kristenisasi karena ini adalah Amanat Agung.

3. Misi Kristenisasi

Ada beberapa tujuan dari kristenisasi yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Misi kriatenisasi Mencakup Pekabaran Injil dan Pelayanan Sosial.

Ada beberapa pandangan umum tentang Misi kristenisasi, salah satunya menurut A. Scott Moreau, “Mission and Missions” dalam Evangelical Dictionary of World Missions. Pandangan Tradisional melihat Misi kristenisasi identik (dan terbatas pada) penginjilan saja, namun menurut pandangan Modern (kalangan liberal) Misi Kristenisasi mencakup penginjilan dan memberikan pelayanan sosial, namun bagi mereka penginjilan tidak lebih penting dari pada pelayanan sosial. Adapun Perubahan paradigma dikalangan Injil tentang pengertian Misi


(34)

22

Kristenisasi dipelopori oleh John Stott. Ia berpendapat bahwa Misi Kristenisasi Al-Kitabiah mencakup penginjilan dan pelayanan, akan tetapi penginjilan tetap menjadi inti Misi kristenisasi, seperti murid-murid Yesus diutus untuk melakukan Misi Kristenisasi sama seperti yang telah dilakukan Yesus, sedangkan dalam pelayanan Yesus, Ia tidak hanya memberitakan Injil tetapi juga memperhatikan masalah sosial.

2. Misi Kristenisasi Berujung pada Pemuridan.

Mayoritas orang memahami inti amanat agung (Mat 28:19-21) adalah terletak pada penginjilan (banda. kata “pergilah” yang diletakkan di awal kalimat) dan langkah selanjutnya adalah pemuridan, baptisan dan pengajaran. Bagaimanapun, menurut struktur kalimat Yunani di ayat 19-20, inti Amanat Agung justru terletak pada pemuridan. Hal ini didasarkan pada mood imperatif

untuk kata kerja “jadikanlah murid” (muridkanlah) yang diikuti oleh tiga

participle (anak kalimat), yaitu “pergi”, “baptiskanlah” dan “ajarkanlah”.

Penggunaan kata “muridkanlah” di sini menempatkan penginjilan dalam konteks

mempelajari hukum (ajaran) Yesus.

3. Mis Kristenisasii Merupakan Tugas Seluruh Orang yang Percaya.

Kesalahpahaman lain tentang Amanat Agung yang kadangkala muncul adalah konsep bahwa pekerjaan Misi Kristenisasi merupakan tugas khusus untuk murid-murid Tuhan Yesus (kaum rohaniwan, dan bukan untuk jemaat awam). Bahkan ada yang berpendapat bahwa penginjilan merupakan karunia khusus yang tidak harus dilakukan oleh setiap orang yang percaya. Pandangan ini tentu saja tidak sesuai dengan esensi Amanat Agung. Padahal Amanat agung ditujukan bagi


(35)

“semua bangsa” dan disertai janji “sampai kesudahan jaman”. Dua hal ini tidak

mungkin hanya dimaksudkan untuk kaum rohaniawan sebagai murid Tuhan, akan tetapi orang awampun yang percaya dipersilahkan untuk melakukan penyebaran Misi.

dari yang telah dibahas di atas tadi, maka sebenarnya misi Kristenisasi adalah ingin memproklamirkan kerajaan Allah, dengan harapan afar seluruh umat manusia bisa masuk kedalam kerajaan Allah tersebut yang telah Mengutus Yesus sebagai juru selamat bagi umat manusia.

B. Bentuk-bentuk Kristenisasi

Sebenarnya bentuk nyata dari adanya Kristenisasi adalah penjajahan, akan tetapi untuk mempermudah prosesnya, maka hemat penulis dibagi kepada dua katagori, yaitu:

1. Sistem Pendidikan Sekolah.

Sejak awal, penyebaran agama Kristen ke Indonesia melalui pendirian sekolah-sekolah yang didukung oleh pamarintah Belanda. Proyek pendidikan pemerintah Belanda dimulai sekitar pertengahan abad ke 19. Beberapa anak-anak Indonesia dari kalangan menengah ke atas mendapat kesempatan untuk belajar di sekolah untuk anak-anak Eropa yang sudah berdiri sejak 1816. Pemerintah kolonial juga membuka sekolah guru untuk sekolah-sekolah Jawa dan sekolah STOVIA untuk melayani kesehatan masyarakat pribumi. Karena meresa kurang mencukupi, pada tahun 1879 pemerintah kolonial membuka Hofdenschoolen


(36)

24

(sekolah para kepala) untuk mendidik anak-anak Bupati dalam bidang administrasi. Proyek pendidikan ini terus berlanjut sampai dengan pembukaan lembaga pendidikan dasar yang disebut dengan sekolah kelas satu dan sekolah kelas dua.7

Pada periode politik etis, atau periode setelah 1900-an, telah terjadi perubahan pada pendidikan kolonial, baik dalam bentuk re-organisasi sekolah maupun pembukaan sekolah-sekolah baru. Pada tahun 1900, tiga Hofdenschoolen

yang teletak di Bandung, Magelang, dan Probolinggo di-re-organisasi menjadi OSVIA (Opleidingschoolen Voor Inlandsche Ambtenaren), dengan tujuan supaya nyata-nyata menjadi lembaga pendidikan yang mencetak pejabat pribumi yang secara tidak langsung mendidik mereka agar tertarik pada Belanda. Dan memang untuk pembelajarannya di OSVIA adalah lima tahun, dengan pengantar bahasa Belanda. Tahap berikutnya sekolah kelas satu berubah menjadi HIS (Hollandsch Inlandsch School) atau bisa disebut sekolah Belanda-Pribumi pada tahun 1914.8

Di samping itu pemerintah kolonial Belanda juga telah membuka sekolah-sekolah, seperti sekolah untuk orang Eropa ELS (Europessch Lagere School), sekolah tingkat menengah HBS (Hogere Burger School), MULO (Meer Uitgebreid Lafere Onderwijs) untuk melayani pendidikan tingkat menengah dan AMS (Algemene Middelbare School) untuk melayani pendidikan tingkat atas,

7

Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, (Jakarta: LPJM UIN Jakarta press, 2009), hal. 86

8

Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, , hal. 87


(37)

sekolah- sekolah di atas tersebut adalah mengakomodasi banyak gagasan dan cita-cita pada tahun 1900-an STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsch Arsten).

Sekolah-sekolah ini sebagai tujuan integral dari cencana pemerintah Kolonial belanda yang bekerjasama dengan para misionaris untuk

“membelandakan” anak-anak pribumi yang kelas menengah keatas dengan harapan kelak masuk pada agama Kristen.

2. Inkulturasi (penyesuaian agama terhadap budaya setempat).

Prinsip bahwa agama Kristen harus disampaikan kepada pribumi dalam bentuk yang bisa diterima oleh kebudayaan dan pandangan dunia masyarakat tersebut,9 dengan mempertahankan hal yang fundamen dalam ajaran Kristen, sehingga bentuk Alkitab bisa di terjemahkan dalam bahasa pribumi tersebut seperti, Indonesia, melayu, Jawa, Sunda, dll. Dengan tujuan agar bisa diterima dan dipahami oleh masyarakat setempat. Selain itu siakp yang ditonjolkan oleh para misionaris adalah sikap akamodatif terhadap tradisi Jawa dan adat-istiadat Islam, seperti memakai blangkaon, berbicara bahasa Jawa, dan yang paling menarik mereka pun mempertahankan upacara adat selametan, yang di dalamnya adalah kumpul dan makan bersama, karena tradisi ini adalah kegiatan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa. Adapun bentuk Kristenisasi yang lainnya adalah memanfaatkan tradisi yang menceritakan kisah-kisah dalam Alkitab untuk menyampaikan pesan-pesannya melalui pementasan pewayangan

9


(38)

26

yang seperti yang dilakukan oleh seorang Wali Songo (Sunan Kalijaga) dalam menyebarkan agama Islam di Jawa.

Selain itu bentuk Kristenisasi yang lainya adalah, dibukanya lahan pertanian sebagai membuka lapangan pekerjaan untuk pribumi, dengan secara perlahan mereka pun akan medah dalam menyampaikan ajaran agama Kristennya, dan yang tidak kalah penting lagi merekan membuka pengobatan secara cuma-cuma dan gratis kepada masyarakat yang dibarengi dengan pembaptisan.

C. Kristenisasi di Indonesia

Seperti yang sudah diungkapkan pada Bab pendahuluan, berbicara tentang awal Misi Kristenisasi masuk ke kepulauan Indonesia sebagaimana yang di katakan oleh Y. Bakker mengatakan bahwa masuknya agama Kristen di Indonesia sudah terjadi pada pertengahan abad ke VII dengan berdirinya gereja Episkopat10 Syiria di Sumatera.

a. Prakemerdekaan:

1. Misi Kristenisasi di bawah Kolonial Portugis

Negara Portugis terletak di semenanjung Iberia, ujung barat daya benua Eropa, dikenal sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Katolik. Dalam perjalanannya bangsa Portugis ini mengemban tiga Misi dalam melakukan ekspansinya: berdagang, menaklukan wilayah, dan menyiarkan agama. Ketiga hal tersebut sering diungkapkan dengan istilah Gospel, Gold, and Glory.

Maka setiap dalam ekspedisi bangsa Portugis selalu diikutkan sejumlah imam atau

10

Gereja-gereja yang Orang para pemimpinnya ditunjuk bukan dipilih oleh jemaat selaku wakil-wakilnya. lebih lengkapnya baca: Abujamin Roham, Ensiklopedi Lintas Agama, (Jakarta: pt. Intermasa bekerja sama EM.Emerald 2009), cet. I, hal. 173-174


(39)

rohaniawan katolik yang bertugas untuk melayani dan merawat para pedagang dan personilnya, bahkan untuk mengabarkan Injil kepada penduduk pribumi, sehingga para imam atau rohaniawan ini merangkap sebagai Misionaris. Agama Kristen tiba di wilayah yang kini disebut Indonesia, menurut para sarjana Kristen yaitu sejak periode bapak-bapak Kristen awal.11. Dalam pelayarannya era Columbus, orang-orang bangsa Portugis menemukan rute perjalanan menuju ke Asia lewat Afrika selatan yang selanjutnya ini adalah proses awal dalam kegiatan Misionaris di wilayah kepulauan Nusantara ini. Maka usaha Misi Kristenisasi berikutnya yang di gencarkan oleh orang-orang Portugis meraih kesuksesan terutama di wilayah Maluku sebagai kepulauan yang kaya rempah-rempah, pada abad ke XVI. Orang –orang Portugis berhasil mendaratkan perahunya di Maluku, setelah itu melebarkan ekspansinya ke Goa, dan Malaka yang dijadikan sebagai pusat kegiatan Misi Krisren.12

Pada tahun 1511, bangsa Portugis telah menguasai Malaka, dan pada saat tahun yang sama juga mereka telah menguasai Maluku, dan memperluas di wilayah-walayah sekitarnya disertai dengan penyebaran agama Katolik dengan simbol Salib ditancapkan dimana saja orang-orang Kristen berlabuh. Sehingga gereja yang pertama diberdiri di wilayah Maluku pada tahun 1522. Maka untuk memperluas tidak lama kemudian didatangkanlah sejumlah Misionaris dari India untuk mengajarkan Alkitab.

11

Dr. Kurt Koch, Menyatakan bahwa penginjil Thomas, yang bekerja di India, mungkin saja berlayar ke wilayah Indonesai bersama para pedagang India

12


(40)

28

Dalam sejarah penyebaran agama Katolik di Indonesia, tercatat sebuah nama yang dianggap sebagai Misionaris paling termashur dalam sejarah gereja, sebagaimana yang dikatakan, H. Berkhof, mencatat salah satu diantara para Misionaris awal ini adalah Fransisco Xaverius/Francis Xavier (1506-1552) yang berasal dari Masyarakat Yesus (Society of Jesus), yang sejak kelahirannya mendapat panggilan “Rasul untuk orang-orang Indonesia”, sehingga ia dianggap paling mashur dan berhasil menjalankan Misinya di Maluku sampai Ternate.

Kesuksesan para Misionaris ini selalu dikaitkan dengan kestabilan kekuasaan Kolonial Portugis, sehingga pada periode pertama berdirinya gereja mengalami perkembangan besar dalam jumlah penganut agama Katolik.

Sebagaimana dalam tulisannya Fransisco Xaverius, “(jika) setiap tahunnya selusin saja para pendeta datng ke sini dari Eropa, maka gerakan Islam tidak akan bertahan lama dan semua penduduk ke pulauan Indonesia akan menjadi pengikut agama Kristen”.13

Dalam catatannya disebutkan sebagainama Fransisco Xaverius mengajar untuk anak-anak dan dewasa dua jam setiap hari, ia berusaha mengenalkan Injil dan ajaran-ajaran Katolik. Bahkan ia dengan kerja keras merumuskan pokok-pokok iman Kristen, di samping itu dengan ide-ide yang cemerlang ia menterjemahkan injil ke dalam bahasa Melayu dengan harapan agar penduduk asli bisa memahami Injil, bahkan ia juga menyusun syair-syair yang berkenaan dengan dua belas pasal iman.

13

Alwi Shihab, Pendahuluan Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998, cet ke 1) hal 31


(41)

Keberhasilan usaha-usaha yang dirintis oleh Fransisco Xaverius banyak diikuti dan ditiru serta kemudian diteruskan oleh para pastur-pastur yang lainnya dibeberapa daerah. Diantaranya ada beberapa nama-nama seperti Seperto Antonio De Taveiro pada tahun 1551 di daerah Flores, selain itu ada juga Peter Vicente Viegas yang mengenalkan Injil dan ajaran-ajaran Katolik di Makasar, Fransiska Dominika dan Diego Magelhaes, ia adalah seorang pastur yang ikut dalam penyebaran Injil di Menado.14

Sebenarnya bila kita amati, Portugis memperkenalkan agama Katolik dengan cara kekerasan yang berlandaskan jiwa pemberontakan dan permusuhan tradisional terhadap Islam.15 Bagi mereka semua orang Islam adalah musuh yang harus diperangi. Mereka sengaja datang keberbagai pelosok daerah antara lain untuk memerangi Islam dan menggantikannya dengan agama Kristen. Maka beberapa organisasi Zending maupun organisasi Misi berlomba-lomba yang mendapat dukungan dana pemerintah Kolonial untuk beroperasi di tanah jajahan.

Namun seiring dengan berjalannya waktu kekuasaan bangsa Portugis secara perlahan-lahan melemah di wilayah ini, ditandai dengan terjadinya penurunan keanggotaan gereja secara drastis. Bahkan orang-orang Portugis diusir dari Maluku oleh VOC. Ada pun pertempuran antara orang-orang Belanda melawan orang-orang Inggris, Spanyol dan Portugis mengakibatkan jatuhnya koloni-koloni Portugis di tangan Belanda di wilayah Nusantara ini.

14

Syamsud Dhuha, Penyebaran dan Perkembangan Islam-Katolik-Protestan di Indonesia (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), cet. ke-2, hal 59


(42)

30

Diakhir periode ini, perlawanan antara Portugis, Ingris dan Belanda untuk menguasai jalur perdagangan berakhir dengan kemenangan dipihak Belanda.16 Yang pada akhirnya Misionaris Belanda memaksa orang-orang Katolik yang mereka temui untuk memeluk agama Kristen Protestan yang menandai runtuhnya gereja katolik di Indonesia timur, dan mulailah babak baru zending Protestan di Nusantara.

2. Misi kristenisasi di bawah Kolonial Belanda

Orang-orang Belanda datang ke Nusantara sebenarnya lebih dimotivasi oleh hasrat untuk mendapatkan keuntungan dagang ketimbang semangat untuk menyebarkan agamanya atau membagikan keyakinan imannya kepada pribumi. Adapun Misi Kristenisasi pada masa Kolonial Belanda diawali dengan didirikannya Vereenign de Oost Indische Compagnie (VOC) adalah perkumpulan perdagangan Belanda yang didirikan pada tahun 1602 dan dibubarkan pada tahun 1799. di bawah VOC, agama Kristen didominasi oleh gereja Reformasi, sehingga VOC menyatakan bahwa agama Kristen apapun tidak boleh dipraktikan di wilayah ini kecuali geraja Reformasi Belanda. Maka mereka mengambil alih kongregasi-kongregasi katolik Portugis dan menunjuk pastor-pastor untuk memimpin gereja. Di sini Belanda benar-benar ingin menghancurkan apa saja yang sebelumnya dibangun oleh orang-orang Katolik. Penyebaran Kristen Protestan senantiasa mengikuti gerak VOC. Oleh sebab itu VOC dengan kekuatan politiknya mendukung pemeliharaan orang-orang Kristen dalam penyebaran Injil di daerah-daerah yang dikuasainya.

16


(43)

Namun dalam kenyataannya perhatian yang tidak banyak dan sungguh-sungguh yang diberikan oleh VOC kepada orang-orang Kristen untuk memperluas wilayah dari gereja Katolik di Indonesia, yang terjadi malah sebaliknya mereka memperkerjakan para pastor-pastor VOC dalam memimpin kebaktian di rumah para pedagang Eropa, orang-orang Belanda hanya lebih memedulikan keamanan, keuntungan komersial yang diraih dari pada mengkonversikan orang-orang pribumi.17

Yang sangat mengecewakan bagi orang-orang Kristen yaitu dalam hal kebijakan VOC di Jawa selama kurang lebih Dua ratus tahun, hal ini bisa terlihat dari kegiatan gereja Belanda ditempat atau berjalan sendirian dalam memberikan pelayanan kepada orang-orang Kristen Eropa. Tidak ada niatan yang sungguh-sungguh untuk mendekati dan menjalankan Misi Kristenisasi kepada orang-orang Jawa agar mereka tertarik dan pindah agama. Bahkan usaha-usaha untuk mendekati itu justru mereka hindari oleh VOC karena khawatir akan pengaruh negatifenya terhadap keuntungan ekonomi mereka. Namun di sisi yang lain orang-orang Kristen harus berterimakasih kepada VOC dalam hal penerbitan Perjanjian Baru dalam bahasa Indonesia. Kemungkinan dorongan ini didasari pada prinsip

17

Dalam hal ini VOC dan para pemegang saham maunya mencari keuntungan terus. mereka tidak berminat pada berdakwah, akan tetapi pada pencarian keuntungan berdagang, hal ini tercermin dalam langkah-langkah tertentu yang ditempuh Jan Pieterszoom Coen, yang menjadi

Gubernur Jendral VOC pada tahun 1618. dia melaksanakan sistem “pengiriman dan penjatahan secara paksa” dengan benar-benar mengeksploitasi pulau-pulau Nusantara dalam bidang pertanian para penduduk kepulauan, lewat para pemimpin lokal mereka, dipaksa menyediakan produk tropis tertentu dan dalam jumlah tertentu untuk memnuhi komuditas ekspor VOC. Untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, Jan Pieterszoom Coen juga menaruh perhatian kepada orang Cina dan memberikan mereka peluang-peluang tertentu untuk berdagang. Coenlah orang pertama Belanda dalam mendesakan masuknya orang-orang Cina ke Indonesia. Coen bahkan menyerukan penculikan orang-orang Cina jika mereka tidak mau secara sukarela tinggal di Indonesia. Sejak saat itu, orang-orang Cina merupakan “kelas menengah” yang memperantarai para penguasa Kolonial dan rakyat Indonesia. Lihat Wilfred T. Neil, Twentieth Century Indonesia ( New York:


(44)

32

pokok dalam melaksanakan penyebaran Misi Kristenisasi, agar secepat mungkin orang-orang Kristen itu mempunyai Alkitab di tangan mereka dan dalam bahasa mereka sendiri.

Pada era baru penyebaran agama Kristen Protestan terjadi di Maluku, yang sebelumnya telah beragama Katolik. Akan tetapi sejak kedatangan penguasa baru VOC, para pemeluk Katolik harus dipaksa menjadi Protestan. Orang Belanda pertama yang ditugaskan di Maluku untuk sebagai „Penyebar Injil” ialah Stollen Beeker, yang dalam perjalanannya kemudian mendirikan Majelis Gereja pada tahun 1615. Majelis Gereja ini mempunyai tugas menyelenggarakan pemeliharaan

rohani di daerah Maluku dan sekitarnya‟

Selain di daerah Maluku yang menjadi basis penginjilan Protestan, maka sasaran selanjutnya adalah Sulawesi Utara yang daerahnya sejak tahun 1563 penduduknya memeluk agama Katolik, dan lagi-lagi harus tunduk pada kompeni Belanda (VOC), orang-orang katolik di sana dipaksa untuk menjadi Protestan, bahkan yang lebih tragis pemuka-pemuka agama Katolik dibunuh dan setempat diancam kecuali kalau tunduk pada perjanjian untuk beralih kepada Kristen Protestan.

Belanda (VOC) pun melebarkan penginjilannya ke daerah Jawa, disinilah menjadi lahan empuk dalam kegiatan Misi Kristenisasi, karena daerah Jawa dianggap daerah yang paling mudah di Kristenkan. Hal ini didasari atas asumsi bahwa sinkretisnya Islam di kawasan ini mempermudah penaklukannya. Bahkan dalam catatannya, Alwi Shihab mengungkap, “ dari sekian banyak daerah yang menjadi tujuan Kristenisasi, daerah jawalah yang paling sukses, tidak bisa


(45)

ditandingi oleh keberhasilan kegiatan Misi Kristenisasi di wilayah Islam lain

manapun”18

Melihat dari keberhasialan tersebut, tidak terlepas dari usaha yang dilakukan para Misionaris Protestan yang dengan gigih berupaya menyebarkan Injil kepada para penduduk pribumi. Mereka mulai mewartakan pesan-pesan Kristus, padahal jumlah mereka tidak seberapa, namun mampu memberikan kontribusi yang luar biasa, dibalik kesuksesan kegiatan Misi Kristenisasi di daerah Jawa, maka berkaitan dengan hal itu, berikut penulis cantumkan beberapa tokoh yang dianggap memainkan peran dalam penyebaran Misi Kristenisasi di Jawa, antara lain:

1. Johannes Emde (1811)

Ialah seorang pendeta dari Jerman yang saleh, berdomisi di Surabaya pekerjaan sehari-harinya selain sebagai pendeta, ia juga sebagai pembuat jam, yang dalam perjalanannya untuk melancarkan gerakan Misi Kristenisasi di Jawa, ia pun mengawini perempuan Jawa sebagai jalinan kontak dengan dengan penduduk pribumi atau lokal dalam rangka menyebarkan ajaran-ajaran agama Kristen. maka ia terdorong untuk menterjemahkan beberapa Al-Kitab ke dalam bahasa Jawa19. Seirng perjalananya pada tahun 1845, Pastor Johannes Emde telah berhasil membangun kongregasinya di Surabaya yang dikenal dengan nama

“Kesalehan Surabaya”, di bawah kepemimpinan Johannes Emde, dapat

mengembangkan sebuah kelompok pribumi Jawa yang menjadi pengikutnya.

18

Syamsud Dhuha, Penyebaran dan Perkembangan Islam-Katolik-Protestan di Indonesia (Surabaya: Usaha Nasional, 1987), cet. ke-2, hal 76

19


(46)

34

Emde berharap pengikut barunya yang berasal dari pribumi Jawa dapat menerima cara hidup Barat, sehingga Emde mengajarkan sepenuhnya dengan corak barat kapada 220 pribimi Jawa yang telah dibaptisnya.

2. Pastor Coenraad Laurens Coolen (1775-1873)20

Tokoh ini lahir dari seorang bapak berkewarganegaraan Rusia dan berimigrasi ke Indonesia yang mengabdikan diri menjadi prajurit upahan tentara VOC. Ibunya berasal dari Indonesia tepatnya seorang perempuan Jawa dari keturunan bangsawan. Sedangkan bapaknya dari Rusia, dari sang ayah, Coolen mewarisi nilai-nilai agama Kristen Barat, sedangkan dari ibunya, Coolen mewarisi ruh mistik kebudayaan Jawa.

Keberhasilannya dalam menarik orang-orang pribumi untuk masuk agama

Kristen Protestan dikarnakan metode yang diterapkannya, yaitu “Metode Pribumi”. Cara Colleen mendakwahkan bahwa untuk menjadi Kristen tidak perlu

menanggalkan/melepaskan watak dan kebudayaan Jawa mereka. Oleh sebab itu, Coleen melarang pembaptisan. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menarik hati orang-orang pribumi agar masuk agama Kristen dengan berusaha menjadikan orang-orang Jawa menjadi Kristen (menjawakan Kristen).

Sebagai usaha yang dilakukan Coleen, untuk menarik pribumi, Coleen memanfaatkan tradisi Jawa, salah satunya Coleen memanfaatkan wayang sebagai media untuk menceritakan kisah-kisah Alkitab dan menyampaikan pesan-pesan agamanya. Melihat caranya, sepintas penulis teringat upaya yang dilakukan salah

20

Lihat Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2005), hal 87


(47)

seorang wali dari Wali Songo, para sufi yang ikut menyebarkan agama Islam di Jawa, tepatnya Sunan Kalijaga. Teknik dan strategi ini sama persis dengan yang digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik perhatian orang kepada Islam beberapa abad sebelumnya yaitu dengan menggunakan metode wayang..

Kerja keras Coleen dan beberapa yang lainnya mengikuti metodenya, dengan berprinsip bahwa agama Kristen harus tersampaikan kepada masyarakat Jawa dalam model bentuk yang bisa diterima oleh kebudayaan dan pandangan orang Jawa. Dengan mempertahankan ajaran-ajaran Kristen fundamentalnya, oleh karena itu Alkitab diadaptasikan ke dalam kebudayaan local, dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Karena menurut Coleen pesan-pesan ajaran Kristen pada dasarnya bersifat universal yang tidak terikat kepada kebudayaan tertentu.

Konsekuensi logis terhadap penekanan kebudayaan Jawa, maka banyak bermunculan para penginjil yang disebarkan oleh orang Jawa, di antaranya tokoh-tokoh orang Jawa itu adalah Singotruno, Paulus Tosari, Matius Niep, dan yang besar pengaruhnya terhadap penyebaran Misi Kristenisasi diantara mereka yaitu Kiayi Sadrach (1835)21, lahir di Kewedanaan Jepara yang menjadikan Purworejo, Jawa Tengah, sebagai pusat keagamaan Kristen.

Kebanyakan para Misionaris yang lainnya tidak keberatan terhadap Kristen Jawa, dalam hal ini kasus Sadrach. Namun segelintir Misionaris yang memandang Sadrach sebagai pemimpin komunitas independen, sehingga ini meresahkan segelintir para Misionaris salah satunya adalah Frans Lionb Cachet

21


(48)

36

(1835-1899), ia seorang pendeta reformasi, yang sangat menentang gerakan Sadrach, maka dengan tegas Frans Lionb Cachet mengecam doktrin dan praktik Sadrach dngan kata-kata berikut ini:

“Misi harus memisahkan dari Sadrach si pembohong, yang meracunibidang Misi kita sepenuhnya dan melahirkan sebuah agama Kristen Jawa yang sama sekali tidak memberikan tempat bagi Kristus”

Untuk itu, Coleen dan para pengikutnya, terutama Sadrach, telah mengantisipasi konsep yang telah berkembang dengan sebutan Inkulturasi (inculturation).22 Sehingga dalam tahun-tahun terakhir ini, dalam dokumen resmi gereja sering ditulis dan dibcarakan mengenai perlunya membangun dan mengembangkan hubungan dinamis antara gereja dan kebudayaan-kebudayan

lokal yang beragam atau yang disebut “inkulturasi” yang menjadi kosa kata resmi dalam agama Kristen. Konsep inkulturasi ini adalah hasil dari kerja keras yang dibangun oleh Coleen dalam menjalankan Misi kristenisasinya.

Dari sinilah menimbulkan polemik ditubuh para Misionaris, seperti Pastor Amt, berdiri pada ekstrem yang sangat bertolak belakang dengan posisi Coleen, Amt lebih terdorong untuk menghadirkan agama Kristen dalam bentuk yang

“murni Eropa” ketimbang dari yang lainnya. Karena bagi Amt, walik

22Banyak definisi yang diberikan untuk kata „inkulturasi” (Inculturation

), tetapi kata itu pada mulanya merujuk kepada pendidikan teologi di neraga-negara non Barat, namun belakangan kata ini merujuk kepada konsep hubungan dengan kebudayaan-kebudayaan yang pesan-pesan Kristeiani belum sampai kepadanya. Atau meminjam definisi Ary Roest Crollius. S.J. inkulturasi adalah hubungan dinamis antara pesan-pesan Kristiani dengan kebudayaan-kebudayaan yang dimasukan kehidupan Kristiani ke dalam kebudayaan dan proses interaksi, dan asimilasi yang timbale-balik dan kritis.”. yang kemudian kata itu menjadi sebuah konsep yang banyak digunakan dan diakui manfaatnya dalam bidang Misiologi. Atau inkulturasi juga bisa disederhanakan sebagai penyesuaian kehidupan iman dengan kebudayaan penduduk setempat. Akibatnya keagamaan diperkaya oleh nilai-nilai tradisi. Untuk lebih jelas lihat Abujamin Roham, Ensiklopedia Lintas Agama, (Jakarta: Emerald, 2009) hal 333


(49)

sesungguhnya pesan Kristus yaitu orang Kristen Barat, karena ini melihat dari nasib agama Kristen secara historis sudah ada ditangan Eropa.

Yang pada akhirnya kedua model metode ini (inkulturasi dan Kristen murni Eropa) saling bertentangan terhadap peran penting dalam memperkenalkan agama Kristen kepada masyarakat Jawa. Masing-masing dari para pendukung kedua metode ini membangun kongregasinya sendiri-sendiri, sehingga kedua belah pihak sering cakar-cakaran, akan tetapi pada sisi yang lain mereka saling mendukung.

3. J. Van Rhijn dan Pastor Jellesma dari Masyrakat Misionaris Belanda (Netherlands Missionary Society) 1846

Untuk memperluas gerakan Misionarisnya, maka Jellesma oleh Masyrakat Misionaris Belanda (Netherlands Missionary Society) ditunjuk sebagai penanggung jawab aneka kerja Misionaris di Jawa. kehadiran Jellesma sebenarnya untuk merekonsiliasikan kedua kelompok Kristen Jawa yang saling bertentangan. Sehingga dia dapat mengkombinasikan sisi terbaik kedua belah pihak, secara bijaksana. Sikap netral yang ditunjukan oleh Jellesma yang berdomisi di wilayah baru temapt dia mengembangkan program latihan bagi para penginjil Jawa. Maka dalam kata-kata kraemer Jellesma adalah “…seorang dengan bawaan apostolik yang sepenuhnya mengabdikan diri kepada tujuan mengkonversi masyarakat

Jawa.” Dalam riwayatnya sebelum wafat, Jellesma telah berhasil membaptis

sekitas 2500 orang Jawa. Sehingga dalam perjalanannya Sadrach, seorang penginjil Jawa yang sangat terkenal dan berpengaruh sempat bertemu dengan Jellesma pada tahun 1855, yang juga dipengaruhi olehnya.


(50)

38

Dalam beberapa tahun berikutnya para Misionaris profesioanal mulai terlibat langsung dalam penyebaran ajaran-ajaran Injil di Jawa, untuk memperkuat maka dibangunlah konsolidasi agama Kristen yang pada akhirnya menjadi kokoh lagi, ini dicerminkan dalam kebijakan pembangunan desa-desa Kristen yang digagas oleh Pieter Jans, ia adalah seorang Misionaris Mennonit. Dalam pandangan Jans mengenai kehidupan masysrakat Jawa selalu terkait dengan desa mereka, oleh karena itu kerja-kerja Misi Kristenisasi dilaksanakan dengan cara membuka diri terhadap desa baru yang menjadi target agar para Misionaris yang baru dapat menyebarkan agama Kristen.

Melalui desa-desa yang baru dibangun ini, komunitas Kristen Jawa menjadi tulang punggung bagi gereja di Jawa. Sehingga bagi para Misionaris cara ini lebih efektif untuk menarik perhatian para pemeluk Kristen baru di wilayah-wilayah yang sangat kuat keislamannya. Namun dalam perjalanannya metode pembukaan desa-desa baru tidak meraih kesuksesan seperti yang dicita-citakan pada saat priode awalnya. Sebenarnya metode itu punya peranan penting dan pengaruh yang sangat kuat dalam membumikan beberapa pusat Kristen dikemudian hari sehingga bertebaran di wilayah Jawa.

Dalam catatan sejarah awal Misi Kristenisasi di Indonesia mengaitkan beberapa tokoh penting dalam proses penyebaran agama Kristen. Dalam kasus penyebaran ini, terbagi menjadi dua peristiwa penting diantaranya adalah dilakukan oleh orang yang awam dan yang kedua dilakukan oleh orang-orang professional yang bergabung kepada beberapa organisasi Misi pada masa itu..


(51)

Berikut ini penulis akan membatasi beberapa tokoh yang ikut dalam menyumbangkan penyebaran agama Kristen sebelum muncul gerakan organisasi Islam Muhammadiayah.

1.1. Samuel Eliza harthoorn, tahun (1831-1883)

adalah seorang yang dianggap berpengaruh terhadap usaha Misi Kristenisasi di pulau Jawa, tidak jauh berbeda dengan usaha yang dilakukan sebelumnya. Eliza beranggapan bahwa dibutuhkan sikap yang akomodatif terhadap tradisi Jawa dan adat-istiadat Islam

satu hal yang menjadi perhatian Eliza dan ini terus dipertahankannya adalah ketika upacara adat selametan. Selametan adalah upacara praktik makan bersama dengan dibarengi ritual yang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa, sehingga ini diresapi dengan nilai-nilai gereja. Untuk itu selametan ini dapat ditemukan di Kristen jawa, serta yang paling mengesankan adalah proses selamatan semuanya bercorak dikristenkan. Lebih dari itu, yang menarik dari Kristen Jawa adalah setiap praktik yang dilakukan oleh para sufi untuk mengingat Allah seperi dzikir, tahlil, dipraktikan oleh mereka dipakai dengan cara agama Kristen juga.

1.2.Carel Poensen Tahun (1836-1919)

Setibanya di pulau Jawa sebagai Misionaris pada tahu 1860, Poensen langsung bergabung serta bekerja pada Masyarakat Misionaris Belanda, dan ia menetap di sana sampai 1890. uniknya dalam pandangan-pandangan Poensen mengenai Islam, ia relatif moderat, bahkan ia menemukan aspek-aspek positif dari Islam selama berada di Jawa. Menurutnya orang-orang Jawa tidak mudah


(1)

79 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan analisa di atas mengenai Respons Muhammadiyah Terhadap Kristenisasi di Indonesia Studi Kasus Era Kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada zaman situasi Nusantara sedang mengalami keterpurukan dalam segala bidang, sehingga kehadirannya sebagai pembaharu Islam Indinesia sangat dirasakan oleh ummat Islam pada zamannya. Semua ini tidak terlepas dari inspirasi gerakan pembaharu di Timur Tengah, seperti Ibnu Taimiyah, Jalaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, gerakan Wahabiyah.

2. Alasan logis yang melatar belakangi sebab-sebab lahirnya Muhammadiyah adalah karena faktor intern dan faktor ekstern, faktor intern meliputi: kehidupan beragama tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga merajalelanya perbuatan syirik, bid’ah, khurafat, yang menyebabkan akhlak masyarakat runtuh akibatnya Islam jadi beku; keadaan bangsa Indonesia umumnya dan khususnya umat Islam, hidup dalam kemiskinan, kebodohan, kekolotan, kejawenismean, dan kemunduran; tidak terwujudnya semangat ukhuwah Islamiyah serta tidak adanya organisasi


(2)

Islam yang kuat dan kompak; lembaga pendidikan Islam yang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik, tidak efesien, juga system pesantren yang sudah kuno tidak memenuhi standar. Adapun faktor ekstern: merajalelanya kolonialisme Belanda di Indonesia; adanya kegiatan dan kemajuan yang dicapai oleh zending Kristen di Indonesia; adanya rencana politik Kristenisasi dari pemerinntah kolonial Belanda, untuk kepentingan plitik kolonialnya yang menyebkan adanya ekploitasi terhadap sumber daya alam, dan gencarnya gerakan Kristenisasi dengan berbagai cara. 3. Sebagai bentuk Respons Muhammadiyah era K.H. Ahmad Dahlan

terhadap kegiatan Kristenisasi, yaitu bukan dengan bentuk konfrontasi atau perlawanan fisik, melainkan dengan bentuk persaingan pembangunan infastruktur seperti mendirikan sekolah-sekolah, pengajian, kursus-kursus keterampilan, balai pengobatan, rumah yatim piyatu.

4. Dari spirit KH. Ahmad Dahlan, mengenai mencerdaskan ummat, maka Muhammadiyah tetap konsisten dalam membangun kemajuan bangsa, serta organisasi sosial-keagamaan yang tetap teguh dalam mengcounter kegiatan Kristenisasi, ini terlihat dari gerakan masif yang sampai sekarang ini mengirimkan para dai muda Muhammadiyah dalam memberi pencerahan dan sebagai gerakan aktif dalam membendung misi Kristenisasi yang terjadi di masyarakat. Di samping itu aktifitas yang rutin dalam menghalau gerakan Kristenisasi, Muhammadiyah menerbitkan jurnal Tabligh sebagai gerakan dakwah dalam membendung kegiatan kristenisasi dewasa ini.


(3)

81

B. Saran-saran

Dari semua penjelasan ini, hemat penulis, ada beberapa hal yang pantas dijadikan saran konstruktif adalah sebagai berikut:

1. Di era globalisasi ini, kepada umat Islam Indonesia agar memperkuat diri dengan benteng keimanan yang kokoh, baik itu melalui meningkatkan pendidikan agar tidak mudah terbawa arus, terlebih-lebih terjadi konversi terhadap agama karena dewasa ini sangat memungkinkan banyak cara untuk menyesatkan ummat.

2. Kepada PP Muhammadiyah agar tetap konsisten dalam melakukan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar baik itu mengirimkan dai -dai dan menerbitkan media cetak seperti jurnal tabligh, atau suara Muhammadiyah sebagai respons menjawab tantangan zaman di abad ke-2 Muhammadiayah ini.

3. Kepada pemerintah diharapkan untuk memfasilitasi dan membina kerukunan umat beragama, agar tidak terjadi konfik SARA. Atau penerbitan peraturan penyiaran agama untuk kepentingan semua agama.


(4)

82

Al-Kitab. Matius 28:19, Jakarta: Lembaga Al-Kitab Indonesia, 1997

Ansari, Kolonialisme dan Kristenisasi di Indonesia: Dua Sisi Mata Uang yang tak Terpisahkan Suatu Tinjauan Sejarah), Jakarta: Mimbar Agama dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, vol, 23, No. 3, 2006

Aritonang, Jan S. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. BPK Gunung Agung, 2006

Azra, Azyumardi. Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999.

Benda, Harry J Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang, Jakarta: Pustaka Jaya, 1985

Geertz, Clifford Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jawa, 1983

Guillot, C. Kiai Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa, Jakarta: PT. Grafiti Pers, 1985 Hamka, Rusyd Etos Iman, Ilmu dan Amal dalam Gerakan Islam Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1986

Hidayat, komaruddin. Passing Over, Melintasi Batas Agama, Jakarta: Gramedia dan Paramadina, 1998

Humaida, Ida. Respon Umat Islam Terhadap Misi Kristen 1945 s/d 1990).” Skripsi S1 Fakultas Adab, IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2000

J.Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997

Maedjadja, Daniel Prinsip-prinsip Dasar Kepemimpinan Kristen, Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1995

Muthahhari, Murtdha. Memastikan Bunda Teresa Masuk Neraka?, Dopok; Pustaka Iman, 2006

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975

Natsir, M. Mencari Modus Vivendi Diantara umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Media Dakwah, 1983


(5)

83

Neil, Wilfred T. Twentieth Century Indonesia, New York: Columbia University Press, 1973

Noor, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996 Notosusanto, Nugroho dan Djoened Poesponegoro, Marwati. Sejarah Nasional Indonesia

III, Jakarta: Balai Pustaka, 1981

Pasya, Mustafa Kamal, dkk. Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid, Yogyakarta: Citra Karsa Mandir, 2003

Roham, Abujamin. Ensiklopedia Lintas Agama, Jakarta: Emerald, 2009

Salam, Junus. K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya, Ciputat- Tangerang, Al Wasat Publising House, 2009

Shihab, Alwi. Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998

Shihab, Alwi. Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1997

Shobahiya, Mahasri, DKK. Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-ilmu Dasar (LPID) UMS, 2008

Shobron, Sudarno. Studi Kemuhammadiyahan: Kajian histories, Idiologi dan organisasi, Surakarta: LPDI Universitas Muhammadiyah Solo, 2008

Simon, Roger. Gagasan-gagasan politik Gramsci, Jakarta: INSIST bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, Cet. III, 2001

Subhan, Arief. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas, Jakarta: LPJM UIN Jakarta Press, 2009

Sucipto, Hery dan Ramly, Nadjamudin. Tajdid Muhammadiyah; dari Ahmad Dahlan

hingga A. Syafi’i Ma’arif, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2005

Sudarmanto, Y.B. Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh yusuf, Jakarta: Rasindo, 1996

Sumartana, Th. Menuju Dialog Antar Iman, dalam Dialog, Kritik dan Identitas Agama,

Yogyakarta: Dian/Interfidei, 1999


(6)

Sutarmo, Muhammadiyah: Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis, yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005

Suratno, Siti Chamamah. Agama dan Dialektika Pemerkayaan Budaya Islam-Nasional; dalam Baidhawy, Zakiyatun dan Jinan, Mutohharun, ed. Agama dan Pluralitas Lokal, Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universiitas Muhammadiyah Surakarta, 2002

Sutan Rajasa, Sutan . Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Karya Utama. 2002

Dhuha, Syamsud. Penyebaran dan Perkembangan Islam-Katolik-Protestan Di Indonesia Surabaya: Usaha Nasional, 1987

Suwarno, M. Margino Puspo. Gerakan Islam Muhammadiyah, Yogyakarta: Persatuan, 1986

Yatim, Badri Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001

Yuniarti, Novi. Sekilas Tentang Misi, artikel diakses pada 30 Maret 2011 dari http://www.misi.sabda.org.9/9.