II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pada umumnya penelitian-penelitian terdahulu hanya menganalisis perbandingan antara usahatani dan kelayakan padi nonorganik dengan padi
organik dan padi nonorganik dengan padi semiorganik yang menggunakan alat analisis ”t-test”. Dimana parameter yang digunakan dalam analisis usahatani dan
kelayakan tersebut masih terdiri dari komponen-komponen penyusun biaya produksi, penerimaan dan pendapatan petani, serta RC dan BC ratio dari
usahatani padi tersebut. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis komparasi usahatani dan kelayakan padi nonorganik dengan padi
organik dan padi nonorganik dengan padi semiorganik adalah sebagai berikut : Berdasarkan hasil penelitian Poetryani 2011 yang berjudul ”Analisis
Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor” diketahui bahwa penyebab
pendapatan rata-rata usahatani padi baik total maupun tunai lebih besar usahatani padi organik dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani anorganik dapat
dilihat dari sisi penerimaan usahatani organik lebih besar dibandingkan usahatani anorganik. Namun dari segi biayanya usahatani padi organik lebih kecil
dibandingkan usahatani padi anorganik. Selain itu dapat diketahui juga bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap total biaya produksi usahatani padi
organik adalah jumlah benih dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan pada usahatani padi anorganik faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biayanya adalah jumlah
pupuk urea, jumlah tenaga kerja, dan jumlah pestisida kimia.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ridwan 2008 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Usahatani Padi Ramah Lingkungan dan Padi Anorganik” diketahui bahwa alat
analisis kelayakan usahatani yang digunakan antara lain RC dan BC ratio. Dimana berdasarkan analisis RC rasio, usahatani padi ramah lingkungan dan padi
anorganik di Kelurahan Situgede sama-sama menguntungkan untuk dilaksanakan karena nilai RC rasio lebih besar dari satu. Nilai RC rasio atas biaya tunai untuk
petani pemilik usahatani padi ramah lingkungan sebesar 2,392, sedangkan nilai RC rasio atas biaya tunai untuk petani pemilik usahatani anorganik hanya sebesar
2,275. Untuk petani penggarap nilai RC rasio atas biaya tunai dan nilai RC rasio atas biaya total usahatani padi ramah lingkungan lebih besar daripada nilai RC
rasio atas biaya tunai dan nilai RC rasio atas biaya total usahatani anorganik artinya usahatani padi ramah lingkungan lebih layak daripada usahatani anorganik.
Menurut Hermanto 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Komperatif Pendapatan Petani Organik dan Petani Anorganik di Desa Lubuk
Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai” disimpulkan bahwa nilai total keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar Rp 4.268.019,44
sedangkan total keuntungan yang didapat petani anorganik adalah sebesar Rp 1.568.244. Berdasarkan hasil dari total keuntungan tersebut dapat diketahui bahwa
usahatani padi organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani padi anorganik.
Menurut Rachmiyanti 2009, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification SRI
dengan Padi Konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat” disimpulkan bahwa dari segi tingkat produktivitas pada usahatani padi
organik metode SRI lebih rendah dibandingkan usahatani padi konvensional. Dimana
Universitas Sumatera Utara
tingkat produktivitas pada usahatani padi organik metode SRI sebesar 5.753 kgha, sedangkan tingkat produktivitas usahatani padi konvensional sebesar 6.106 kgha.
Menurut Wulandari 2011, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dengan Padi Anorganik di
Kelurahan Sindang Barang dan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat” disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan atas biaya
total per hektar pada usahatani padi organik dan anorganik. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi organik lebih tinggi
daripada pendapatan usahatani padi nonorganik. Di mana tingginya pendapatan yang diterima usahatani padi organik dikarenakan produksi yang dihasilkan dan
harga jual gabah kering panen GKP usahatani padi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. Harga jual GKP pada usahatani padi
organik sebesar Rp 2.400kg, sedangkan harga jual GKP pada usahatani padi anorganik sebesar Rp 2.000kg.
Menurut Gindo 2009 dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik di Sekolah Lapang Pertanian
Berkelanjutan pada Pegayuban Petani Kerjasama PAKER Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang” disimpulkan bahwa berdasarkan uji beda rata-rata biaya,
penerimaan, dan pendapatan usahatani padi semiorganik dibandingkan usahatani padi anorganik adalah tidak berbeda nyata.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori