3 Tahap peningkatan konflik, konflik yang telah
dimunculkan pada
tahap sebelumnya
semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya.
4 Tahap klimaks, konflik atau pertentangan yang terjadi,
yang dilakukan dan atau yang ditimpahkan kepada para tokoh cerita mencapai intensitas puncaknya.
5 Tahap Penyelesaian, konflik yang telah mencapai
klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Pada tahap ini berkesesuaian dengan tahap akhir di atas.
7
c. Latar
Menurut Abrams, latar atau setting yang disebut juga sebagai landa tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,
hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
8
d. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita.
Sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan, ini lah yang dikemukakan oleh Aminuddin.
9
e. Sudut Pandang
Sudut pandang
adalah tempat
seorang sastrawan
memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan
gayanya sendiri.
10
f. Gaya Bahasa
Menurut Aminuddin, Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang
menyampaikan gagasannya
dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
7
Burhanudin Nurgiyantoro, op. cit., hlm 209-210
8
Ibid., hlm. 302
9
Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm. 142
10
Ibid., hlm. 151
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
11
g. Amanat
Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, serta pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca
atau pendengar.
12
B. Hakekat Religi dan Masyarakat
1. Pengertian Religi
Mangunwijaya menyatakan pada awal mulanya, segala sastra merupakan religius. Istilah religiositas lebih digunakan
dibandingkan agama atau religi.
13
Agama menunjukkan kepada kelembagaan ketakwaan kepada Tuhan atau dunia akhirat dalam aspek resmi, yuridis,
peraturan dan hukum serta keseluruhan organisasi tafsir kitab suci dan sebagainya yang meliputi segi kemasyarakatan. Sedangkan
religiositas lebih terhadap aspek di dalam lubuk hati, suara getaran nurani pribadi, dan sifat personal yang mengandung misteri bagi
orang lain karena mengandung intimitas jiwa. Religiositas pada dasarnya lebih mendalam dibandingkan agama yang tampak, formal
dan resmi, karena religiositas lebih bergerak dalam paguyuban yang memiliki ciri yang lebih intim.
14
Religion is a doubly rich and complex phenomenon. Not only has it the complexity indicated by this need to hold together is outer
and inner aspects, but it also has existed and exists in avariety of forms of faith.
15
11
Ibid., hlm. 159
12
Ibid., hlm. 162
13
Mangunwijaya, Sastra dan Religiusitas, Yogyakarta: Kanisius, 1988, hlm. 11
14
Ibid., hlm 12
15
Ninian Smart, The Religious Experience Of Mankind, America: Charles Scribner’s
Sons, 1984, cet ke-3, hlm. 3