Nilai Religi pada Karya Sastra

diimplementasikan dalam kegiatan sehari-hari misalnya sholat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. b. Nilai Ruhul Jihad Kata Ruhul Jihad berasa dari bahasa arab artinya adalah jiwa yang mendorong manusia untuk bekerja atau berjuang dengan sungguh-sungguh. Hal ini dilandasi adanya tujuan hidup manusia yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Adanya komitmen ruhul jihad di dalam kehidupan, maka aktualisasi diri dan unjuk kerja selalu didasari sikap berjuang dan ikhtiar dengan sungguh-sungguh. c. Nilai Akhlak dan Kedisiplinan Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq, artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat kebiasaan. Menurut Quraish Shihab, “Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa Arab yang biasa berartikan tabiat, perangai, kebiasaan bahkan agama, namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al Qur’an. Yang terdapat dalam al Qur’an adalah kata khuluq, yang merupakan bentuk mufrad dari kata akhlak. Akhlak adalah perilaku yang terdapat pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari hal tersebut, akhlak merupakan cerminan keadaan jiwa seseorang. Apabila akhlak yang dimiliki akhlak mahmudah, maka jiwa pun akan baik dan sebaliknya, bila akhlak madzmumah, maka jiwa pun tidak baik. Sedangkan kedisiplinan itu termanifestasi dalam kebiasaan manusia ketika melaksanakan ibadah setiap hari. Semua agama mengajarkan suatu amalan terhadap setiap pengikutnya sebagai aktifitas yang dilakukan secara rutin dan merupakan sarana penghubung manusia terhadap Tuhan serta terjadwalkan secara rapi. Jika manusia melaksanakan ibadah secara tepat waktu dan tidak ditinggalkan, maka secara tidak sadar telah tertanam nilai kedisiplinan dalam diri seseorang. Lalu apabila dilaksanakan secara rutin, tepat waktu, serta ikhlas, maka akan menjadi sebuah kebudayaan yang mengandung nilai religius. d. Keteladanan Pada dunia pendidikan, guru merupakan cermin dari nilai keteladanan, dikarenakan guru ialah tonggak yang akan ditirukan siswa diluar orang tua mereka di rumah. Nilai keteladanan tercermin dari perilaku guru. Keteladanan merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan dan pembelajaran. Seperti yang dikatakan al-Ghazali, sebagaimana yang dikutip Ibn Rusn, kepada setiap guru untuk senantiasa menjadi teladan dan pusat perhatian bagi muridnya. Ia harus mempunyai karisma yang tinggi. Ini merupakan faktor penting yang harus ada pada diri seorang guru. Sebagaimana perkataannya dalam kitabnya Ayyuha al-Walad. Dalam menciptakan budaya religius di lembaga pendidikan, keteladanan merupakan faktor utama penggerak motivasi peserta didik. Keteladanan harus dimiliki oleh guru, kepala lembaga pendidikan maupun karyawan. Hal tersebut dimaksudkan agar para peserta didik menjadi lebih baik. Pada lingkungan sekitar, nilai teladan bisa kita raih dari siapapun sosoknya. Nilai teladan yang terdapat di lingkungan kita karena berkat ajaran semua agama untuk berbuat baik. e. Nilai Amanah dan Ikhlas Secara etimologi amanah artinya dapat dipercaya serta dalam konsep kepemimpinan amanah disebut juga dengan tanggung jawab. Pada konteks pendidikan, nilai amanah harus dipegang oleh seluruh pengelola lembaga pendidikan, baik kepala lembaga pendidikan, guru, tenaga kependidikan, staf, maupun komite di lembaga tersebut. Nilai amanah merupakan nilai universal. Dalam dunia pendidikan, nilai amanah paling tidak dapat dilihat melalui dua dimensi, yaitu akuntabilitas akademik dan akuntabilitas publik. Dalam kehidupan sosial, nilai amanah merupakan suatu hal yang kongkrit karena secara hubungan sosial atau individu sangat berpengaruh. Nilai penting lainnya yang untuk ditanamkan dalam diri peserta didik adalah nilai ikhlas. Kata ikhlaş berasal dari kata khalaşa yang berarti membersihkan dari kotoran. Pendidikan harus dilandaskan pada prinsip ikhlas, sebagaimana perintah membaca yang diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw yang terdapat pada awal surah al-alaq yang dikaitkan dengan nama Yang Maha Pencipta. Perintah membaca yang dikaitkan dengan nama Tuhan yang Maha Pencipta tersebut merupakan indikator bahwa pendidikan harus dilaksanakan dengan ikhlas. Nilai ikhlas pada kehidupan bermasyarakat adalah suatu hal yang penting, terutama sikap saling membantu terhadap sesama. Selain itu, nilai ikhlas harus ditanamkan agar dapat menerima segala kejadian yang terjadi. Dan segala amalan perbuatan yang diajarkan sesuai ajaran agama masing-masing kita lakukan dengan ikhlas karena Tuhan. Jika niat seseorang dalam beramal adalah semata-mata mencari ridho Allah, maka niat tersebut termasuk ikhlas yaitu murni karena Allah semata dan tidak dicampuri oleh motif-motif lain. Nilai religi memang bertujuan untuk mengarahkan manusia agar menjadi lebih baik serta merasakan rasa spiritualitas di dalam dirinya dapat membantu membuat kebutuhan manusia yang sering kali bisa menjadikan manusia berperilaku kurang baik menjadi lebih baik. Menurut Zakiah Daradjat, kebutuhan manusia terbagi atas 2 pokok, yaitu: a Kebutuhan primer seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain. b Kebutuhan jiwa atau sekunder yang terdiri dari rohani dan sosial. Beliau kemudian membagi kebutuhan sekunder menjadi 6 macam, yaitu : 1 kebutuhan akan rasa kasih sayang, 2 kebutuhan rasa aman, 3 Kebutuhan akan rasa harga diri, 4 kebutuhan akan rasa bebas, 5 kebutuhan akan rasa sukses, dan 6 kebutuhan rasa ingin tahu. Selain enam kebutuhan di atas, masih terdapat satu kebutuhan sekunder lagi yang perlu diperhatikan oleh manusia, yaitu kebutuhan agama. Seperti yang diketahui, manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan karena dapat berpikir dan meneliti suatu masalah, akan tetapi manusia masih memiliki kekurangan yang diberikan yaitu rasa bimbang dan bingung atas hidupnya. Maka dari itu manusia pun memerlukan kebutuhan agama. 27 Dengan adanya nilai religi pada karya sastra yang memiliki tujuan mulia, diharapkan dapat memberikan kebaikan kepada para pembaca dan penikmat sastra dari segala kalangan. Ini bertujuan agar semuanya dapat meresapi dan merasakan nilai-nilai religi yang 27 Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, Cet. Kedua, hlm 69-70 terdapat di dalam sastra di dalam diri mereka. Nilai-nilai religi tersebut yang telah dirasakan setelah membaca karya sastra, dapat teraktualisasikan dalam kehidupan mereka hingga mereka merasakan terpenuhi segala kebutuhan jiwanya dan dapat menjadi manusia yang lebih baik serta berguna.

3. Dimensi Religiusitas

Keberagamaan atau religiusitas diwujudkan manusia dalam berbagai sisi kehidupan. Aktivitas beragama seseorang bukan hanya ketika dia beribadah tetapi dapat terwujudkan dalam berbagai kegiataan lainnya yang didorong oleh kekuatan supranatural. Aktivitas keberagamaan seseorang bukan hanya saja yang berwujud dan terasa indra manusia, tetapi aktivitas yang tak terwujudkan serta tak tampak dan terjadi di hati seseorang. Karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai sisi atau dimensi kehidupan. Menurut Glock Stark dimensi keberagamaan atau religiusitas terbagi ke dalam lima macam, yaitu dimensi keyakinan ideologis, dimensi peribadatan atau praktik agama ritual, dimensi penghayatan eksperiensial, dimensi pengalaman konsekuensial, dan dimensi pengetahuan agama intelektual. Untuk mengetahui kelima dimensi yang telah dikatakan oleh Glock Stark, kita harus mengetahui masing-masing dari dimensi terebut walaupun tidak terlalu dalam mengetahuinya. Berikut di bawah ini penjelasan tentang kelima dimensi di atas, yaitu Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengharapan dari setiap insan yang religius yang berpegang teguh pada pandangan teologis dan membenarkan atau mengakui doktrin setiap ajaran agama. Setiap ajaran agama memiliki seperangkat kepercayaan bahwa pengikutnya atau orang yang meyakini agamanya akan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan bukan hanyalah di antara agama-agama, tetapi sering berada di antara tradisi-tradisi di dalam agama yang sama. Kedua, dimensi praktik agama. dimensi ini mencakup bentuk perilaku manusia dalam peribadatannya kepada Tuhan. Dimulai perilaku pemujaan, ketaatan, dan tindakan lain sebagai komitmen dan kesetiaan terhadap agama yang dianutnya. Praktik keagamaan terbagi pada dua kelas penting, yaitu: a Ritual, mengacu kepada seperangkat upacara keagamaan, tindakan formal, dan praktik ibadah. b Ketaatan. Ketaatan dan ritual merupakan dua hal yang penting walaupun memiliki perbedaan kepentingan. Ritual lebih mengacu kepada praktik ibadah, sedangkan ketaatan dalam menjalankan ibadah. Ketiga, dimensi pengalaman. Dimensi ini mencakup pengalaman keagamaan, perasaan, perspektif, dan sensasi yang dirasakan seseorang atau kelompok keagamaan yang kemudian dideskripsikan atau didefinisikan dengan esensi ketuhanan yaitu keterkaitan dengan Tuhan. Keempat, dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada tentang pengetahuan-pengetahuan penganut suatu agama terhadap ritual-ritual, sejarah agama, isi kitab suci, dan tradisi-tradisi agama yang dianutnya walaupun yang diketahuinya baru hanya sekadar dasar-dasarnya. Diharapkan dengan mengetahui pengetahuan agama, para penganut agama akan semakin meyakini agama yang dipercayainya. Kelima, dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini berbeda dengan dimensi keempat yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat dari keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dari hari ke hari. Agama memang memerintahkan manusia untuk berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi tidak diketahui batas konsekuensi agama dari komitmen kita terhadap agama. 28 Menurut Verbit, komponen religiusitas terbagi menjadi enam. Keenam komponen tersebut adalah: ritual, doctrin, emotion, knowledge, ethics, dan community. 29 1 Ritual yaitu aktivitas yang dapat dilakukan secara sendiri maupun bersama dalam upacara keagamaan. 2 Doctrin yaitu ajaran sebuah keyakinan akan suatu hal yang menegaskan hubungan manusia dengan Tuhan. 3 Emotion yaitu perasaan yang dirasakan manusia seperi kagum, cinta, takut, dan sebagainya. 4 Knowledge yaitu pengetahuan tentang ajaran agama yang diyakini, ayat – ayat kitab suci masing-masing agama dan prinsip - prinsip suci agama. 5 Ethics yaitu aturan-aturan untuk membimbing perilaku interpersonal dalam membedakan hal yang benar dan hal yang salah serta hal yang baik dan hal yang buruk. 6 Community yaitu hubungan manusia dengan makhluk atau individu yang lain yang saling terhubung menjadi sebuah kelompok. Berikut ini dimensi religi yang dinyatakan oleh Marxim, yaitu The Ritual Dimension, The Mythological Dimension, The Doctoral 28 Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, op. cit., hlm. 76-78 29 Ahmad Thontowi, op. cit., diunduh pada 30 Juni 2015, pukul 09.45 WIB Dimension, The Ethical Dimension, The Social Dimension, and The Social Dimension. 30 The Ritual Dimension Dimensi Ritual Religion tends in part to express itself through such rituals: through worship, prayers, offerings, and the like 31 Agama cenderung sebagian untuk mengekspresikan diri melalui ritual seperti : melalui ibadah, doa, persembahan, dan sejenisnya. The Mythological Dimension Dimensi Mitologi Some important comments need to be made about this mythological dimension. First, in accordance with modern usage in theology and in the comparative study of religion. Second, it is convenient to use the term to include not merely stories about God. 32 Beberapa ulasan penting perlu dibuat tentang dimensi mitologis ini. Pertama , sesuai dengan penggunaan modern dalam teologi dan studi perbandingan agama. Kedua, akan lebih mudah untuk menggunakan istilah untuk menyertakan bukan hanya cerita tentang Tuhan. The Doctrinal Dimension Dimensi Doktrin Third, Doctrines are attempt to give system, clarity, and intellectual power to what is revealed through the mythological and symbolic language of religious fait and ritual. 33 Ketiga, doktrin mencoba untuk memberikan sistem, kejelasan, dan kekuatan intelektual untuk apa yang terungkap melalui bahasa mitologis dan simbolis fait agama dan ritual. 30 Ninian Smart, op. cit., hlm. 6 31 Ibid., hlm. 6 32 Ibid., hlm 8 33 Ibid., hlm 8

Dokumen yang terkait

NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA: TINJAUAN SEMIOTIKA Nilai Religius dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra: Tinjauan Semi

0 3 18

NILAI RELIGIUS DALAM NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA: TINJAUAN SEMIOTIKA Nilai Religius dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra: Tinjauan Semi

1 3 12

KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA NOVEL BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.

0 0 17

Implikatur Percakapan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

0 0 8

Implikatur Percakapan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

0 0 2

Implikatur Percakapan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

0 2 15

Implikatur Percakapan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

0 0 6

Implikatur Percakapan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

0 0 1

Implikatur Percakapan dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

0 0 11

NILAI RELIGI PADA NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA

0 0 12