Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah

lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

E. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun terhadap perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999. Lahirnya Peraturan Pemerintah ini dilandasi upaya pemerintah untuk menjaga lingkungan hidup atas kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan mengingat adanya peningkatan pembangunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang industri, karena akan semakin meningkat pula jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan manusia dan untuk mengenali limbah yang dihasilkan secara dini diperlukan identifikasi berdasarkan uji tosikologi dengan penentuan nilai akut dan atau kronik untuk menentukan limbah yang dihasilkan termasuk sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun serta dengan sehubungan itu maka pemerintah memandang perlu mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 ini definisi kegiatan bioremediasi termasuk dalam definisi pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang disingkat limbah B3, maka pengertian pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Tujuan pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Peraturan Pemerintah ini mengatur pula mengenai kewenangan Pelaku Pengelola yang diatur dalam Pasal 9 hingga Pasal 11 bahwa setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun danatau menghasilkan limbah B3 wajib melakukan reduksi limbah B3, mengolah limbah B3 danatau menimbun limbah B3 dan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib mengolah limbah B3 yang dihasilkan sesuai dengan teknologi yang ada dan jika tidak mampu diolah di dalam negeri dapat diekspor ke Negara lain yang memiliki teknologi pengolah limbah B3. Dalam bidang usaha penghasil limbah Peraturan Pemerintah ini mengatur pada Pasal 23 bahwa pengolah limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3. Mengenai tata laksana perizinan, Peraturan Pemerintah ini mengatur dalam Pasal 40 ayat 1 bahwa setiap badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan danatau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari Kepala instansi yang bertanggung jawab, pengangkut limbah B3 wajib memiliki izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab dan pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala instansi yang bertanggung jawab. Pasal 40 ayat 2 menjelaskan ketentuan mengenai tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab, dan kepala instansi yang berwenang memberikan izin. Sementara untuk kewenangan keputusan permohonan izin diatur dalam Pasal 44 yang menyatakan bahwa keputusan mengenai permohonan izin sebagaimana yang diatur dalam Pasal 40 diberikan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab selambat-lambatnya 45 empat puluh lima hari kerja terhitung sejak diterimanya dengan syarat dan kewajiban dalam analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang telah disetujui merupakan bagian yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 1. Pengaturan mengenai Analisis Dampak Lingkungan atau AMDAL diatur Peraturan Pemerintah ini dalam Pasal 43 bahwa untuk kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan danatau penimbunan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup diajukan bersama dengan permohonan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 kepada instansi yang bertanggung jawab. Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 mengatur pula tentang pengawasan dalam Pasal 47 bahwa pengawasan pengelolaan limbah B3 dilakukan oleh Menteri dan pelaksanaannya diserahkan kepada instansi yang bertanggung jawab. Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pemantauan terhadap penaatan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh penghasil, pemanfaat, pengumpul, pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3. Pelaksanaan pengawasan pengelola limbah B3 di daerah dilakukan menurut tata laksana yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab. Pasal 50 Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 menjelaskan bahwa apabila dalam pelaksanaan pengawasan lingkungan ditemukan indikasi adanya tindak pidana lingkungan hidup maka pengawas selaku penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup dalam melakukan penyidikan. Mengenai sanksi jelaskan di dalam Pasal 62 dan Pasal 63 bahwa Instansi yang bertanggung jawab memberikan peringatan tertulis kepada yang melanggar Pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan lebih dahulu dan Pasal 4 yang menyatakan bahwa setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan limbah B3 dilarang melakukan pengenceran untuk maksud menurunkan konsentrasi zat racun dan bahaya limbah B3 serta Pasal 9 sampai Pasal 26, Pasal 18 sampai dengan Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 49, Pasal 52 ayat 2, Pasal 58 dan Pasal 60. BupatiWalikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dapat menghentikan sementara kegiatan operasi atas nama instansi yang berwenang danatau instansi yang bertanggung jawab apabila pelanggaran tersebut dapat membahayakan lingkungan hidup. Pasal 63 menyatakan bahwa barangsiapa yang melanggar ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini yang mengakibatkan danatau dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup.

F. Keputusan Kementrian Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003