1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki keaneka ragaman dalam berbagai bentuk, seperti keaneka ragaman budaya dan latar belakang
kehidupan sosialnya, serta keaneka ragaman sumberdaya alam. Berbagai macam sumberdaya alam yang terhampar di atas daratan dan lautan serta
sumberdaya alam yang terkandung di perut bumi hingga di dasar samudera. Sumberdaya alam yang beraneka ragam ini merupakan karunia Allah SWT
yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
itu dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian Negara memiliki kewenangan secara
konstitusional untuk mengelola sumberdaya alam yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kewenangan ini
selanjutnya diamanatkan kepada Pemerintah untuk menyusun berbagai
program pembangunan khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam secara tepat dan berkelanjutan.
Salah satu sumberdaya alam unggulan Indonesia adalah adalah sumberdaya alam berupa bahan pertambangan mineral dan batubara dan
minyak bumi serta gas. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi guna mendukung kegiatan pengelolaan dan pemanfaatannya. Kegiatan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam khususnya minyak bumi dan gas selanjutnya disingkat migas membutuhkan biaya dan teknologi yang
tinggi sehingga Negara untuk mengatasi kendala kekurangan atau kelemahan di bidang pendanaan dan penggunaan teknologi tinggi serta sumber daya
manusia yang memiliki keahlian khusus tersebut maka Negara mengundang peran serta pihak investor swasta asing maupun dalam negeri untuk mengelola
kekayaan Negara tersebut melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengelola sumberdaya migas sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di Indonesia. Salah satu instrumen hukum yang dapat dipergunakan dalam
kerjasama tersebut adalah kontrak, seperti Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract. Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing
Contract ini merupakan sarana yang spesifik ditujukan untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dalam eksplorasi dan eksploitasi terhadap
pertambangan minyak dan gas bumi. Kontrak ini dilakukan sebagai salah satu
kontrak kerja sama yang dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap aset-aset Negara serta sekaligus memberikan
keuntungan bagi Negara. Kontrak kerjasama ini dapat diselenggarakan oleh pemerintah dengan pihak swasta yang berbentuk badan usaha atau badan
usaha tetap. Dalam perkembangannya kemudian pelaksanaan kontrak ini menjadi sangat krusial karena melibatkan banyak kepentingan terhadap
minyak dan gas bumi sehingga diperlukan pengaturan yang lebih khusus yang dapat melindungi asset atau kekayaan alam Negara
1
beserta lingkungan sekitarnya.
Bidang usaha pertambangan merupakan bidang usaha yang mendapat prioritas dari pemerintah, baik sebelum maupun sesudah diterbitkannya
Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Bidang usaha pertambangan meliputi pertambangan minyak bumi mentah, gas bumi,
batubara, logam timah, bijih nikel, bauksit, pasir besi, emas, perak serta konsentrat tembaga
2
. Dalam pengerjaan pertambangan tentunya akan berdampak negatif pada kondisi dan kualitas lingkungan seperti adanya
pencemaran tanah berupa terpaparnya tanah dengan minyak mentah dan minyak lainya dari sisa pengolahan industri yang menggunakan mikro
organisme berbahaya bagi lingkungan. Maka, untuk mengembalikan fungsi
1
Faizal Kurniawan, Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Kekayaan Minyak dan Gas Bumi Sebagai Aset Negara Melalui Instrumen Kontrak, Jurnal Perspektif, Volume XVIII No. 2 Tahun 2013
Edisi Maret, hlm. 75.
2
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Pranada Kencana, 2004, hlm. 113.
tanah yang terkontaminasi di sekitar wilayah pertambangan diperlukan adanya kegiatan yang disebut dengan bioremediasi. Bioremediasi adalah proses
perbaikan terhadap lingkungan yang tercemar dengan menggunakan organisme berupa bakteri, fungi dan tanaman yang akan memodifikasi polutan
tersebut menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
3
Ternyata dalam prakteknya ditemukan adanya persoalan hukum dalam hal izin bioremediasi atau pengolahan limbah. Contoh kasusnya adalah
kegiatan bioremediasi yang dilakukan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia yang terjadi pada tahun 2013. Dari hasil temuan mengenai kegiatan
bioremediasi tersebut ternyata tidak ditemukan adanya unsur melanggar ketentuan Kementrian Lingkungan dalam pengolahan hasil limbah migas.
Bahwa izin pengolahan limbah dilakukan oleh perusahaan pengolah limbah bukan perusahaan penghasil limbah. Adapun ketentuan yang mengatur
tentang kegiatan bioremediasi terdapat dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas serta Undang-Undang No.32 Tahun 2009
tentang Lingkungan Hidup atau bahkan Pemerintahlah yang memiliki kewenangan dalam kegiatan bioremediasi. Dalam operasi Migas di Indonesia
Pemerintah bermitra dengan pihak investor dalam hal ini PT.Chevron Pacific Indonesia dalam suatu hubungan kontrak bisnis yang dikenal sebagai
3
Ekosari R. Bioremediasi Artikel. Staff.UNY.ac.id 2011
Production Sharing Contract PSC. Dalam pelaksanaannya PT.Chevron Pacific Indonesia mengeluarkan dana investasi untuk mengoprasikan produksi
migas yang kemudian diperhitungkan sebagai biaya operasi terhadap minyak yang dihasilkan yang dikenal sebagai Cost Recovery
4
. Dalam hal ini Badan Pemerintah yang dimaksud adalah BP Migas Badan Pelaksana Kegiatan
Hulu Minyak dan Gas Bumi yang kini telah berganti kewenangannya di SKK
Migas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.
5
Untuk meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi, Pemerintah telah mengambil langkah kebijaksanaan khusus dalam bidang usaha
pertambangan minyak bumi dengan telah diperkenalkan beberapa kemudahan dalam bentuk paket insentif bagi penanaman modal khususnya penanaman
modal asing. Dengan adanya kebijaksanaan pemerintah dalam bidang usaha pertambangan ini, tentunya diharapkan penanaman modal khususnya
penanaman modal asing dapat terus meningkat bukan hanya pada bidang usaha pertambangan yang selama ini diadakan tetapi dibidang usaha
pertambangan baru seperti bauksit, granit, pasir besi dan sebagainya di Indonesia yang belum diadakan eksplorasi dan eksploitasi.
6
Kasus mengenai adanya ketidakpastian hukum dalam hal kegiatan bioremediasi memberikan
4
Pernyataan Dony Inderawan selaku Corporate Communication Manager PT. Chevron Pacific Indonesia
5
Alamsyah Pua Saba, 3 Rig Milik Chevron Berhenti Beroprasi. Berita online, www.majalahtambang.com
, diakses 13 Mei 2013
6
Aminuddin Ilmar, Op Cit, hlm.115
konsekuensi negatif dalam iklim kegiatan berinvestasi di Indonesia bagian hulu migas ditengah upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi guna
menjaga produksi yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dian Puji Simatupang
7
menilai, investor di sektor migas lebih memilih adanya kepastian hukum ketimbang diberi insentif pajak oleh pemerintah dalam
menjalankan kinerja operasi. Menurut Dipnala, Indonesian Petroleum Association dan para anggotanya percaya bahwa kepastian hukum dan
regulasi sangat diperlukan untuk menciptakan iklim investasi dan produksi yang stabil.
8
Karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul
“Mekanisme Tata Pelaksanaan Bioremediasi dalam Kegiatan Hulu Minyak Bumi Di Indonesia”
B. Identifikasi Masalah