Kedudukan Badan Pelaksana dalam Kegiatan Usaha Hulu Kontrak Karya Kerja Sama KKKS

venture antara perusahaan asing dan perusahaan nasional. Definisi yang disempurnakan adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan kontraktor asing semata-mata danatau merupakan patungan antara badan hukum domestic untuk melakukan kegiatan eksplorasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati kedua belah pihak.

D. Kedudukan Badan Pelaksana dalam Kegiatan Usaha Hulu

Pada dasarnya, jenis kegiatan usaha minyak dan gas bumi dibagi menjadi dua macam, yaitu kegiatan usaha hulu dan usaha hilir. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu adalah badan pelaksana sedangkan yang melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi pada kegiatan usaha hilir adalah badan pengatur. Ketentuan hukum yang mengatur tentang badan pelaksana adalah Pasal 1 angka 23, Pasal 44 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kedudukan Badan Pelaksana merupakan badan hukum milik Negara. Badan Hukum milik Negara mempunyai status sebagai subjek hukum perdata dan merupakan institusi yang tidak mencari keuntungan serta dikelola secara professional. 29

BAB III PENGATURAN TATA PELAKSANAAN KEGIATAN BIOREMEDIASI DI

INDONESIA

A. Kontrak Karya Kerja Sama KKKS

KKKS Kontrak Karya Kerja Sama atau Production Sharing Contract merupakan sebuah kontrak yang dikeluarkan oleh SKK Migas dengan izin dari BP Migas dan Kementrian ESDM dimana didalamnya terdapat mekanisme pembagian kerja antara Pemerintah dengan Pertamina serta Investor dalam maupun luar negeri dari eksplorasi, eksploitasi hingga distribusi yang diatur berdasarkan pada ketentuan di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina, Undang-Undang No. 2 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PP No. 35 Tahun 2004 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. KKKS merupakan induk kontrak dari berbagai kontrak di bawahnya antara Pertamina dengan Investor dimana didalamnya terdapat Kontrak KSO Kerja Sama Operasi, BOB dan Joint Operation. Kontrak yang mengatur pelaksanaan kerja sama pertambangan minyak bumi bagian hulu adalah Kontrak KSO. Prinsip utama dalam pelaksanaan KSO tetap mengacu dan sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam KKKS Pertamina EP sebagai Kontrak Induknya. 1 Kontrak Kerjasama Operasi atau KSO merupakan kontrak antara Pertamina EP dengan Mitra. Mitra adalah perusahaan yang telah menandatangani kontrak KSO dimana didalamnya memiliki kualifikasi bahwa Mitra merupakan Badan Usaha atau Bentuk Badan Usaha Tetap yang kegiatan usahanya meliputi kegiatan usaha migas dimana memiliki kemampuan finansial, teknis dan sumber daya manusia SDM di bidang usaha hulu migas yang berpengalaman dan bereputasi baik dalam pengelolaan aktifitas eksplorasi minimal 6 tahun. 2 KSO berisi bahwa Pertamina EP bertanggung jawab atas manajemen operasi sementara Mitra bertanggung jawab melaksanakan kegiatan operasional, menanggung resiko operasi dan biaya yang dikeluarkan akan dikembalikan dari hasil produksi setelah titik serah. Mitra berhak memperoleh bagi-hasil atas produksi yang dihasilkan. Dalam hal pengembalian biaya operasi dan bagi hasil maka biaya operasi dikembalikan kepada Mitra dari maksimal 80 produksi untuk tiap tahun berjalan. Biaya operasi yang belum dikembalikan pada tahun berjalan, akan diperhitungkan pada tahun-tahun berikutnya. Mitra akan mendapat bagi hasil dari Pertamina EP dalam KKKS. Pengembalian biaya dan pemberian bagi hasil akan diberikan kepada partner setelah titik serah. 1 Pertamina EP, Kerangka Dasar Kontrak Kerjasama Operasi KSO atau Operation Cooperation Agreement Launching tgl 30 November 2006, Hotel Four Seasons – Jakarta. 2 Pertamina EP, Information Summary. 2010. Kontrak ini menyatakan bahwa Investor yang telah mendapatkan izin melakukan pertambangan kegiatan hulu minyak bumi di Indonesia bertanggung jawab dalam hal kegiatan operasional dari eksplorasi, eksploitasi, pengeboran hingga kegiatan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun ataupun kegiatan bioremediasi serta menanggung resiko operasi kegiatan usaha hulu minyak dari awal pelaksanaan hingga akhir pelaksanaan yang dikemudian waktu pemerintah akan mengembalikan biaya operasi atau cost recovery.

B. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945