Proses transformasi dapat dikatakan sebagai proses derivasi teks. Sumber- sumber  yang  diperoleh  seorang  pengarang  dari  teks  lain  menjadi  bahan  atau
pengetahuannya  dan  kemudian  bahan  itu  ditransformasikan  ke  dalam karyanya.  Transformasi  juga  sebagai  proses  aktualisasi  ide  pengarang,
sehingga faktor individual subjektivitas pengarang menjadi penting.
C. Pembelajaran Sastra di Sekolah
1. Pengertian Pembelajaran Sastra
Dalam melaksanakan pengajaran kita tidak boleh berhenti pada penguraian keterampilan  ataupun  pengetahan.  Setiap  guru  hendaknya  selalu  menyadari
bahwa setiap siswa adalah seorang individu dengan kepribadiannya yang khas, kemampuan,  masalah,  dan  kadar  perkembangannya  masing-masing  yang
khusus. Oleh karena itu penting sekali kiranya memandang pengajaran sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan.
Walaupun sebagai dalam hal ini menunjuk suatu kesatuan yang kompleks, tetapi kita dapat melihat bahwa di dalam diri siswa terkandung berbagai ragam
kecakapan yang kadang-kadang menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan atau  bahkan  kelebihan-kelebihan.  Oleh  karena  itu,  hendaknya  kecakapan-
kecakapan itu dikembangkan secara harmonis jika individu yang bersangkutan diharapkan  untuk  dapat  menyadari  potensinya  dan  dapat  mengabdikan  diri
bagi  kepentingan-kepentingan  generasinya.  Jika  pengajaran  sastra  dilakukan dengan  cara  yang  tepat,  maka  pengajaran  sastra  dapat  juga  memberikan
sumbangan  yang  besar  untuk  memecahkan  masalah-masalah  nyata  yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat.
34
Dalam kurikulum 2013 sendiri tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu: 1 agar peserta didik mampu
menikmati  dan  memanfaatkan  karya  sastra  untuk  mengembangkan kepribadiannya,  memperluas  wawasan  di  dalam  kehidupan,  serta  untuk
34
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1992, hlm. 15
meningkatkan  pengetahuan  dan  kemampuan  berbahasa;  2  agar  peserta  didik dapat  menghargai  dan  membanggakan  sastra  Indonesia  sebagai  khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia. Pembelajaran  sastra  adalah  pembelajaran  yang  materinya  berhubungan
sastra.  Suatu  hasil  karya  baru  dapat  dikatakan  memiliki  nilai  saastra  bila  di dalamnya  terdapat  kesepadanan  antara  bentuk  dan  isinya.  Bentuk  bahasanya
baik  dan  indah,  dan  susunannya  beserta  isinya  dapat  menimbulkan  perasaan haru dan kagum di hati pembacanya.
Pembelajaran  sastra  hendaknya  mempertimbangkan  keseimbangan pengembangan  pribadi  dan  kecerdasan  peserta  didik.  Pembelajaran  semacam
ini akan mempertimbangkan keseimbangan antara spiritual,  emosional,  etika, logika,  estetika,  dan  kinestetika.
35
Pembelajaran  sastra  hendaknya  digunakan peserta didik sebagai salah satu kecakapan untuk hidup dan harus dicapai oleh
peserta didik melalui pengalaman belajar. Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan
yang mendalam di  hati  para pembacanya sebagai  prwujudan nilai-nilai  karya seni.  Apabila  isi  tulisan  cukup  baik  tetapi  cara  pengungkapan  bahasanya
buruk,  karya  tersebut  tidak  dapat  disebut  sebagai  cipta  sastra,  begitu  juga sebaliknya.
Pengajaran  sastra  tidak  bisa  dipisahkan  dari  pengajaran  bahasa.  Namun pengajaran  sastra  tidaklah  dapat  disamakan  dengan  pengajaran  bahasa.
Perbedaan  hakiki  antara  keduanya  terletak  pada  tujuan  akhirnya.  Pada pengajaran  sastra  yang  dasarnya  mengemban  misi  afektif  memperkaya
pengalaman  siswa  dan  menjadikannya  lebih  tanggap  terhadap  peristiwa- peristiwa  di  sekelilingnya  yang  memiliki  tujuan  akhir  menanam,
menumbuhkan,  dan  mengembangkan  kepekaan  terhadap  masalah-masalah manusiawi,  pengenalan  dan  rasa  hormatnya  terhadap  tata  nilai    baik  dalam
35
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, hlm. 172
konteks  individual  maupun  sosial.  Sastra  memang  tidak  bisa  dikelompokkan ke dalam aspek keterampilan berbahasa karena bukan merupakan bidang yang
sejenis  tetapi  pembelajaran  sastra  dilaksanakan  secara  terintegrasi  dengan pembelajaran  bahasa  baik  dengan  keterampilan  menulis,  membaca,
manyimak, maupun berbicara. Selain itu terdapat pula beberapa fungsi sastra dalam kehidupan manusia.
Fungsi sastra bagi kehidupan manusia adalah: a.
Fungsi  reaktif,  yaitu  fungsi  atau  manfaat  memberikan  rasa  senang, gembira, dan menghibur.
b. Fungsi  didaktif,  yaitu  fungsi  atau  manfaat  mengarahkan  dan  mendidik
pembaca karena mengandung nilai-nilai moral. c.
Fungsi  estetika,  yaitu  fungsi  atau  manfaat  yang  dapat  memberikan keindahan bagi pembaca karenabahasanya yang indah.
d. Fungsi  moralitas,  yaitu  fungsi  atau  manfaat  yang  dapat  membedakan
moral yang baik dan tidak baik bagi pembacanya karena sastra yang baik selalu mengandung nilai-nilai moral yang tinggi.
e. Fungsi  religiusitas,  yaitu  fungsi  atau  manfaat  yang  mengandung  ajaran-
ajaran agama yang harus diteladani oleh pembaca. Secara  khusus  pengajaran  sastra  bertujuan  mengembangkan  kepekaan
siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai sosial, ataupun gabungan seluruhnya. Dalam konteks inilah, kegiatan belajar-mengajar sastra
perlu  dilaksanakan.  Metode  pengajaran  manapun  yang  akan  ditempuh, keefektivannya  ditentukan  terutama  oleh  corak  komunikasi  yang  terjalin
antara guru dengan siswanya. Dengan asumsi bahwa guru akrab dengan karya satra  dan  mengenal  perjalanan  kreatif  sastrawan,  pengarang  karya  yang
dibicarakannya,  maka  menjalin  keakraban  dengan  siswa  merupakan  titian yang  efektif  untuk  melaksanakan  pengajaran  sastra.  Kunci  untuk  membuka
kepercayaan  siswa  terletak  pada  diri  kita  sebagai  guru,  penampilan  pertama kita  di  hadapan  mereka.  Jika  kesan  yang  mereka  peroleh  positif,  maka  pada
umumnya  siswa  akan  membuka  dirinya  penuh  keluguan.  Tetapi,  jika  kesan
yang  mereka  peroleh  positif,  maka  mereka  akan  menutup  dirinya,  bahkan tidak jarang menantang wibawa guru. Tanpa adanya landasan keterbukaan dan
kepercayaan  para  siswa,  maka  sulit  dibayangkan  kemungkinan  terwujudnya komunikasi  dua  arah  yang  sehat  dan  konstruktif,  baik  antara  guru  dengan
siswa, maupun antara siswa dengan karya sastra.
2. Pembelajaran Cerpen di Sekolah