Sikap Kesultanan Kota Pinang Terhadap Proklamasi RI

BAB III KONDISI KESULTANAN KOTA PINANG SESUDAH PROKLAMASI RI

3.1 Sikap Kesultanan Kota Pinang Terhadap Proklamasi RI

Setelah tentara Jepang menyerah kalah pada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 para golongan bangsawan di Kesultanan Kota Pinang sangat gembira karena menganggap keadaan semasa pemerintahan Belanda akan pulih kembali. Pendudukan tentara Jepang atas bangsa Indonesia berlangsung selama lebih kurang tiga setengah tahun. Pendudukan tentara Jepang menimbulkan penderitaan bagi rakyat ditinjau dari segi sosial, politik, ekonomi maupun budaya. Penderitaan rakyat baru berakhir setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Kekalahan tanpa syarat ini ditandai dengan pemboman Hirosima dan Nagasaki oleh Sekutu. Kekalahan Jepang tersebut dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta berkumandanglah Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Berita kemerdekaan bangsa Indonesia tersebar ke seluruh dunia. Namun di Indonesia, berita kemerdekaan ini belum diketahui oleh rakyat secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi dan sarana transportasi pada saat itu belum memadai. Keadaan yang demikian menyebabkan penyambutan terhadap berita proklamasi terdapat perbedaan waktu di berbagai daerah di Indonesia. Di Sumatera misalnya proklamasi diumumkan pada saat yang berbeda. Untuk menyambut kedatangan Belanda ke Sumatera Timur, dibentuklah suatu komite yang disebut dengan Komite Van Onvangst pada tanggal 25 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Sultan Langkat Tengku Musa dan Dr. Tengku Mansyur sebagai wakilnya. Inilah tindakan mereka yang lebih jelas tentang sikap gembira mereka akan kedatangan Universitas Sumatera Utara Belanda. Kekuatan sosial politik ini menyebabkan Mr. T. Muhammad Hasan dan Dr. Amir tidak berdaya mewujudkan proklamasi tersebut sedini mungkin. 20 Ketika berita proklamasi itu disampaikan oleh T M Hasan pada tanggal 30 September 1945 di Gedung Taman Siswa jalan Amplas Medan, Sultan yang turut mendukung proklamasi tersebut hanyalah Sultan Siak Sri Indrapura dan sultan Serdang. Kedua Sultan ini memihak kepada berdirinya Negara Republik Indonesia. 21 20 Nip M S Xarim. Op.cit., Hlm. 76. 21 Ibid., Hlm. 288. Sedangkan Sultan-Sultan lain menunjukkan sikap yang kurang menyenangi berita proklamasi tersebut sehingga mereka juga enggan terhadap pemerintah Repulik Indonesia. Sikap ini sangat berbahaya dalam mewujudkan proklamasi karena Sultan masih memegang peranan yang sangat besar di daerahnya. Pada saat itu terlihat dualisme sikap yang ditujukan oleh para penguasa tradisional di Sumatera Timur. Di satu sisi mereka mengharapkan kembalinya kekuasaan Belanda yang diharapkan bisa mengembalikan hak-hak istimewa nya yang sempat terampas pada masa pemerintahan Jepang, sedangkan di sisi lain mereka menghadapi kenyataan hadirnya kekuasaan Republik. Dalam keadaan kebingungan di antara dua sikap tersebut mereka kehilangan kemampuan untuk mengambil tindakan-tindakan yang tegas. Di saat berhadapan dengan kekuasaan Republik, mereka menyatakan setia kepada Republik tetapi dalam perbuatan mereka tidak mampu bersikap dan bertindak sebagai seorang Republikan dan melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan revolusi kemerdekaan, sehingga tidak jarang diantara mereka ditinggalkan oleh para pegawainya dan rakyatnya sendiri. Hal tersebut menyebabkan roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Universitas Sumatera Utara Sikap dualisme yang ditunjukkan oleh penguasa dari Kesultanan Kota Pinang, di satu sisi ketika berita tentang proklamasi secara menyeluruh tersebar di daerah Sumatera Timur, pemerintah Kesultanan Kota Pinang juga menyambut nya dengan menaikkan bendera merah putih. Namun di sisi lain pemerintahan Kesultanan Kota Pinang juga mengharapkan hadirnya kekuasaan kolonialisme Belanda. Hal ini dapat dilihat dengan berkibarnya bendera Belanda jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan bendera Merah Putih. 22 Pemerintah menginginkan agar rakyat diberi kesempatan dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah dengan memakai sistem demokrasi. Oleh karena itu perlu membentuk wakil-wakil rakyat yang pada saat itu disebut dengan Komite Nasional Indonesia KNI. Pembentukan KNI di Sumatera timur kelihatannya bertentangan dengan situasi yang terdapat di Sumatera Timur. Sumatera Timur yang terbagi atas beberapa daerah istimewa atau swapraja memiliki sistem pemerintahan yang otokrasi. Karena pertentangan ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pemerintah dan tuntutan rakyat, maka pihak swapraja diharuskan untuk mendemokrasikan kerajaan dengan jalan pihak swapraja diharuskan agar membentuk KNI di daerah kerajaan setempat. Dengan demikian kedudukan para Sultan menjadi Sulit, dimana di satu sisi mereka harus menyambut Namun demikian pemerintah tidak berputus asa untuk mewujudkan cita-cita proklamasi. Mereka terus menerus berusaha untuk menyesuaikan sistem swapraja atau kerajaan ini ke dalam bentuk sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia. Langkah- langkah yang diambil oleh T. Muhammad Hasan untuk merealisasikan proklamasi tersebut sesuai dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat. 22 Wawancara dengan Marwan Sir tanggal 10 Juli 2009 Universitas Sumatera Utara kedatangan Belanda dan di sisi lain rakyat akan menghalau Belanda. Situasi ini membuat mereka bingung karena banyak para pegawai kerajaan yang membantu merealisasikan proklamasi sehingga keadaan politik menjadi kacau. Pada tanggal 3 Februari 1946 diadakan lah rapat yang dihadiri oleh pejabat-pejabat penting Sumatera Timur dan diikuti oleh pihak swapraja Sumatera timur dalam rangka mempersatukan sikap menyambut pemerintahan Republik Indonesia agar rakyat mendapat tempat dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dalam rapat ini terdengar pengakuan para Sultan dan Raja-Raja swapraja Sumatera Timur tentang negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Sultan Langkat. Dengan demikian para Sultan juga membentuk KNI di daerahnya masing-masing. Namun utusan dari Kesultanan Kota Pinang tampaknya tidak menghadiri pertemuan tersebut. 23 Masa kekuasaan Jepang adalah masa yang penuh dengan kontradiksi yang amat tajam. Bangsa Jepang tidak membiarkan rasa kebangsaan dibangkitkan dengan amat hebatnya, serdadu-serdadu dan pelatih-pelatih Jepang menghina bangsa Indonesia dan menekan kebanggaan nasional bangsa Indonesia semaunya. Radio-radio milik perorangan disita, koran-koran dirampas dan tidak dibiarkan beredar ke pasaran agar rakyat Indonesia tidak dapat mengetahui informasi-informasi penting yang dari sarana tersebut. Jepang membatasi segala aktivitas rakyat bahkan berbicara juga tidak boleh sembarangan sesuka hati. Kaki tangan Kompetai berkeliaran di mana-mana yang sewaktu-waktu menjadi ancaman-ancaman yang mengerikan bagi rakyat. Jepang menanamkan rasa benci terhadap

3.2 Sikap Masyarakat Kota Pinang Terhadap Proklamasi RI