Dampak Revolusi Sosial Kesultanan Kota Pinang Sekitar Proklamasi RI (1945-1946)

yang menyatakan diri sebagai lasykar rakyat yang berasal dari luar daerah Kota Pinang seperti Rantau Prapat, Aek Nabara dan lain-lain. Mereka memasuki istana Kesultanan Kota Pinang lalu menculik Sultan dan menggunakan kendaraan milik Sultan, mereka membawa Sultan ke suatu tempat di luar istana Kesultanan Kota Pinang. Keesokan harinya keluarga Sultan dijemput dan dibawa ke Aek Nabara untuk ditahan. Harta kekayaan Sultan yang berada di istana kesultanan Kota Pinang dirampas oleh pelaku revolusi sosial tersebut. Berselang satu hari kemudian diketahui bahwa Sultan Mustafa ditemukan sudah meninggal di daerah Sisomut. Dengan demikian berakhir lah bentuk pemerintahan swapraja di Kesultanan Kota Pinang.

4.2 Dampak Revolusi Sosial

Peristiwa berdarah yang tiba-tiba terjadi di istana Kesultanan Kota Pinang membuat rakyat Kesultanan yang ada di sekitar istana heran. Mereka tidak mengetahui apa yang terjadi pada sultannya dan ketika mengetahui yang sebenarnya terjadi mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk membela Sultannya. Hal ini terjadi karena yang melaksanakan keributan tersebut adalah orang-orang dari kelompok perjuangan. Rakyat tidak tahu harus memihak ke mana, karena bagi mereka kemerdekaan perlu tapi juga mereka ingin tetap setia pada Sultan. Kejadian ini sangat menghebohkan dan menggelisahkan pikiran rakyat karena wilayah Kesultanan Kota Pinang telah dimasuki oleh berbagai bentuk kekerasan yang menyebabakan Sultan dan keluarganya gugur. Trelebih-lebih yang melaksanakan revolusi sosial tersebut adalah kelompok perjuangan yang tergabung dalam lasykar-lasykar. Mereka mengetahui bahwa lasykar-lasykar ini adalah barisan perjuanagan yang ingin Universitas Sumatera Utara merealisasikan proklamasi. Keadaan yang demikian membuat rakyat semakin gelisah karena akan menghadapi dua kekuatan yaitu kekuasaan Sultan beserta pengikutnya yang masih kuat dan di lain pihak yaitu para pejuang. Kemudian perasaan gelisah itu semakin parah, karena sejauh ini tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang cepat untuk mengatasinya. Masyarakat takut terjadi tindakan balasan dari pihak pengikut Sultan yang masih setia. Jika hal ini terjadi maka akan merusak persatuan di antara rakyat yang seharusnya perlu dibina. Sikap pemerintah yang kurang tegas ini disebabkan karena situasi pemerintahan pada saat itu di wilayah Sumatera Timur terdapat dua kekuatan besar untuk mewujudkan proklamasi yaitu TRI dan lasykar-lasykar yang dikelola oleh partai. Kekuatan TRI dan lasykar-lasykar di Sumatera Timur ini seolah-olah membuat suatu pemerintahan dan kekuasaan sendiri-sendiri sehingga sulit untuk membuat suatu kebijaksanaan yang tepat tentang peristiwa-peristiwa itu. Disamping itu peristiwa-peristiwa yang sama juga berkelanjutan di Sumatera Timur bahkan sampai ke Tapanuli, membuat pemimpin pusat sulit mengambil tindakan sehingga hanya dapat memberikan saran agar rakyat tetap bersikap tenang. Terjadinya Revolusi Sosial di Kesultanan Kota Pinang pada dasarnya diakibatkan oleh perbedaan pandangan antara kaum bangsawan dengan para pejuang tentang proklamasi yang akan diwujudkan di Sumatera Timur. Akhirnya perbedaan ini berakhir dengan cara yang tidak disenangi yakni dengan melakukan penawanan, pembunuhan dan perampasan terhadap kaum feodal dan bangsawan sehingga Kesultanan Kota Pinang runtuh. Dengan demikian setelah berakhirnya kekuasaan swapraja di Kota Pinang maka dapat dirasakan oleh masyarakat dampak dari kejadian tersebut baik dari segi politik, ekonomi dan sosial budaya. Ketika berlangsungnya pemerintahan swapraja, semua aspek Universitas Sumatera Utara kehidupan masyarakat dikuasai oleh kaum swapraja. Rakyat hanya sebagai kebutuhan hidup dari penguasa, semua hasil kerja rakyat harus diberikan kepada pihak Kesultanan. Sedangkan penguasa tanpa harus bekerja mendapat upah dari pemerintahan Belanda dan penghasilan lainnya dari rakyat. Dengan berakhirnya kekuasaan Kesultanan Kota Pinang pada tahun 1946 telah menumbuhkan semangat baru bagi masyarakat. Dimana penderitaan mereka pada saat Kesultanan Kota Pinang masih berada di bawah kekuasaan Belanda dan diteruskan hingga awal proklamasi akhirnya berakhir sejalan dengan terwujudnya realisasi proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Semangat proklamasi inilah yang telah berhasil menyumbangkan kekuasaan kaum bangsawan dan kaum feudal yang selalu mementingkan diri sendiri. Berakhirnya kekuasaan swapraja juga berdampak pada masalah status sosial antara kaum bangsawan dan feudal dengan masyarakat. Dengan berakhirnya sistem pemerintahan swapraja, maka klasifikasi masyarakat tidak kelihatan lagi. Secara politik, ekonomi dan sosial budaya di antara sesama masyarakat telah tumbuh satu kesamaan persepsi. Masyarakat bebas dari belenggu penjajah dan bebas melakukan pekerjaan karena mereka bekerja untuk diri mereka sendiri tanpa harus memberikannya lagi pada penguasa atau penjajah seperti pada saat penjajahan Belanda maupun masa penjajahan Jepang yang merampas secara paksa hasil kerja keras rakyat. Adanya revolusi sosial membawa perubahan dalam masyarakat Labuhan Batu umumnya dan Kota Pinang khususnya. Perubahan yang terjadi tersebut tidak secara drastis melainkan secara lambat laun menunjukkan hasil yang menggembirakan bagi masyarakat Kota Pinang. Sistem pemerintahan yang dulunya bersifat autokrasi berangsur-angsur mulai menuju sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi yang berarti dari rakyat untuk rakyat. Universitas Sumatera Utara Hal ini dapat dibuktikan dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Republik Indonesia. Sejak terbentuknya pemerintahan Republik Indonesia terjadilah perubahan- perubahan dimana Kesultanan Kota Pinang menjadi Kecamatan Kota Pinang di Labuhan Batu. Kesultanan Kota pinang menjadi Kecamatan Kota Pinang pada tahun 1963. Dengan adanya perubahan politik tersebut maka masyarakat tidak lagi berhubungan dengan Sultan atau kaum bangsawan lainnya. Demikianlah peralihan sistem pemerintahan setelah terjadinya revolusi sosial dimana seluruh anggota masyarakat sudah dianggap sama dan tidak ada lagi yang diistimewakan seperti sebelumnya. Penghormatan terhadap Sultan dan Kaum bangsawan lainnya tidak ada lagi. Masyarakat mulai mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang merdeka. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan