juga memperhatikan keinginan-kenginan rakyatnya. Misalnya dalam merayakan hari-hari besar agama, Sultan mengadakan pesta dan memberikan hiburan kepada rakyatnya dengan
mengadakan berbagai jenis kegiatan seperti menari dan pertunjukan pencak silat dan ronggeng. Selain itu, Sultan memiliki kebiasaan mengundang setiap rakyatnya yang
memiliki keahlian dalam mengadakan humor untuk menghibur kalangan istana. Hal ini juga merupakan salah satu cara Sultan dalam memberikan bantuan kepada rakyatnya.
Apabila orang yang diundang tersebut berhasil menghibur orang-orang di istana dengan humor yang dibuatnya maka ia akan mendapatkan hadiah dari Sultan berupa bekal hidup
sehari-hari.
9
9
Wawancara dengan bapak T.Chairul Azham di Kota Pinang pada tanggal 23 Juni 2009.
2.3 Sistem Pemerintahan Kesultanan Kota Pinang
Kesultanan Kota Pinang pada mulanya bernama Kesultanan Pinang Awan. Sultan yang pertama memerintah adalah Sultan Batara Sinombah yang disebut juga dengan Sultan
Batara Guru Gorga Pinayungan, yang memiliki makam di Hotang Mumuk Negeri Pinang Awan. Sultan Batara Sinombah adalah keturunan dari alam Minang Kabau Negeri
Pagaruyung yang bernama Sultan Alamsyah Syaifuddin. Sultan Batara Sinombah bersama saudaranya Batara Payung beserta saudara tirinya perempuan Putri Lenggani meninggalkan
Negeri Pagaruyung pergi ke daerah Mandailing. Dalam perjalanannya, Batara Payung memutuskan untuk tinggal di Mandailing dan menjadi asal-usul raja-raja di daerah itu.
Sedangkan Batara Sinombah dan Puteri Lenggani meneruskan perjalanannya sampai ke Hotang Mumuk Pinang Awan.
Universitas Sumatera Utara
Keturunan Batara Sinombah dari putranya Mangkuto alam merupakan asal-usul dari beberapa kerajaan yang terdapat di daerah Labuhan Batu seperti Raja Indra yang tertua
menetap di Kambul Bilah Hulu dan keturunannya menjadi raja-raja Panai dan Bilah. Sedangkan yang nomor dua Raja Segar menetap di Sungai Toras menjadi Zuriat raja
Kampung Raja, dan yang termuda Raja Awan menetap di Sungai Tasik menjadi Zuriat raja di Kota Pinang.
10
Yang dipertuan Pagar Ruyung Batara Guru Panjang Batara Sinombah
Puteri Lenggani Raja Mandailing Marhumsin. Batara Guru Gorga
Adik Tiri
Secara turun-temurun dari keturunan Batara Sinombah yang pernah memerintah di Kesultanan Kota Pinang, dapat digambarkan sebagai berikut :
Alamsyah Syaifuddin
Pinayungan Pinang Awan Sultan Nusa
Marhum Mangkat Dijambu Siti Puteh Raja Tahir Maha Raja Hulu Balang Slt.Syahir Alam Siti Unggu Kawin Slt.Husisyah Siti Medja
kawin sama Raja Slt.Edar Alam Raja Rantau Binuang Glr.Maha Raja dgn Raja Haro Glr.Segar Alam Tdk Menikah Tambusai Kumbul Awan Tesik Raja Simargoloang Sel Toras
Stn.Kohar Yg Dipertuan Besar Pinang Awan
Yg Dipertuan Muda Hotang Mumuk
10
T. Lucman Sinar. Op.cit., Hlm. 136.
Universitas Sumatera Utara
Stn.Kumala Marhum Tua Yg Dipertuan Hadudung
Pengali Nama Pinang Awan Menjadi Kota Pinang
Yg Dipertuan Muda Simarkaluang
Sultan Tua Kota Pinang
Sultan Muda Kota Pinang
Sultan Bungsu Pulau Biromata
Sultan Moestafa Glr.Yg Dipertuan Besar
Sistem pemerintahan yang digunakan di Kesultanan Kota Pinang adalah sistem kerajaan yang bersifat monarki pemerintahan dipegang oleh seorang raja yang diwariskan
secara turun-temurun. Sistem pemerintahan monarki ini mengakibatkan terdapatnya suatu klasifikasi di dalam masyarakat Kesultanan Kota Pinang yaitu perbedaan kelas masyarakat
antara golongan bangsawan dengan golongan rakyat jelata. Golongan bangsawan memegang peranan di segala bidang yang tertumpu pada Sultan. Rakyat biasa hanya
sebagai abdi Raja dan penunggu tanah. Seluruh aktifitas rakyat hanyalah untuk kemuliaan dan kekayaan Kesultanan. Sebaliknya Kesultanan harus melindungi rakyatnya dan menjaga
Universitas Sumatera Utara
keharmonisan dan ketentraman rakyatnya. Dalam sistem peradilan kaula kerajaan lebih dimuliakan, rakyat hanya sebagai penerima keadaan apabila hukum peradilan dijatuhkan.
Sistem pemerintahan monarki yang dimaksud adalah sebagai berikut: - Sultan adalah kepala pemerintahan yang berasal dari putra Sultan terdahulu, biasanya
anak tertua dari permaisuri nya. - Tengku adalah anak dari Sultan sendiri yang dapat menggantikan kedudukan ayahnya
dalam melaksanakan roda pemerintahan. Tugas Tengku adalah membantu sepenuhnya tugas Sultan.
- Datuk adalah salah seorang yang terkemuka dari masyarakat dan memerintah di daerahnya atau di bidangnya masing-masing yang tunduk kepada Sultan. Misalnya Datuk
Kepala Wilayah, Datuk Bendahara Kepala Keuangan dan sebagainya. - Tumenggung adalah kepala peradilan dan polisi. Kesemuanya ini berhak mengangkat
pembantu-pembantunya sesuai dengan bidangnya masing-masing. Pembantu-pembantu ini harus berasal dari golongan-golongan yang sama yaitu dari golongan bangsawan.
- Wan adalah anak laki-laki dari rakyat biasa yang mengawini anak perempuan dari seorang Sultan, keturunannya juga memakai gelar Wan.
- O.K adalah orang kaya dalam arti seseorang yang memiliki kekayaan berupa harta benda maupun kecakapan dan keluasan wawasan berpikir.
Adapun skema sistem pemerintahan tradisional Kesultanan Kota Pinang adalah sebagai berikut:
Yang Dipertuan Besar Sultan
Universitas Sumatera Utara
Raja Muda Tengku
Bendahara Setia Datuk Mahalela Orang Kaya Sutan Sri Maharaja Mangaraja
Kepala Kampung
Meskipun para Datuk dan Tumenggung dapat mengangkat pembantu-pembantunya sesuai dengan bidangnya masing-masing namun keputusan terakhir tetap berada dalam
tangan Sultan. Apapun kebijaksanaan yang telah diambil oleh para Datuk dan Tumenggung, jika hal tersebut tidak disetujui oleh Sultan maka kebijaksanaan itu tidak
dapat dilaksanakan. Untuk dapat melaksanakan pemerintahan yang baik dan terarah, maka Sultan mengajak seluruh kaula Kerajaan bersidang yang dipimpin langsung oleh Sultan.
Sebagai penasehat kerajaan maka diangkat lah para kaum agama wan yang berasal dari kaum bangsawan juga.
Sistem pemerintahan yang bersifat monarki tersebut menyebabkan adanya jurang pemisah antara golongan bangsawan dengan golongan rakyat biasa. Seolah-olah rakyat
biasa dilahirkan tidak mempunyai arti apa-apa di dalam struktur birokrasi pemerintahan, sehingga rakyat tidak berambisi untuk dapat berperan serta di dalam pemerintahan. Hal ini
kemudian dengan mudah akan dimanfaatkan oleh Belanda pada masa kekuasaan Belanda di Kesultanan Kota Pinang.
Dengan berkuasanya Belanda di Kesultanan Kota Pinang, maka sistem pemerintahan pun mengalami perubahan. Pemerintahan seluruhnya diatur oleh Belanda
mulai dari pemerintahan tingkat paling rendah samapai tingkat paling tinggi dipegang oleh
Universitas Sumatera Utara
orang-orang Belanda. Sistem pemerintahan yang dibentuk oleh Belanda ini dijalankan hingga tahun 1942 sampai masuknya Jepang ke Indonesia umumnya dan Kota Pinang
khususnya. Setelah kedatangan Jepang ke Kota Pinang maka terjadi sedikit perubahan pada pemerintahan dimana Jepang melibatkan golongan bangsawan dalam pemerintahan yakni
golongan bangsawan ditempatkan di tingkat bawah dan untuk tingkat atas dipegang oleh orang Jepang sendiri. Namun sistem pemerintahan yang dijalankan masih sistem
pemerintahan yang dibentuk oleh Belanda. Jepang tidak memberikan banyak perhatiannya pada pemerintahan pada masa penjajahannya di Indonesia karena pada saat itu Jepang lebih
mengutamakan kekuatan militernya untuk melawan Sekutu. Sistem pemerintahan yang demikian terus berlangsung sampai tahun 1946 hingga terjadinya revolusi sosial yang
mengakibatkan berakhirnya kekuasaan Kesultanan Kota Pinang. Dengan demikian, sejalan dengan terjadinya revolusi sosial maka terjadilah perubahan sistem pemerintahan dari
sistem pemerintahan monarki yang berbentuk kerajaan menjadi sistem pemerintahan demokrasi yang berbentuk republik.
2.4 Masa Penjajahan Belanda