kedatangan Belanda dan di sisi lain rakyat akan menghalau Belanda. Situasi ini membuat mereka bingung karena banyak para pegawai kerajaan yang membantu merealisasikan
proklamasi sehingga keadaan politik menjadi kacau. Pada tanggal 3 Februari 1946 diadakan lah rapat yang dihadiri oleh pejabat-pejabat
penting Sumatera Timur dan diikuti oleh pihak swapraja Sumatera timur dalam rangka mempersatukan sikap menyambut pemerintahan Republik Indonesia agar rakyat mendapat
tempat dalam menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Dalam rapat ini terdengar pengakuan para Sultan dan Raja-Raja swapraja Sumatera Timur tentang negara
Republik Indonesia yang diwakili oleh Sultan Langkat. Dengan demikian para Sultan juga membentuk KNI di daerahnya masing-masing. Namun utusan dari Kesultanan Kota Pinang
tampaknya tidak menghadiri pertemuan tersebut.
23
Masa kekuasaan Jepang adalah masa yang penuh dengan kontradiksi yang amat tajam. Bangsa Jepang tidak membiarkan rasa kebangsaan dibangkitkan dengan amat
hebatnya, serdadu-serdadu dan pelatih-pelatih Jepang menghina bangsa Indonesia dan menekan kebanggaan nasional bangsa Indonesia semaunya. Radio-radio milik perorangan
disita, koran-koran dirampas dan tidak dibiarkan beredar ke pasaran agar rakyat Indonesia tidak dapat mengetahui informasi-informasi penting yang dari sarana tersebut. Jepang
membatasi segala aktivitas rakyat bahkan berbicara juga tidak boleh sembarangan sesuka hati. Kaki tangan Kompetai berkeliaran di mana-mana yang sewaktu-waktu menjadi
ancaman-ancaman yang mengerikan bagi rakyat. Jepang menanamkan rasa benci terhadap
3.2 Sikap Masyarakat Kota Pinang Terhadap Proklamasi RI
Universitas Sumatera Utara
kolonialisme barat, namun rakyat merasakan bahwa apa yang dilakukan oleh Jepang sendiri lebih mengerikan. Jepang juga menanamkan cita-cita kemakmuran bersama Asia Timur
Raya yang bersemboyan “Asia untuk Asia” tetapi kenyataannya “Asia untuk Jepang”. Semua barang-barang kebutuhan hidup berada dalam cengkraman Jepang dan digunakan
semata-mata hanya untuk kepentingan Jepang sendiri. Banyak rakyat Indonesia dijadikan sebagai romusha yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Indonesia.
Kebencian dan penderitaan yang semakin parah melanda setiap lapisan masyarakat Sumatera pada tahun 1944 menjadi sedikit lega dengan adanya janji “kemerdekaan pada
waktu yang akan datang” yang diucapkan oleh Perdana Menteri Koiso di depan parlemen Jepang pada tanggal 7 September. Namun janji tersebut sengaja diberikan agar Jepang tetap
dapat memanfaatkan rakyat. Dengan memberikan janji-janji tersebut maka Jepang berharap mereka bisa mendapatkan keuntungan yakni dukungan dari rakyat yang menginginkan
kemerdekaan tersebut untuk kepentingan Jepang sendiri. Hingga akhirnya Jepang kalah pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 yang
kemudian seluruh daerah jajahan Jepang harus diserahkan kepada Sekutu termasuk Indonesia. Oleh karena itu sejak tanggal 14 Agustus, Jepang tidak berhak lagi untuk
membuat kebijaksanaan di wilayah jajahannya kecuali untuk menjaga ketentraman di wilayah jajahan sebelum datangnya sekutu. Maka tugas bangsa Jepang di Indonesia hanya
memerintah dalam keadaan status quo. Dengan kata lain pemerintahan Jepang di Indonesia hanya mempertahankan apa yang telah ada sebelum tentara sekutu tiba di Indonesia.
Kedatangan tentara sekutu di Indonesia hanya untuk melucuti tentara Jepang beserta personil lainnya.
23
Anthony Reid. Op,Cit., Hlm. 362.
Universitas Sumatera Utara
Kemerdekaan negara kesatuan Republik Indonesia diproklamirkan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Tetapi berita
proklamasi tersebut tidak sampai ke seluruh penjuru tanah air pada hari itu juga, membutuhkan waktu yang lama untuk menyebarluaskan berita tersebut karena kurang
lancar nya komunikasi dan transportasi pada saat itu dari Jawa ke daerah-daerah lainnya di luar Jawa termasuk Sumatera Timur.
Proklamasi kemerdekaan agak terlambat diumumkan di Sumatera Timur juga disebabkan oleh situasi di Sumatera Timur pada saat itu tidak mendukung karena
pembesar-pembesar masyarakat atau kaum feodal dan bangsawan kurang memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi di Jawa. Ketika Jepang menyerah kalah kepada sekutu,
kaum feodal dan bangsawan sangat senang dan mengharapkan kekuasaan Belanda kembali atas daerah masing-masing seperti sebelumnya. Sedangkan kemerdekaan yang telah
diproklamirkan di Jakarta tersebut kurang mereka yakini akan keberhasilannya. Mereka lebih menyenangi kedatangan Belanda kembali ke Indonesia. Oleh karena itu untuk
menyambut kedatangan Belanda ke Sumatera Timur, mereka membuat suatu komite yang disebut dengan “Comite Van Omvangst” yang diketuai oleh Sultan Langkat Tengku Musa
pada tanggal 25 Agustus 1945. Setelah mendengar berita proklamasi tersebut, beberapa pemuda di Medan seperti
Abdul Xarim MS dan Wahab Siregar membagi-bagikan selebaran stensilan kepada masyarakat umum dalam rangka usaha menyebarluaskan berita proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia. Dengan tujuan agar penduduk mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka. Secara resmi berita kemerdekaan Indonesia dibawa wakil-wakil Sumatera seperti
Mr. TM Hasan, Dr. Amir dan Abdul Abbas tiba di Medan pada tanggal 29 Agustus 1945
Universitas Sumatera Utara
dari Jakarta. Setibanya di Medan, mereka tidak dapat berbuat banyak, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan golongan, paham, serta penafsiran terhadap proklamasi. Untuk itu
pemuda segera mengundang beberapa tokoh seperti Dr. T Mansyur, Dr. Raja Sauddin dan Datuk Hafil Haberman dalam rapat pada tanggal 3 September 1945. Kemudian rapat kedua
dilaksanakan pada tanggal 17 September 1945, dalam rapat ini munculah tokoh yang militan yaitu Xarim MS. Tokoh ini juga tidak dapat berbuat banyak untuk merealisasikan
proklamasi tersebut. Hal ini disebabkan oleh situasi dan kondisi pada saat itu yang belum terkendali dengan baik.
Situasi demikian ditanggapi para pemuda yang tergabung dalam organisasi pemuda latihan yang disponsori oleh Ahmad Tahir untuk mengadakan rapat. Rapat ini dilakukan
pada tanggal 23 September 1945 bertempat di Puji Dori 6 sekarang jalan Imam Bonjol Medan, dari rapat tersebut terbentuklah Barisan Pemuda Indonesia BPI yang diketuai
oleh Sugondo Kartoprojo. Tujuannya adalah untuk merealisasikan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di Sumatera Timur. Kemudian setelah itu mereka
mengadakan rapat umum di Gedung Taman Siswa di jalan Amplas Medan pada tanggal 30 September 1945. Mereka mengundang TM Hasan agar segera dilaksanakan pemberitaan
Proklamasi. Kemudian Mr. TM Hasan secara resmi menyampaikan amanat yang dibawanya dari Jakarta yang berisikan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan
Indonesia telah diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta di Jakarta. Dengan diumumkannya proklamasi tersebut oleh Mr. TM Hasan pada tanggal 30
September 1945 maka pada saat itu juga ia sendiri menjadi Gubernur Sumatera Timur dan Dr. M Amir sebagai wakilnya. Kemudian berita ini menyebar ke seluruh penjuru daerah
Universitas Sumatera Utara
dan seluruh lapisan masyarakat. Demikian halnya berita proklamasi tersebut sampai ke daerah Labuhan Batu dan Kota Pinang pada awal Oktober 1945.
Meskipun sebagian masyarakat mengetahui tentang kemerdekaan Republik Indonesia melalui radio milik Kesultanan, masyarakat tidak memperlihatkan tindakan yang
cukup berarti sebagai upaya penyambutan terhadap berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersebut. Demikian juga halnya ketika selebaran tentang berita
proklamasi kemerdekaan tersebar di daerah Kota Pinang, yang pada masa itu dibawa oleh orang-orang yang bekerja sebagai staf karyawan di perkebunan di Sisomut. Masyarakat
Kota Pinang juga tidak menampakkan kegiatan yang cukup berarti sebagai reaksi terhadap berita kemerdekaan Republik Indonesia tersebut. Akan tetapi orang-orang yang merasa
benci terhadap Sultan hanya dapat menanti perwujudan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersebut sampai di daerah Kota Pinang.
24
Keinginan rakyat untuk merealisasikan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersebut khususnya para pemuda yang mengerti tujuan proklamasi, mereka
wujudkan melalui berbagai cara diantaranya adalah pembentukan Tentara Keamanan Rakyat TKR yang pada awalnya merupakan perintah dari pusat. Kemudian pembentukan
Pada umumnya berita proklamasi tersebut disambut baik oleh sebagian besar masyarakat terutama bagi mereka yang telah mengerti dan tahu apa tujuan proklamasi
tersebut. Sedangkan masyarakat yang belum mengerti tujuan proklamasi tersebut bersikap biasa saja. Mereka tidak ikut campur dalam keadaan yang genting seperti itu, ada pula yang
bersikap menentang proklamasi tersebut. Mereka adalah orang-orang dari kelompok penguasa yang telah merasakan kebahagiaan pada masa pemerintahan Belanda.
Universitas Sumatera Utara
TKR ini diikuti oleh pembentukan lasykar-lasykar rakyat yang dilakukan oleh partai-partai politik seperti dari PNI, Pesindo, Hizbullah, Barisan Harimau Liar BHL dan lain
sebagainya. Mereka membentuk ini agar mereka dapat melawan penjajah yang tidak menginginkan realisasi proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tersebut.
3.3 Perbedaan Sikap antara Masyarakat dengan Kesultanan terhadap Proklamasi