BAB IV REVOLUSI SOSIAL DI KESULTANAN KOTA PINANG
4.1 Revolusi Sosial
Setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta, dan setelah diumumkan secara resmi di
Medan pada tanggal 30 September 1945 oleh Mr. TM Hasan maka rakyat menginginkan segera mungkin untuk merealisasikan proklamasi tersebut. Untuk dapat merealisasikan
berita proklamasi tersebut maka yang pertama harus dilakukan adalah mengakhiri sistem kerajaan yang ada di Sumatera Timur, merubah sistem kerajaan yang autokrasi menjadi
sistem demokrasi. Pemerintah republik telah memerintahkan para Sultan agar merubah sistem pemerintahan tersebut melalui suatu rapat yang dilakukan dengan mengundang
semua Sultan. Namun kelihatannya Sultan masih enggan untuk melakukan hal tersebut karena masih mengharapkan kedatangan Belanda agar mereka mendapatkan kembali hak-
hak istimewa mereka yang mereka miliki ketika masih kekuasaan Belanda. Melihat keadaan yang demikian, muncullah lasykar-lasykar dari pemuda yang
bertujuan untuk merealisasikan proklamasi. Perkembangan lasykar-lasykar ini sangat cepat, hal ini terlihat di setiap daerah-daerah di Sumatera Timur. Organisasi yang demikian
banyak dan tidak mempunyai hubungan kerja langsung antara satu dengan yang lainnya mengakibatkan kurang baiknya gerakan. Padahal mereka memiliki satu tujuan yang sama
yaitu untuk mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia. Untuk menyatukan organisasi-organisasi ini, maka pada tanggal 15 Oktober 1945 Mnteri Penerangan Mr. Amir
Sarifudin menginstruksikan agar seluruh organisasi tersebut bersatu dalam satu wadah yaitu organisasi yang bernama Pemuda Republik Indonesia PRI yang kemudian berubah nama
Universitas Sumatera Utara
menjadi Pemuda Sosialis Indonesia PESINDO. Pesindo didirikan di Sumatera Timur pada tanggal 20 November 1945 di bawah pimpinan Sarwono Sastro Sutardjo.
Seiring dengan berjalannya waktu partai-partai yang lain terpengaruh oleh aktivitas Pesindo yang telah membentuk lasykarnya sendiri, maka terbentuklah lasykar-lasykar yang
dikelola oleh partai-partai seperti Partai Nasional Indonesia PNI membentuk Nasional Pelopor Indonesia Napindo di bawah pimpinan M. Saleh Umar, Partai Komunis Indonesia
PKI membentuk Barisan Merah dipimpin oleh Abdul Razak, partai yang beraliran Islam membentuk Hizbullah dipimpin oleh Nurdin Nasution. Ada juga pasukan-pasukan yang
mempeunyai sifat sendiri-sendiri seperti Pasukan Malau, Bejo, Halilintar, Legiun Penggempur, Nusa Terbang dan Barisan Harimau Liar.
25
Pada tanggal 23 November 1945 pemerintah pusat Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No 1 tahun 1945 yang berisikan peraturan mengenai
pembentukan dan kedudukan Komite Nasional Indonesia Daerah yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka pad awal
Desember 1945 dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Timur yang diketuai Cepatnya perkembangan
organisasi-organisasi massa ini dalam waktu singkat telah merembes ke seluruh daerah di Sumatera Timur. Demikian juga halnya dengan yang terdapat di Labuhan Batu umumnya
dan Kesultanan Kota Pinang khususnya. Perkembangan yang demikian cepat ini sangat erat hubungannya dengan yang ada di pusat yaitu Medan. Partai yang berkembang pada saat itu
di Labuhan Batu adalah Pesindo, Hizbullah dan PNI, sedangkan partai-partai yang lain tidak sehebat partai-partai tersebut.
25
A. H Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid II, Bandung: Angkasa, 1977. Hlm. 446
Universitas Sumatera Utara
oleh Mr. Luat Siregar. Pembentukan KNI Daerah Sumatera Timur ini merupakan langkah pertama dalam merealisasikan perubahan struktur pemerintahan lama yang bersifat
autokrasi menjadi struktur pemerintahan yang bersifat demokrasi. Banyaknya lasykar-lasykar rakyat yang berkembang pada saat itu mengakibatkan
beragam cara untuk merealisasikan kemerdekaan. Sebab setiap partai memiliki ide dan caranya maing-masing meskipun semua itu untuk mencapai satu tujuan yang sama. Untuk
mengkoordinasikan banyaknya lasykar-lasykar yang ada di Sumatera Timur, maka dibentuklah “Markas Agung” yang dipimpin oleh Nathar Zainuddin pad bulan Desember
1945. Markas Agung ini nantinya akan meleburkan diri dengan Persatuan Perjuangan Volks Vront yang dikelola langsung dari pusat dan mempunyai tujuan yang sama.
Lasykar-lasykar yang dibentuk oleh organisasi-organisasi dan partai-partai politik ini memiliki kendala dalam memenuhi perlengkapan perang nanti yakni untuk melengkapi
persenjataan yang akan digunakan nanti. Mereka tidak memiliki dana untuk dapat membeli senjata, sehingga mereka mengharapkan partisipasi pemerintah. Namun pemerintah tidak
dapat berbuat banyak membantu mereka untuk memberikan dana atau senjata karena hanya dapat membantu tentara nasional. Sehingga lasykar-lasykar ini mengusahakan sendiri
dengan cara merampas senjata dari tentara Jepang. Disamping laykar-lasykar rakyat yang dibentuk oleh partai-partai untuk
merealisasikan kemerdekaan, teryata para kaum feodal juga telah membentuk angkatan bersenjata mereka untuk menghadapi lawannya nanti dalam mempertahankan kedudukan
mereka. Angkatan bersenjata yang dibentuk ini adalah Persatuan Anak Deli Islam PADI, angkatan ini dipersenjatai dengan lengkap. Pembentukan angkatan bersenjata ini
menambah kecurigaan lasykar-lasykar rakyat terhadap kaum feudal sehingga mereka
Universitas Sumatera Utara
semakin menggebu-gebu untuk segera merealisasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak semula para pemimpin Markas Agung telah menarik kesimpulan bahwa struktur
pemerintahan swapraja harus dihapuskan karena bisa menjadi musuh dalm selimut yang dapat menghancurkan Republik Indonesia jika mereka dimanfaatkan oleh NICA dan
Belanda yang masuk ke Indonesia. Untuk itu maka diadakanlah pertemuan yang dihadiri oleh Abdul Xarim MS dan Nathar Zainuddin pada akhir bulan Januari 1946. Dari hasil
pertemuan tersebut diambillah suatu keputusan untuk menghapuskan struktur pemerintahan swapraja di seluruh Sumatera Timur.
Meskipun telah ada pernyataan yang diungkapkan oleh para Sultan, Raja, dan Sibayak pada tanggal 12 Januari 1946 yang menyatakan bahwa penguasa swapraja
Sumatera Timur berdiri teguh di belakang Republik Indonesia dan mendemokrasikan pemerintahannya, namun hal tersebut tidak menjadi pertimbangan bagi Markas Agung
untuk merubah keputusan yang diambil. Mereka menganggap bahwa pernyataan para swapraja itu sama sekali sudah tidak ada lagi artinya karena struktur pemerintahan swapraja
harus segera dihapuskan. Untuk mengatasi situasi yang semakin panas maka pada tanggal 3 Februari 1946
KNI daerah Sumatera Timur mengadakan lagi musyawarah dengan para Sultan, Raja dan Sibayak di seluruh Sumatera Timur untuk membicarakan kedudukan di daerah-daerah
istimewa dalam negara Republik Indonesia. Dalam pertemuan ini, dari pihak Republik Indonesia hadir Gubernur Sumatera Mr. TM Hasan, Dr. M Amir, Residen Sumatera Timur
T. Hafaz, Residen diperbantukan pada Gubernur Sumatera Abdul Xarim MS, Inspektur Pendidikan Sumatera Abu Bakar, Jaksa Tinggi Abdul Muthalib Moro, Inspeksi Kesehatan
Sumatera Dr. T Mansyur, Kepala Jawatan Kesehatan Dr. Sahir Nitiamihadjo, Wali Kota
Universitas Sumatera Utara
Medan Mr. Muhammad Yusuf, Residen Tapanuli Dr. F L Tobing dan para pejabat tinggi lainnya. Dari pihak kerajaan hadir Sultan Deli, Sultan Langkat, Sultan Serdang, Sultan Siak
Sri Indrapura, Sultan Asahan, Sultan Bilah, Raja Siantar, Raja Panai, Sibayak Barus Jahe, Yang Dipertuan Kualuh Leidang dan kerajaan-kerajaan lain yang ada di Sumatera Timur.
Pada bulan Februari 1946, kondisi pemerintahan swapraja sudah tidak menentu sama sekali sebagai akibat dari gerakan rakyat dan pemuda yang sudah tidak lagi memberi
dukungan pada mereka. Akibat gelombang pasang republikan tersebut Sultan, Raja dan Sibayak tidak dapat berbuat apa-apa lagi karena mereka sudah tidak memiliki prasarana
apapun untuk melanjutkan pemerintahannya. Karena itu mereka tidak berbuat apa-apa sekalipun mereka telah berjanji untuk menyampaikan kepada pemerintahan Republik
Indonesia suatu susunan Dewan Perwakilan Rakyat untuk daerah istimewa tidak pernah terwujud.
Upaya Persatuan Perjuangan Volks Front untuk melakukan pembersihan terhadap kerajaan semakin bulat. Untuk memperlancar aksi penghapusan kekuasaan swapraja maka
pada tanggal 1 Maret 1946 pemimpin Persatuan Perjuangan menemui pimpinan tertinggi TRI di Sumatera Timur yaitu Komandan Ahmad Tahir untuk memberitahukan rencana
mereka untuk menangkapi kaki tangan NICA dan orang-orang yang anti republik di Sumatera Timur. Persatuan Perjuangan dalam pertemuan tersebut menyampaikan tuduhan
atas sikap pihak kerajaan yang tidak mau mendukung Republik Indonesia. TRI menyetujui tindakan Persatuan Perjuangan tersebut dengan catatan
pembersihan harus dilakukan dengan cara tertib. Semua orang-orang yang bersalah harus diserahkan kepada kepolisian dan Kejaksaan untuk diperiksa sebagaimana mestinya dan
harus diadakan peradilan terhadap mereka berdasarkan hukum yang berlaku. Yang benar-
Universitas Sumatera Utara
benar bersalah memang harus dihukum, tetapi yang tidak bersalah harus segera dibebaskan kembali.
26
Semakin memuncaknya tekanan terhadap raja-raja menyebabkan Dr. Amir melakukan perjalanan ke seluruh Sumatera Timur untuk meninjau daerah yang paling
genting. Dari kunjungan tersebut terlihat semangat rakyat yang meluap-luap menuntut supaya kaum swapraja yang dianggap sebagai musuh Republik dan penghalang realisasi
kemerdekaan Republik Indonesia agar segera ditumpas. Sikap rakyat yang begitu membenci kerajaan dapat dilihat dari slogan-slogan yang dicoretkan pada tembok-tembok
seperti “raja-raja menghisap darah rakyat” dan “rakyat menjadi hakim”. Rombongan Dr. Amir secara resmi kembali ke Medan tanggal 2 Maret 1946 dengan keyakinan bahwa dia
berhasil membujuk pemimpin lasykar-lasykar untuk menunda gerakan aksinya. Minimal Terhadap sikap yang ditunjukkan oleh TRI tersebut terlihat bahwa TRI sebagai alat
kekuasaan negara kondisinya saat itu begitu lemah untuk mencegah timbulnya kekerasan dan kekejaman terhadap kaum raja dan bangsawan. Persenjataan yang dimiliki oleh TRI
tidak mencukupi bila dibandingkan dengan yang dimiliki Persatuan Perjuangan. Sebagian besar senjata rampasan dari Jepang berada di tangan lasykar-lasykar yang tergabung dalam
Persatuan Perjuangan. Ekonomi Rakyat Republik Indonesia ERRI dan Ekonomi Negara Republik Indonesia ENRI yang dibentuk oleh Persatuan Perjuangan untuk menangani
perekonomian di Sumatera Timur berhasil menghimpun dana untuk Persatuan Perjuangan dari hasil penjualan karet dan kelapa sawit ke Penang. Dana itulah yang digunakan oleh
Persatuan Perjuangan untuk membiayai pasukan dan membeli senjata dari Penang.
26
Nip M S Xarim. Op.cit., Hlm. 628.
Universitas Sumatera Utara
sampai Gubernur Sumatera Kembali ke Medan. Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian.
27
Revolusi Sosial yang dimulai pada tanggal 3 Maret 1946 di Sumatera Timur tiba di Kota Pinang pada tanggal 8-9 Maret 1946 dimana pada malam hari Sultan Mustafa yang
berkuasa di Kesultanan Kota Pinang pada saat itu diculik oleh serombongan orang-orang Para pejuang pada saat itu tidak dapat lagi membendung kemarahan dan
kebenciannya untuk menghapuskan sistem swapraja. Maka pada tanggal 3 Maret 1946 terjadilah Revolusi Sosial di Sumatera Timur yang dipelopori Barisan Harimau Liar dan
badan-badan Persatuan Perjuangan lainnya seperti Pesindo, PNI, Hisbullah dan PKI. Proses revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur sangat rapi. Pemerintah,
rakyat dan kaum feodal tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Bahkan banyak diantara anggota para pejuang yang melaksanakan revolusi tersebut tidak mengetahui apa rencana
pemimpinnya. Ketika akan meledaknya revolusi sosial yang merata di Labuhan Batu hanya pemimpin-pemimpin gerakkanlah yang mengetahui rencana apa yang akan dilaksanakan.
Para pemimpin gerakan di Labuhan Batu aktif mendengarkan instruksi dari pusat yaitu Medan. Bersamaan dengan itu terdengarlah berita tanggal 3 Maret 1946 telah terjadi
pergeseran pemimpin di Sumatera Timur dari Gubernur TM Hasan kepada Mr. Amir. Maka pada saat itu juga pemimpin pejuang yang tergabung dalam lasykar menyuruh anak
buahnya untuk berkumpul karena ada yang akan diselesaikan. Dengan demikian maka berkumpullah anggota-anggota lasykar di daerah masing-masing seperti di Aek Kanopan,
Rantau Prapat, Kota Pinang, Labuhan Bilik dan sebagainya, terutama bagi lasykar Pesindo sebagai pemegang lasykar yang lebih dominan di daerah Labuhan Batu.
27
Anthony Reid. Op.cit., Hlm.372.
Universitas Sumatera Utara
yang menyatakan diri sebagai lasykar rakyat yang berasal dari luar daerah Kota Pinang seperti Rantau Prapat, Aek Nabara dan lain-lain. Mereka memasuki istana Kesultanan Kota
Pinang lalu menculik Sultan dan menggunakan kendaraan milik Sultan, mereka membawa Sultan ke suatu tempat di luar istana Kesultanan Kota Pinang. Keesokan harinya keluarga
Sultan dijemput dan dibawa ke Aek Nabara untuk ditahan. Harta kekayaan Sultan yang berada di istana kesultanan Kota Pinang dirampas oleh pelaku revolusi sosial tersebut.
Berselang satu hari kemudian diketahui bahwa Sultan Mustafa ditemukan sudah meninggal di daerah Sisomut. Dengan demikian berakhir lah bentuk pemerintahan swapraja di
Kesultanan Kota Pinang.
4.2 Dampak Revolusi Sosial