1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia khususnya Undang-undang No 22 Tahun 1999 jo Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
daerah dan Undang-undang No 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera
Utara dan peraturan perundang-undangan pendukung lainya. 2.
Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa hasil penelitian di bidang hukum dan karya ilmiah
lainnya. 3.
Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder untuk
melengkapi atau menunjang data penelitian. Seperti surat kabar, majalah, internet yang berhubungan dengan pemekaran daerah.
b. Penelitian Lapangan Field Research, dilakukan untuk memperoleh data
sekunder yang diperoleh langsung dari informan karena tidak semua bahan- bahan yang diperlukan dapat diperoleh atau tersedia di perpustakaan
4. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen adalah
dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-teori, buku-buku, hasil penelitian,
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
buletin dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Wawancara dilakuan secara langsung dan dapat dipertanggungjawabkan isi dan kebenaran dengan
menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap informan yang memiliki pengetahuan yang luas tentang masalah pemekaran daerah di Kabupaten Serdang
Bedagai. informan dalam penelitian mencakup dari aparat pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan Kabupaten Deli Serdang, kalangan DPRD, dan unsur
masyarakat.
5. Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul selanjutnya dilakukan editing guna memeriksa kembali kelengkapan jawaban yang diperoleh dari informan untuk
kejelasan, konsistensi jawaban atau informasi serta relevansi dengan penelitian dan keragaman data, kemudian data yang telah diperoleh dikoding dengan membuat
klasifikasi data untuk memudahkan analisis. Analisis data yang digunakan adalah deskrifitif kualitatif, artinya data
yang telah diklasifikasikan, dipaparkan kembali dengan menggunakan kalimat yang teratur sehingga dapat menguraikan dan menggambarkan yang ada dan juga
diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
BAB II FAKTOR PEMBENTUKAN DAERAH KABUPATEN
SERDANG BEDAGAI
A. Landasan Teoritis Pembentukan Daerah
Sejak Republik Indonesia lahir, para founding father telah meletakkan gagasan ideal mengenai pengaturan daerah di seluruh Indonesia, sesuai dengan
kemajemukan yang ada. Pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa pembagian daerah indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahan
ditetapkan dengan undang-undang. Penjelasan dari pasal ini menyebutkan bahwa dalam membentuk pemerintahan daerah harus melihat hak-hak asal usul daerah yang
bersifat istimewa. Namun dalam penjabaran bentuk peraturan perundangan di bawahnya,
bentuk pemerintahan daerah tidak mencerminkan demokrasi. Pengaturan pemerintah daerah lebih menekankan asas sentralisasi ketimbang desentralisasi. Praktek ini
terlihat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini selain menerapkan asas desentralisasi, juga menerapkan asas dekonsentrasi. Daerah tidak
memiliki kewenangan apa-apa selain hanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah. Kecenderungan yang terjadi adalah sentralisasi.
Sentralisasi ini pada gilirannya membuat otonomi daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Semua kekuasaan diatur oleh pusat, sementara daerah tinggal
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
melaksanakannya. Daerah tidak mempunyai prakarsa dan inisiatif dalam mengembangkan daerahnya. Ketika rezim orde baru jatuh, tuntutan akan otonomi
daerah menguat, daerah menuntut keadilan dan kemadirian dalam mengelola pemerintahan dan sumber-sumber keuangan. Pemerintah merespon dengan
mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan pada masa reformasi undang-undang tersebut diganti dengan Undnag-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam wacana publik sering pula disebut dengan Undang-undang atau
kebijakan otonomi daerah. Namun demikian tidak semua tampaknya memahami secara tepat apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian otonomi daerah
tersebut. Sebagian menyatakan pendapatnya bahwa otonomi daerah berarti otonomi politik, dimana daerah memiliki kedaulatan rakyat yang tercermin pada kelembagaan
DPRD yang terbentuk melalui proses politik pemilihan umum. Tetapi sebagian lain yang tidak ingin melihat adanya kecenderungan federalisme dalam pengertian
otonomi politik tersebut menyatakan bahwa otonomi yang berlaku di Indonesia adalah otonomi administrasi atau otonomi administratif, yaitu kekuasaan untuk
mengurus urusan rumah tangga daerah. Bagaimanapun wacana tersebut kurang memberikan pemahaman yang jelas mengenai otonomi secara hakiki.
Istilah atau kata otonomi menutrut Webater’s Student Dictionary of English Language berasal dari bahasa Yunani yaitu autos dan nomos
12
. Autos artinya sendiri sedangkan nomos berarti hukum atau aturan. Sebagai istilah, pengertian autos
12
Desi Fernanda, Perkembangan otonomi Daerah, Op.cit hlm 6
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
nomos atau autonomous dalam bahasa Inggris menurut kamus tersebut adalah kata sifat yang berarti 1 keberadaan atau keberfungsian yang bebas atau independent dan
2 memiliki pemerintahan sendiri, sebagai negara atau kelompok dan sebagainya. Sedangkan pengertian otonomi sebagai kata benda adalah 1 kondisi atau
kualitas yang bersifat independent, khususnya kekuasaan atau hak memiliki pemerintahan sendiri the power of right of having self government, dan atau 2
negara, masyarakat atau kelompok yang memiliki pemerintahan sendiri yang independent a self-governing state, cummunity or group.
Berdasarkan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian otonomi daerah secara ringkas adalah daerah yang menyelenggarakan pemerintahan
sendiri, atau daerah yang memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat atau independen. Dalam konteks indonesia pengertian independen atau bebas atau
berdaulat inilah yang barangkali tidak diinginkan, karena berkonotasi adanya negara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang tidak sesuai dengan
Undang-undang Dasar 1945. Indonesia pada umumnya menganut pemahaman bahwa otonomi daerah
adalah bersifat administratif yaitu kebebasan untuk menyelenggarakan administrasi pemerintahan sendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
administrasi pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Hal ini dijelaskan oleh Bagir Manan yang mendefenisikan otonomi daerah sebagai
“kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
mengurus sebagian urusan pemerintahan”
13
. Bahwa kebebasan dan kemandirian itu adalah dalam ikatan kesatuan yang lebih besar NKRI, karena dalam teori negara
kesatuan, otonomi adalah subsistem dari negara kesatuan. Jadi dalam konteks indonesia, pengertian otonomi daerah menunjukkan hubungan keterikatan antara
daerah yang memiliki hak untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri dengan kesatuan yang lebih besar yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Bukan
berarti daerah otonomi yang merdeka dan berdiri sendiri bebas dari ikatan dengan NKRI.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan daerah otonom menurut Undang-
undang tersebut diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kebijakan pemberian otonomi kepada daerah secara umum sangat tipikal trejadi di negara-negara yang berbentuk kesatuan seperti halnya Indonesia. Hal ini
didasarkan kepada kenyataan bahwa dalam negara kesatuan sesungguhnya otonomi tersebut merupakan perwujudan kedaulatan rakyat sebagai suatu kesatuan bangsa,
bukan sebagai kedaulatan berbagai kelompok masyarakat bangsa yang berdiri sendiri.
13
ibid hlm 8
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Akan tetapi berdasarkan kenyataan bahwa pemerintah pusat tidak akan cukup mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasinya yang sangat
beragam dan letak geografis yang sangat jauh, maka pemerintah memberikan kewenangan otonom kepada daerah agar daerah dapat memenuhi kepentingan dan
aspirasi masyarakat setempat secara lebih efektif dan efisien. Kebijakan inilah yang kemudian disebut dengan kebijakan desentralisasi.
Melihat sejarahnya, Osmani mengungkapkan bahwa istilah desentralisasi pertama kali diperkenalkan dalam literatur pembangunan pada tahun 1950-an, ketika
negara-negara kolonial terutama kerajaan Inggris melakukan serangkaian perubahan kelembagaan dalam rangka persiapan pemberian kemerdekaan kepada negara
jajahannya di Afrika. Osmani mengutip Mawhood dan Davey yang mendeskripsikan bagaimana pola “desentralisasi klasik” yang berlaku pada masa itu, yang diantara lain
memiliki 5 lima prinsip sebagai berikut:
14
1. Pemerintahan lokal local authority harus terpisah dari pemerintah pusat dan
bertanggungjawab atas penyelenggaraan berbagai pelayanan kepada masyarakat antara lain: pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, pembangunan
pemberdayaan masyarakat, jaringan jalan sekunder dan sebagainya 2.
Pemerintah lokal tersebut harus memiliki anggaran keuangan sendiri lengkap dengan sumber-sumber pendapatannya dan berwenang untuk meningkatkan
kemampuan keuangannya melalui penerapan sistem perpajakan langsung yang dibebankan atas berbagai jasa publik yang diselenggarakan.
14
Op.cit, hlm 12
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
3. Pemerintah lokal harus memiliki pegawai sendiri, meskipun pada tahap pertama
mungkin saja para pegawai tersebut berasal dari pegawai pusat yang diperbantukan
4. Pemerintah lokal dapat diurus atau dikelola secara internal oleh sebuah dewan
council yang terdiri dari beberapa orang wakil rakyat dipilih oleh masyarakat melalui pemilu lokal.
5. Administrator pemerintahan pada tingkat pusat tidak lagi berperan sebagai
pengelola bidang pemerintahan tertentu, tetapi berfungsi sebagai perumus kebijakan dan atau pengendalian dan pembinaan terhadap pemerintahan lokal.
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dibanyak negara yang sedang berkembang, kebijakan
desentralisasi sejak lama telah dianggap sebagai salah satu prasyarat utama pembangunan ekonomi, sosial dan politik. Pemahaman mengenai desentralisasi itu
sendiri sangat bervariasi sesuai bentuk dan materi kebijakan yang terkait dengan isu desentralisasi itu sendiri. Namun demikian secara umum dapat diartikan bahwa
desentralisasi sebagai prasyarat pembangunan adalah sebagai wujud komitmen para penyelenggara pembangunan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan melalui kebijakan pendelegasian atau pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
institusi pemerintah daerah yang relatif lebih dekat dan lebih mengerti aspirasi masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Ada dua perspektif dalam mendefenisikan desentralisasi yang pada akhirnya memiliki implikasi pada perbedaan dalam merumuskan tujuan utama yang
hendak dicapai. Perspektif desentralisasi politik menekankan bahwa tujuan utama dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan demokratisasi ditingkat lokal sebagai
persamaan politik, akuntabilitas lokal dan kepekaan lokal. Di sisi lain perspektif administrasi lebih menekankan pada aspek efisiensi penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan ekonomi di daerah. Apabila desentralisasi dipahami berdasarkan perspektif hubungan negara
dan masyarkat dan hubungan pusat dan daerah, maka akan diketahui bahwa sesungguhnya keberadaan dari desentralisasi tidak lain adalah mendekatkan
pemerintah kepada masyarakat, sehingga antara keduanya dapat tercipta interaksi yang dinamis, baik pada proses pengambilan keputusan maupun dalam implementasi
kebijakan. Otonomi daerah pada dasarnya bukanlah tujuan, melainkan alat dalam
rangka mewujudkan cita-cita keadilan, demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah yang berorientasi kepentingan rakyat tidak akan pernah
tercapai apabila pada saat yang sama tidak berlangsung agenda demokratisasi. Dengan kata lain, otonomi daerah yang bisa meminimalisasi konflik Pusat-Daerah di
satu pihak, dan dapat menjamin cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
masyarakat lokal di lain pihak, hanya dapat dicapai di dalam kerangka besar demokratisasi kehidupan bangsa di bidang politik, hukum, ekonomi. Ini berarti
bahwa otonomi daerah harus diagendakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari demokratisasi kehidupan bangsa seperti restrukturisasi lembaga perwakilan,
restrukturisasi sistem pemilihan bagi eksekutif dan legislatif, penegak hukum dan pemberdayaan masyarakat lokal itu sendiri.
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Tabel 2. Paradigma Baru Hubungan Pusat dan Daerah
15
Paradigma No Kategori
Relasi Lama Baru
1 Tujuansasaran persatuan, kesatuan, stabilitas,
pembangunan, dalam rangka integralisme
demokrasi dan kesejahteraan dalam
rangka keutuhan bangsa
2 Tekanan sentralisasi kekuasaan,
desentralisasi administrasi, desentralisasi politik
distribusi kekuasaan, desentralisasi politik
3 Sifat Hubungan
hierarkis dan dominative partnership dan
komplementer 4 Kekuasaan
pusat Tak terbatas dan tak terkontrol
terbatas dan terkontrol 5 Kedaulatan
Pada negara
manipulasi kedaulatan rakyat
Pada rakyat 6
Orientasi otonomi Otonomi pemerintah daerah
Otonomi masyarakat lokal 7 Skala
otonomi Seragam
Fleksibelkondisional 8 Titik
berat Kabupatenkota
provinsi 9
Cakupan kekuasaan dan wewenang
Belas kasihan pusat Kesepakatan wakil rakyat
pusat dan daerah 10
Peran masyarakat Pasif dan mobilized
Aktif dan partisipatif 11
Rekrutmen elite Tidak langsung dan tertutup
Langsung dan terbuka 12
Instrumen kebijakan a.
jumlah kebijakan b.
proses pembuatan c.
cakupan Tunggal
Sepihak searah
Banyak Bersama-samadialog
Dua arah dan beragam
13 Ekonomi
Eksploitatif Distributif, keadilan dan
kesejahteraan 14 Sistem
bagi hasil
Tidak proporsional dan tidak adil Sesuai kontribusi daerah
15 Komponen bagi hasil
Terbatas Diperluas termasuk pajak
dan cukai 16
Dana alokai Pola seragam
Sesuai kontribusi lokal 17 Sumber
PAD Terbatas dan seragam
Diperluas dan kondisional
15
Syamsuddin Haris, Otonomi Daerah, Demokratisasi, dan Pendekaan Alternatif Resolusi Konflik Puat dan Daerah dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2007 hlm
79
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Esensi desentralisasi berdasarkan perspektif hubungan negara dan masyarakat, secara implisit juga mengindikasikan bahwa tujuan utama yang hendak
dicapai melalui desentralisasi adalah meliputi terwujudnya demokratisasi di tingkat lokal, terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan ekonomi di daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah secara umum diyakini mampu
memberikan beberapa manfaat yang positif untuk terwujudnya tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi daerah, karena pemerintah
daerah dan masyarakat setempatlah yang paling mengetahui dan memahami kondisi sosial, ekonomi daerah. Dengan perkataan lain desentralisasi pemerintahan diyakini
dapat menjamin terciptanya efektivitas pemenuhan aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal daripada program-program yang dirancang secara sentralistik.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, peran serta proaktif masyarakat dalam program peningkatan kesejahteraan dan penghapusan kemiskinan
lebih mudah diwujudkan, karena akses yang lebih dekat dan terbuka terhadap kebijakan dan program yang menjadi kewenangan administrasi pemerintah daerah
setempat. Dengan desentralisasi dan kewenangan otonomi yang diberikan kepada daerah, masyarakat memiliki kesempatan yang lebih luas untuk merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan pembangunan daerahnya, dan memiliki komitmen yang lebih baik terhadap perubahan dan perilaku sosial, ekonomi dan politik ke arah
yang diharapkan. Dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam maka kebijakan
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
desentralisasi akan mampu mengembangkan daya jangkau dan partisipasi kelompok masyarakat yang beragam tersebut sesuai dengan aspirasi dan latar belakang sosial
budaya mereka masing-masing. Hakekat dan tujuan pemberian otonomi daerah, salah satunya adalah
mendekatkan pemerintah pada pelayanan publik. Untuk dapat memberikan pelayanan publik yang prima, paling tidak tergantung pada dua faktor, pertama dukungan
aparatur birokrasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat. Kedua faktor kepemimpinan kepala daerah yang mendorong dan memacu agar aparaturnya
bekerja maksimal sebagai abdi masyarakat dengan melakukan inovasi-inovasi untuk menggerakkan roda pemerintahan.
Selanjutnya agar pelaksanaan otonomi daerah bisa berjalan dengan optimal, pemerintah melaksanakan strategi penyelenggaraan otonomi daerah dengan
langakah-langkah sebagai berikut:
16
1. Membangun komitmen
dalam melaksanakan otonomi daerah, seluruh stakeholders harus bersama-sama mempunyai komitmen yang tinggi untuk mensuskseskannya. Komitmen harus
dibangun oleh semua lembaga baik pusat maupun daerah. 2.
Membangun sinergitas Setelah terbangun komitmen bersama di antara para stakeholders kunci sukses
pelaksanaan otonomi daerah adanya sinergitas antara stakeholders tersebut. Diantara stakeholders harus terbangun kesepahaman tentang fungsi dan tugas
16
Oentarto Sindung Mawardi, Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Op. Cit, hlm 19
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
masing-masing agar tidak tumpang tindih dalam mensukseskan kebijakan otonomi daerah
3. Menyempurnakan Peraturan Perundangan
Dimaksudkan agar tidak ada lagi kebingungan dalam pelaksanaan otonomi daerah baik pusat maupun daerah dalam melaksanakan peraturan perundangan,
karena banyak peraturan perundangan yang tidak sinkron antara satu dengan yang lainnya.
4. Meningkatkan Koordinasi antara Departemen
Dalam melaksanakan fungsi pemerintah di bidang pembinaan dan pengawasan pelaksanaan otonomi daerah maka kerjasama antar departemen mutlak
diperlukan. 5.
Meningkatkan sosialisasi otonomi daerah Sosialisasi perlu dilaksanakan agar setiap pejabat pemerintah dan masyarakat
mempunyai satu persepsi dan penafsiran yang sama atas setiap langkah yang akan dilakukan dalam mensukseskan otonomi daerah
6. Meningkatkan Keterlibatan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat merupakan langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah maupun oleh anggota masyarkat yang lain, agar dapat terlibat
langsung dalam pelaksanaan otonomi daerah. Masyarakat harus disadarkan bahwa mereka bukanlah objek otonomi daerah melainkan subjek dalam
pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan mereka sendiri.
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
7. Bertahap
Agar pelaksanaan otonomi daerah berjalan suskses, implementasi kebijakan harus dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.
Seluruh upaya tersebut harus tetap dilakukan dalam rangka mengawal otonomi daerah senantiasa pada koridor yang antara lain bahwa otonomi daerah
sesungguhnya harus bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan mendekatkan fungsi-fungsi pelayanan umum pemerintah kepada masyarakat
daerah. Konteks mendekatkan pelayanan publik pada pelaksanaan otonomi daerah
adalah pada kabupaten atau kota, hal ini sesuai dengan harapan masyarakat, karena kabupaten dan kota merupakan satuan wilayah pemerintahan yang rentang jaraknya
relatif dengan masyarakat. Pada gilirannya pemerintah kabupaten dan kota mengetahui, memahami, dan mengerti tentang keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Penyelenggaraan desentralisasi menuntut penebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan
pemerintah yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah. Persebaran urusan pemerintahan memiliki dua
prinsip pokok, yaitu: 1.
selalu terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya dapat diserahkan kepada daerah karena menyangkut kepentingan kelangsungan hidup bangsa dan negara
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
2. tidak ada urusan pemerintahan yang sepenuhnya dapat diserahkan kepada
daerah, yang diserahkan hanyalah yang menyangkut kepentingan masyarakat setempat. Ini berarti ada bagian-bagian dari urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh kabupatenkota, ada bagian-bagian yang diselenggarkan oleh provinsi dan ada juga yang diselenggarkan oleh pemeirntah pusat.
Kebijakan pemberian otonomi kepada daerah secara umum sangat tipikal terjadi di negara-negara yang berbentuk kesatuan seperti halnya Indonesia. Hal ini
didasarkan kepada kenyataan bahwa dalam negara kesatuan sesungguhnya otonomi tersebut merupakan perwujudan kedaulatan rakyat sebagai satu kesatuan bangsa
nation, bukan sebagai kedaulatan berbagai kelompok masyarakat bangsa yang berdiri sendiri-sendiri. Akan tetapi berdasarkan kenyataan bahwa pemerintah pusat
tidak akan cukup mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasinya yang sangat beragam dan letak geografis yang jauh, maka
pemerintah memberikan wewenang otonomi kepada daerah agar daerah dapat memenuhi kepentingan dan aspirasi masyarakat setempat secara lebih efektif dan
esisien. Desentralisasi dan otonomi daerah secara umum diyakini mampu
memberikan beberapa manfaat yang positif untuk terwujudnya tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi daerah, karena pemerintah
daerah dan masyarakat setempatlah yang paling mengetahui dan memahami kondisi sosial ekonomi daerah.
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Walaupun demikian desentralisasi dan pemberian otonomi kepada daerah hadir bukan tanpa kendala dan keterbatasan. Smith mengungkapkan bahwa
berdasarkan beberapa teori kenegaraan, desentralisasi justru mendekatkan parokialisme dan separatisme yang bisa mengarah pada anti-egalitarianisme.
17
Ini berarti pada saat desentralisasi terbentuk, sesungguhnya batasan untuk tidak
tergelincir pada “primordialisme” menjadi sangat tipis sekali. Dari perspektif lain, otonomi daerah justru sering dijadikan instrumen legitimasi dan rujukan bagi
kelompok elit politik tertentu dalam penguasaan sember daya alam dan ekonomi di daerah.
Otonomi daerah juga juga bisa menyebabkan friksi atau berbedaan kepentingan antara pusat dan daerah dalam pengelolaan sumber daya daerah yang
sekaligus bisa memicu konflik yang laten antara pusat dan daerah. Selain itu adanya perbedaan kekayaan sumber daya alam dan ekonomi daerah justru bisa menimbulkan
kesenjangan ekonomi baru, yang penyelesaiannya akan relatif sulit, karena daerah yang kaya akan merasa memiliki hak yang lebih untuk menikmati sumber kekayaan
daerah tersebut dibanding daerah lain. Sementara fungsi pusat dalam upaya mengatasi kesenjangan tersebut justru telah terbatasi oleh kebijakan otonomi itu
sendiri. Artinya, mesti dipahami bahwa desentralisasi bukanlah satu kebijakan
yang bersifat “Quick Fix” bagi penyelesaian masalah ekonomi,politik maupun sosial
17
Desi Fernanda, Perkembangan otonomi Daerah, Op.cit hlm 15
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
di negara berkembang. Desentralisasi baru akan mampu memberikan manfaat yang optimal jika saja elemen masyarakat civil society telah terberdayakan dengan baik
dan optimal.
B. Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah di Indonesia
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Pendiri bangsa Indonesia pada dasarnya menyadari bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen dan terdiri dari berbagai daerah, yang mana
masing-masing daerah memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Dalam konteks ini maka para pendiri bangsa merumuskannya dalam bentuk Pasal 18 UUD 1945. Dalam pasal
tersebut disebutkan, “Pembentukan Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undnag-undang, dengan
memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Dalam upaya melaksanakan ketentuan Pasal 18 UUD 1945 tersebut, maka untuk pertama kali Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1945 dan berlaku di Indonesia selama 3 tiga tahun. Jadi sebelum mengatur yang lain, pemerintah lebih dulu mengeluarkan tentang bagaimana
mengaplikasi ketentuan Pasal 18 tersebut. Adapun isi dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 ini adalah:
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Pasal 1 : Komite Nasional Daerah diadakan kecuali di daerah Surakarta dan
Yogyakarta, di keresidenan, di kota berotonomi, Kabupaten dan lain-lain daerah yang dianggap perlu oleh Departemen Dalam Negeri
Pasal 2 : Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah,
yang bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya asal tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Daerah yang lebih luas Pasal
3 :
Oleh Komite Nasional Daerah dipilih beberapa orang, sebanyak- banyaknya 5 lima orang sebagai badan eksekutif yang bersama-sama
dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah menjalankan pemerintahan sehari-hari dalam daerah itu
Pasal 4 : Ketua Komite Nasional Daerah lama harus diangkat sebagai Wakil
Ketua badan yang dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 Pasal
5 :
Biaya untuk keperluan Komite Nasional Daerah disediakan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 6 : Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan dan perubahan
dalam daerah-daerah harus selesai dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari
Tentunya Undang-undang ini tidak sempurna dan tidak akan memberikan kepuasan sepenuhnya, tetapi apresiasi yang kita berikan adalah dimana pemerintah
tampak segera melaksanakan politik desentralisasi dan memberikan hak-hak otonomi
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
kepada daerah-daerah disamping tetap menjalankan politik dekonsentrasi. Kemudian dalam perkembangan pertumbuhan pemerintahan daerah setelah keluarnya undang-
undang ini yang berjalan begitu cepat dan mendapat tekanan dari pihak Pemerintah Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali, menyebabkan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1945 ini hampir tidak dilaksanakan dalam prakteknya.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948