pada masa orde baru. Kedua dimungkinkan pemberdayaan DPRD dalam relasi kekuasaan dengan Kepala Daerah. Hal ini untuk pengawasan politik dan pembatasan
kekuasaan monopolitik yang dipegang Kepala Daerah. Ketiga adanya pera serta putera daerah untuk membangun daerahnya masing-masing.
Ketentuan tentang pembentukan daerah dalam undang-undang ini diatur pada Pasal 6, dinyatakan bahwa daerah dapat digabungkan, dimekarkan atau
dihapuskan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi dan sosial budaya daerah masing-masing.
7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Setelah dua tahun masa transisi 1999-2000, dan lebih dua tahun masa implementasi, terdapat keinginan politik untuk melakukan penyempurnaan terhadap
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, mengingat dari berbagai dampak, baik positif maupun negatif yang ditimbulkan dalam pelaksanaannya. Namun semangat
penyempurnaan tersebut tidak ditujukan untuk melakukan sentralisasi atas apa yang didesentralisasikan, akan tetapi lebih ditujukan untuk mengurangi dampak negatif dan
menambah manfaat positif dari otonomi daerah sebagai salah satu agenda utama reformasi.
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada dasarnya merupakan perwujudan komitmen pemerintah
untuk melaksanakan reformasi sistem administrasi dan pemerintahan Negara
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Kesatuan Republik Indonesia pasca orde baru. Dalam prakteknya kinerja implementasi undang-undang tersebut cenderung diwarnai oleh berbagai kontroversi,
kerancuan persepsi, ketidakpastian hukum dan sebagainya. Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan berkaitan dengan
kecenderungan tersebut di atas adalah:
27
a. konsepsi dan redaksi pasal-pasal dalam undang-undang yang multi tafsir dan
kontradiksi antara satu dengan yang lain b.
masih belum lengkapnya peraturan pelaksana perundang-undangan otonomi daerah
c. belum optimalnya penyesuaian peraturan perundang-undangan sektoral serta
masih adanya kecenderungan konflik kepentingan diantara kelembagaan sektoral pemerintah pusat
d. masih belum terselesaikannya konflik dan tumpang tindih kewenangan antara
pemerintah pusat dengan provinsi dan kabupatenkota e.
berkembangnya disharmoni hubungan antara pusat dengan daerah serta antara provinsi dengan kabupatenkota, bahkan pernah memuncak ke arah ancaman
pemisahan diri beberapa daerah dari tatanan NKRI f.
berkembangnya disharmoni antara DPRD dengan Kepala Daerah dan Perangkat Daerah
27
. Anwar Suprijadi, Sambutan dalam Lokakarya Nasional Implementasi dan Revitalisasi Kebijakan Desentralisasi Pemerintahan Daerahdalam Desentralisasi Pemerintahan Daerah,
Jakarta:Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, 2003, hlm xxiv
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
g. berkembangnya kecenderungan inefisiensi penyelenggaraan otonomi daerah
akibat proliferasi kelembagaan perangkat daerah h.
kurang terkendalinya penerbitan produk hukum daerah baik peraturan daerah maupun keputusan kepala daerah yang cenderung duplikatif serta bertentangan
dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi i.
kurang terkoordinirnya pembinaan dan fasilitas yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Untuk menyikapi permasalahan yang timbul berlangsung dalam implementasi Undang-undang tersebut, pada tahun 2000 MPR telah mengeluarkan
dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Salah satu rekomendasi MPR tersebut dalam butir 7 adalah: “sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan
kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintis awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999. revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945, termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap provinsi, kabupatenkota dan
sebagainya”. Penyempurnaan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih
ditujukan untuk menciptakan kepastian hukum dengan cara menghilangkan tumpang tindih yang timbul, baik dalam tataran implementasi, maupun dalam tataran regulatif.
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Adapun landasan hukum yang menjadi dasar penyempurnaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah:
28
a. TAP MPR Nomor XV MPR1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia b.
TAP MPR Nomor IVMPR1999 tentang GBHN Tahun 1999-2004, dalam ketetapan MPR tersebut ada ketentuan yang tetap harus diperhatikan adalah
tentang konsep otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Hal ini berarti bahwa konsep otonomi daerah seperti yang ada pada Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tetap berlanjut c.
TAP MPR Nomor III MPR 2000 tentang Sumber-sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, yang isinya antara lain:
1. UUD 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
3. Undang-undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
28
. Deddy S. Bratakusumah, Op. Cit, hlm 21
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
d. TAP MPR Nomor IV MPR 2000 tentang rekomendasai kebijakan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam rangka penyempurnaan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah: a.
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tetap dilaksanakan b.
Konsep otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi daerah pada tingkat daerah yang
paling dekat dengan masyarakat c.
Tujuan pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan sampai saat ini, yaitu untuk memberdayakan daerah, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat
dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsi-
fungsi pemerintahan, seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI
d. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan, yaitu asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang
e. Penyempurnaan sifatnya menyesuaikan dan menselaraskan dengan perubahan
UUD 1945 f.
Penyempurnaan dimaksudkan untuk melengkapi beberapa ketentuan yang belum cukup diatur
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
g. Penyempurnaan dimaksudkan untuk memberikan tambahan penjelasan.
Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah menjawab keinginan berbagai stakeholders, khususnya pemerintah pusat dan pemerintah
provinsi, di mana menurut undang-undang sebelumnya kedudukan dan kewenangan pemerintah provinsi dinilai sangat terbatas
Pemerintahan daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga
pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara
demokratis. Pemilihan secara demokratis tersebut dengan mengingati bahwa tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang
susunan dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD
tidak memiliki tugas dan wewenang untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam Undang-undang ini dilakukan oleh
rakyat secara langsung. Pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian oronomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efiensi dan efektivitas
penyelenggaran otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antara pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang
memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah menurut undang-undang
ini dimaksudkan otonomi yang dilaksanakan adalah otonomi yang bertanggungjawab dan dijalankan untuk lebih memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip tersebut penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalan masyarakat.
Disamping itu pelaksanaan otonomi daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya artinya mampu menjalin kerjasama
antara daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
ketimpangan antar daerah serta mampu memlihara dan menjaga keutuhan wilayah dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Dari uraian di atas , dapat dikatakan bahwa kebijakan otonomi daerah di Indonesia mengalami pasang surut dan memiliki keterkaitan dengan konfigurasi
politik yang terjadi saat ini. Dalam kesempatan ini dapat digambarkan keterkaitan antara konfigurasi politik, undang-undang otonomi daerah dan hakekat otonomi serta
daerah otonom yang dibentuk, sebagaimana yang dikemukakan oleh Syaukani, Afan Gaffar dan Ryaas Rasyid:
29
29
Adi Suryanto, Pemilu dan Demokrasi Lokal, Op. Cit, hlm 30
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Tabel 3. Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia
No Periodisasi Konfigurasi
Politik UU Otonomi
Hakekat Otonomi
Daerah Otonom
Decentralisatiewet Th. 1903,
Decentralisatiebesluit Th. 1905, dan Locale
Radenordonantie Th. 1905
Sentralisasi Locale Ressort
1 Kolonial Belanda
Imperialisme
Wet op de Bestuurshervormin
Th. 1922, IGO Th. 1906 dan IGOB Th.
1931 Sentralisasi Provincie,
Regentschap, Stadsgemeent dan
Groepmeneenschap pemerintah
kolonial dan kabupaten,
kawedana pemerintah
setempat
2 Kolonial Jepang Imperialisme Osamu Seirei No. 27
Th. 1942 Sentralisasi Syuu,
Ken, Si
UU No 1 Th 1945 Otonomi
Luas Daerah Otonom
3 Perjuangan Kemerdekaan
1945-1949 Demokrasi
UU No. 22 Th 1948 Otonomi
Luas Daerah Otonom
Biasa dan Daerah Otonom Istimewa
4 Pasca Kemerdekaan
1950-1959 Demokrasi
UU No. 1 Th 1957 Otonomi
Luas Daerah Swatantra
dan Daerah Istimewa Daerah
Tk I, II, dan III
5 Demokrasi Terpimpin
1959-1965 Otoritarian Penpres
No. 6
Th. 1959
UU No. 18 Th. 1965 Otonomi
Terbatas Daerah Tk I Prop
dan Kotaraya Daerah Tk II
Kabupaten dan Kotamadya,
Daerah Tk III Kecamatan dan
Kotapraja
6 Orde Baru
1965-1998 Otoritarian
UU No. 5 Th 1974 Sentralisasi
Daerah Tk I dan Daerah Tk II
UU No. 22 Th. 1999 Otonomi
Luas Provinsi,
Kabupaten Kota 7 Pasca Orde
Baru Era Reformasi 1998-
sekarang Demokrasi
UU No. 32 Th 2004 Otonomi
Luas Provinsi,
Kabupaten Kota
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Ketentuan tentang pembentukan daerah dalam undang-undang ini diatur dalam Pasal 4 yang menyatakan pembentukan daerah dapat berupa penggabungan
atau pemekaran daerah dan pembentukan tersebut harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.
8. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008