Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Problema Yuridis Pasca Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

Ketentuan tentang pembentukan daerah dalam Undang-undang ini diatur dalam Pasal 3, dinyatakan bahwa daerah dibentuk dan disusun atas Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II, dan perkembangannya didasarkan pada kondisi politik,ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan nasional. Dalam Pasal 4 disebutkan daerah dibentuk dengan memperhatiakn syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk,luas daerah, pertahanan dan keamanan nasional, dan syarat-syarat lain yang memungkinkan daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik, dan kesatuan Bangsa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab.

6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Era reformasi merupakan titik tolak perubahan kebijakan desentralisasi di Indonesia ke arah yang nyata. Tampaknya reformasi memberikan hikmah yang sangat besar dan nyata kepada daerah-daerah untuk menikmati otonomi daerah yang sesungguhnya. Apabila sebelumnya di era orde baru, daerah-daerah begitu terkekang tidak memiliki kewenangan apa pun dalam melakukan pembangunan daerah, kini di era reformasi melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, daerah memiliki kebebasan dan berprakarsa untuk mengatur daerahnya sendiri. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah memang tidak begitu saja datang dari atas. Tentu membutuhkan Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008. perjuangan yang lama. Kedua Undang-undang tersebut lahir adalah karena daerah menuntut kebebasan dan zaman demokratisasi, adalah sebagai solusi pusat untuk mengatasi disintegrasi yang melanda Indonesia. Undang-undang tersebut meniupkan angin segar pada daerah, karena undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan antara lain untuk lebih menekankan prinsip demokrasi, dan meningkatkan peran serta masyarakat. Adanya kebijakan tersebut diharapkan tuntutan daerah untuk lepas dari Indonesia tidak akan terjadi. Begitu juga mengapa titik beratnya berada pada kabupaten dan kota tidak pada propinsi, karena ketika daerah diberikan otonomi yang seluas-luasnya maka tidak akan terjadi gerakan-gerakan separatis pula. Dengan demikian pemerintah tampak merestui dan menyetujui pemekaran-pemekaran propinsi atau kabupaten dan kota semuanya dalam konteks gerakan separatis. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih menitik beratkan pada kemampuan, keleluasaan, dan kemandirian daerah otonom untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Dalam undang-undang ini, penyerahan kewenangan pemerintahan itu berarti adalah penyerahan keseluruhan aspek kemampuan administratif dan politis yang dibutuhkan oleh daerah otonom untuk menyelenggarakan pengaturan dan pengurusan kepentingan dan aspirasi masyarakat setempat dengan prakarsa sendiri. Hal ini mengandung pemahaman adanya pemberdayaan kemampuan daerah untuk mandiri dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Dengan adanya Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008. keleluasaan untuk mengurus dan mengatur dan dengan kreativitas daerah otonom yang bersangkutan. Pemerintah dengan demikian akan lebih bertindak sebagai fasilitator, penentu kebijakan makro nasional, pemberi pedoman dan pembinaan, serta pengendalian yang lebih bersifat represif tanpa ikut campur dalam mengelola kewenangan yang sudah diserahkan. Terlepas dari alasan yang sesungguhnya dibalik lahirnya Undang-undang tersebut, yang jelas kebijakan otonomi daerah pada era reformasi sungguh mengalami kemajuan, ada beberapa ciri yang menonjol dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ini, yaitu: 25 a. Demokrasi dengan demokratisasi. Ciri ini menyangkut dua hal, yaitu mengenai rekruitmen pejabat politik di daerah dan menyangkut proses legislasi di daerah. Dalam hal ini rekruitmen pejabat politik di daerah menyerahkan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat melalui DPRD dan tidak ada lagi campur tangan pemerintah pusat. Sedangkan mengenai proses legislasi dan regulasi di daerah tidak lagi harus disahkan oleh pemerintah pusat. b. Mendekatkan pemerintah dengan rakyat. Titik berat otonomi ada pada daerah kabupaten atau kota. Ini dilakukan dalam rangka lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. c. Sistem otonomi luas dan nyata, dengan sistem ini pemerintah daerah berwenang melakukan apa saja yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahan kecuali di 25 lili Romli, Op. Cit, hlm 14 Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008. bidang politik luar negeri, mometer dan fiskal, pertahanan dan keamanan, peradilan dan agama. d. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat, dalam Undang-undang ini tidak mengenal daerah tingkat I dan daerah tingkat II serta juga tidak ada hierarki antara propinsi dengan kabupaten dan kota. e. Penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah harus dibiayai dari dana Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara. Dengan demikian Undang-undang Nomor 22 Tahun1999 menyatakan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. 26 Berdasarkan hal tersebut pemberian otonomi kepada daerah pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu kekuatan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut adalah adanya keleluasaan daerah untuk berprakarsa sendiri secara mandiri dalam mengatur dan mengurus kepentingannya, pertama daerah tidak lagi harus menunggu petunjuk pelaksana,petunjuk teknis atau instruksi pusat sebagaimana yang terjadi 26 Affan Gaffar, Kebijakan Otonomi daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan di Masa Mendatang. Dalam wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, Nomor V Tahun 2000 Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008. pada masa orde baru. Kedua dimungkinkan pemberdayaan DPRD dalam relasi kekuasaan dengan Kepala Daerah. Hal ini untuk pengawasan politik dan pembatasan kekuasaan monopolitik yang dipegang Kepala Daerah. Ketiga adanya pera serta putera daerah untuk membangun daerahnya masing-masing. Ketentuan tentang pembentukan daerah dalam undang-undang ini diatur pada Pasal 6, dinyatakan bahwa daerah dapat digabungkan, dimekarkan atau dihapuskan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi dan sosial budaya daerah masing-masing.

7. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004