BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan dirubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, maka telah
dilimpahkannya kewenangan kepada daerah secara nyata, luas dan bertanggungjawab. Hal ini merupakan perwujudan komitmen pemerintah pusat agar
lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.” Dengan adanya kebijakan tentang otonomi daerah, maka daerah akan
mengalami proses pemberdayaan dan mampu membangun kemandirian daerah secara lebih signifikan. Kemampuan, prakarsa dan kreatifitas daerah akan terpacu sehingga
kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai permasalahan daerah akan semakin kuat. Disamping itu merupakan wujud dari adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada
daerah, agar daerah tertantang untuk melakukan inovasi-inovasi kebijakan di daerah, dan sekaligus menemukan solusi-solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
dihadapi daerah”.
1
1
Sutiyoso, Perspektif Daerah terhadap Permasalahan Implementasi dan Solusi Kebijkan Desentralisasi Pemerintahan Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999,
dalam Desentralisasi Pemerintahan NKRI Implementasi dan Revitalisasi, Jakarta:Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, 2003, hlm 113
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Mengingat keberadaan dan untuk menjaga penyelenggaraan tertib pemerintahan yang baik dan efisien, maka kekuasaan negara tentu tidak dapat
dipusatkan dalam satu tangan kekuasaan saja. Oleh sebab itu penyebaran kekuasaan haruslah dijalankan secara efektif untuk mencapai cita-cita dan tujuan akhir negara
sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945. sebagai konsekuensinya maka wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas beberapa daerah, baik
besar maupun kecil. Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan:
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah yang diatur dengan Undang-
undang 2.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dengan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan 3.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum
4. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
5. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat
6. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 7.
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 di atas implementasinya diatur oleh peraturan perundangan-undangan tentang pemerintahan daerah yang mengatur
pemerintahan lokal yang bersifat otonom sebagai pencerminan pelaksanaan asas desentralisasi di bidang pemerintahan. Keberadaan pemerintah lokal yang bersifat
otonom ditandai dengan pemberian wewenang yang sekaligus menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak dan kewajiban untuk mengurus urusan rumah tangga sendiri inilah yang disebut dengan otonomi.
Reformasi sistem pemerintahan daerah merupakan wujud kebijaksaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pada hakekatnya merupakan salah satu komitmen Nasional Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mewujudkan aspirasi gerakan
reformasi total disegala bidang, komitmen reformasi itu terwujud melalui perombakan yang sangat mendasar, sistematik dan holistik menempatkan daerah
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
otonom kabupaten dan kota sebagai pemegang kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab dalam berbagai bidang pemerintahan berdasarkan asas
desentralisasi.
2
Tahun 1999 merupakan tonggak penting dalam pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang ditandai dengan dimulainya pelaksanaan otonomi daerah. Selama
pelaksanaan otonomi daerah tersebut telah terjadi beberapa perubahan dalam tata pemerintahan di berbagai daerah. Pelaksanaan otonomi daerah disambut pemerintah
daerah dengan melakukan pembenahan dalam berbagai aspek kehidupan mulai dari tata kelembagaan pemerintahan, pembenahan dibidang perekonomian,
kemasyarakatan, dan sebagainya. Keberadaan desentralisasi tidak lain adalah untuk mendekatkan
masyarakat, sedemikian rupa sehingga antara masyarakat dan pemerintah dapat tercipta interaksi yang dinamis, baik pada proses pengambilan keputusan maupun
dalam implementasi kebijakan. Dengan mendudukkan desentralisasi seperti ini maka diharapkan akan dapat terwujud decentralitation for democracy desentralisasi untuk
demokrasi
3
Secara implisit tujuan utama yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah meliputi terwujudnya demokratisasi di tingkat lokal, terciptanya efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan ekonomi di
2
Desi Fernanda, Perkembangan otonomi Daerah dalam Perspektif Teori dan Praktek, dalam Jurnal Desentralisasi Volume 3 Nomor 2, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian
Kinerja Otonomi Daerah, 2003, hlm 6
3
Syarif Hidayat, Refleksi Realita Otonomi Daerah dan Tantangan Kedepan, Jakarta : Pustaka Quantum, 2000, hlm 7
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
daerah. Sisi positif pelaksanaan otonomi daerah adalah masyarakat berperan serta dalam perencanaan pembangunan daerah dan untuk mewujudkan good governance
dimana penyelenggaraan otonomi daerah tersebut harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan serta memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah. Dalam mewujudkan suatu kepemerintahan yang baik good governance
UNDP mengemukakan pentingnya keseimbangan dan sinergitas dari berbagai komponen yang meliputi pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Untuk
menciptakan sinergitas dari ketiga pilar good governance tersebut, dibutuhkan prinsip-prinsip yang akan menjembatani dan menjadi dasar terwujudnya sinergitas
tersebut. Dan berbagai ahli telah mengembangkan dan membuat prinsip-prinsip yang secara teknis berbeda namun demikian terdapat beberapa prinsip yang sama,
diantaranya prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh UNDP United Nation
Development Program yang terdiri dari:
4
1. Partisipasi
Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan yaitu: pertama ada rasa sukarela
tanpa paksaan, kedua ada keterlibatan secara emosional, dan ketiga
4
Erna Irawati, Implementasi Pelaksanaan Good Local Governance ditinjau dari sisi ketatalaksanaan: persepsi Pemerintah Daerah, dalam Jurnal Desentralisasi Volume 4 Nomor 3,
Jakarta : Lembaga Administrasi Negara Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah, 2004, hlm 53
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.
2. Berdasar hukum rule of law
Langkah awal penciptan good governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunaknya, perangkat keras maupun sumberdaya
manusia yang menjalankan sistem. 3.
Transparansi Keterbukaan atau transparansi mencakup semua aspek aktivitas yang
menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan penggunaan dana-dana publik sampai pada tahap evaluasi
4. Berdaya Tanggap responsiveness
Upaya peningkatan daya tanggap terutama ditujukan pada sektor publik yang selama ini cenderung tertutup, arogan dan berorientasi pada kekuasaan. Untuk
itu perlu mengetahui kepuasaan publik terhadap pelayanan yang diberikan dengan melakukan survey untuk mengetahui tingkat kepuasaan konsumen
5. Berorientasi pada consensus consensus orientation
Dalam good governance pengambilan keputusan maupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama.
6. Keadilan equity
Setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan, dimana sektor publik perlu memainkan peranan agar
kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan beriringan. 7.
Efektivitas dan Efisiensi Tekanan perlunya efektivitas dan efisiensi terutama ditujukan pada sektor
publik karena sektor ini menjalankan aktivitas secara monopolistik 8.
Akuntabilitas accountability Setiap aktivitas yang berkaitan dengan kepentingan publik perlu
mempertanggungjawabkan kepada publik 9.
Bervisi strategis strategic vision Dalam era yang berkembang secara dinamis, setiap domain dalam good
governance perlu memiliki visi yang strategis . tanpa adanya visi yang jelas maka suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan.
Menurut UNDP, governance atau tata pemerintahan memiliki tiga domain yaitu: pertama negara atau pemerintahan, kedua sektor swasta atau dunia usaha,
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
ketiga masyarakat. Sektor pemerintah lebih banyak memainkan peranan sebagai pembuat kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Sektor swasta lebih banyak
berkecimpung dan menjadi penggerak aktivitas di bidang ekonomi. Sedangkan sektor masyarakat merupakan objek sekaligus subjek dari sektor pemerintah maupun swasta.
Karena di dalam masyarakatlah terjadi interaksi di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Governance yang dijalankan ketiga domain tersebut tidak sekedar
jalan melainkan harus masuk kategori yang baik. Berdasarkan penjelasan sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dibuat perbandingan antara kata goverment
dan governance sebagai berikut:
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Tabel 1. Perbandingan Istilah Government dengan Governance
5
No Unsur perbandingan
Kata Government Kata
Governance 1 Pengertian
Dapat berarti badan lembaga atau fungsi yang dijalankan oleh suatu
organ tertinggi dalam suatu negara
Dapat berarti cara,penggunaan atau pelaksaan
2 Sifat hubungan
Hirarkis, dalam arti yang memerintah berada di atas
sedangkan warga negara yang diperinah ada di bawah
Heterarkhis, dalam arti ada kesetaraan kedudukan dan hanya
berbeda dalam fungsi
3 Komponen yang
terlibat Sebagai subjek hanya ada satu
yaitu institusi pemerintah Ada tiga komponen yang terlibat
yaitu: 1.
sektor publik 2.
sektor swasta 3.
masyarakat 4
Pemegang peranan dominan Sektor pemerintah
Semua memegang peran sesuai dengan fungsinya masing-masing
5 Efek yang diharapkan
Kepatuhan warga negara Partisipasi warga negara
6 Hasil akhir yang diharapkan
Pencapaian tujuan negara melalui kepatuhan warga negara
Pencapaian tujuan negara dan tujuan masyarakat melalui
partisipasi sebagai warga negara maupun sebagai warga masyarakat
Banyak pihak berharap bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang besar kepada kabupaten dan kota sebagaimana yang
diamanatkan oleh undang-undang otonomi daerah akan mampu mendorong percepatan terwujudnya tata pemerintahan yang baik kewenangan besar yang kepada
daerah kabupaten dan kota jika tidak diikuti dengan penguatan peran dan kepastian
5
Sadu wasistiono, Desentralisasi, Demokratisasi dan Pembentukan Good Governance, Jakarta : LIPI Press, 2007, hlm 56
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
lembaga non pemerintah untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan dapat membuat kepentingan publik justru terabaikan.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia secara radikal telah merubah hubungan hirarki yang selama ini terjadi antara berbagai tingkat pemerintahan.
Dalam era pemerintahan yang sentralistik, kewenangan kabupaten dan kota sangat terbatas. Pemerintah kabupaten dan kota sekarang memiliki kewenangan yang besar
untuk merumuskan kebijakan dan program-programnya sesuai dengan keinginan dan aspirasi mereka, diluar bidang pertahanan dan keamanan, moneter, agama,
kehakiman dan hubungan luar negeri. Pemberian kewenangan yang luar biasa besarnya kepada pemerintah kabupaten dan kota tentu membawa potensi yang sangat
positif bagi pembangunan di daerah, termasuk dalam mempercepat terwujudnya pemerintahan yang lebih baik.
Namun perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak serta merta mampu menghasilkan perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat
luas di daerah. Untuk itu diperlukan inisiatif, inovasi dan kreatifitas di dalam menciptakan strategi yang tepat untuk membuat perubahan tersebut.
Konsep otonomi daerah pada hakekatnya mengandung arti adanya kebebasan daerah untuk mengambil keputusan, baik politik maupun administratif,
menurut prakarsa sendiri. Oleh karena itu kemandirian daerah suatu hal yang penting, tidak boleh ada intervensi dari pemerintah pusat. Ketidakmandirian daerah berarti
ketergantungan daerah pada pusat. Dengan demikian hal yang menyertai pelaksanaan
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
otonomi daerah adalah pemekaran wilayah, perubahan yang menyertai pelaksanaan otonomi daerah sangat berpengaruh terhadap kehidupan ditingkat daerah,
diantaranya adalah dengan banyaknya dijumpai semangat-semangat daerah yang ingin memekarkan wilayahnya, karena pada dasarnya daerah ingin menentukan
sendiri kebijakan tentang pengembangan dan pembangunan wilayahnya, walaupun pada akhirnya permasalahan-permasalahan akan segera timbul, diantaranya adalah
infrastruktur yang belum memadai, permasalahan batas wilayah, daerah induk yang tidak memberikan dukungan dana, permasalahan penyerahan asset oleh kabupaten
induk, dan sebagai daerah baru belum mampu menggali sumber pendapatan asli daerah PAD jadi cenderung memungut pajak dan retribusi, dan sebagainya.
Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa dimungkinkan untuk
melakukan pembentukan daerah berdasarkan Undang-undang, pembentukan daerah yang dimaksud dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari
satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, dengan harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.
Pasal 5 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 berturut-turut menyebutkan syarat administratif yang dimaksud untuk
kabupaten kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten kota dan Bupati Walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomenasi
Menteri Dalam Negeri. Syarat teknis adalah meliputi faktor yang menjadi dasar
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
pembentukan daerah yang menjadi pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan,
luas wilayah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun syarat fisik meliputi sedikitnya 5 lima
kecamatan untuk pembentukan kabupaten, untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara merupakan implementasi dari ketentuan
pembentukan daerah pemekaran dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah tersebut. Kabupaten serdang Bedagai adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Deli Serdang. Sejak dimekarkan pada tanggal 7 Januari 2003 dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 hingga saat ini masih banyak hak dan kewajiban Kabupaten
Deli Serdang sebagai Kabupaten Induk sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan Pasal 15 dan Pasal 16 yang belum terlaksana dengan baik sebagaimana mestinya,
diantaranya adalah masalah batas wilayah dengan Kabupaten Deli Serdang, daerah induk yang tidak memberikan dukungan dana yang seharusnya diserahkan,
permasalahan penyerahan asset oleh Kabupaten Induk, dan disamping itu sebagai daerah baru Kabupaten Serdang Bedagai belum mampu menggali sumber pendapatan
asli daerah PAD jadi cenderung memungut pajak dan retribusi, serta infrastruktur yang belum memadai.
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
Ketentuan tentang batas wilayah, penyerahan alokasi dana perimbangan dari kabupaten induk, penyerahan asset, pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 15
dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003, namun dalam pelaksanaan dan prakteknya banyak menemui kendala dan hambatan. Berdasarkan uraian-uraian yang
telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Problema Yuridis Pasca Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai”.
B. Perumusan Masalah