kepada daerah-daerah disamping tetap menjalankan politik dekonsentrasi. Kemudian dalam perkembangan pertumbuhan pemerintahan daerah setelah keluarnya undang-
undang ini yang berjalan begitu cepat dan mendapat tekanan dari pihak Pemerintah Belanda yang ingin menjajah Indonesia kembali, menyebabkan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1945 ini hampir tidak dilaksanakan dalam prakteknya.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948
Menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945, pemerintah bersama Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
BN-KNIP berupaya melahirkan Undang-undang otonomi daerah yang benar-benar didasarkan pada kedaulatan rakyat. Dalam rangka demikian itu kemudian lahirlah
Undang-undang Nomor 22 Tahun1948 tentang Pemerintahan Daerah. Upaya untuk memperbaiki kekurangan tersebut dan agar sesuai dengan harapan rakyat, tampak
terlihat dalam Penjelasan Umum dari Undang-undang ini, yaitu: “Baik Pemerintah maupun Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat merasa akan pentingnya
untuk dengan segera memperbaiki pemerintah daerah yang dapat memenuhi harapan rakyat, ialah pemerintah daerah yang kolegial berdasarkan kekuasaannya”.
18
Satu hal yang prinsip dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 ini adalah memberikan hak otonomi yang seluas-luasnya kepada badan-badan
pemerintah daerah yang tersusun secara demokratis dan terpimpin guna mewujudkan
18
. E. Koswara, Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat, Jakarta : Yayasan Pariba, 2001 hlm 13
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan pemerintah daerah dapat mendukung partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses pengambilan
keputusan. Dalam perkembangannya, ada yang menganggap undang-undang ini
menganut sistem otonomi materil, yaitu pembagian tugas antara pusat dan daerah dirinci secara tegas. Artinya rumah tangga daerah hanya meliputi tugas-tugas yang
ditentukan satu persatu oleh Undang-undang pembentukannya. Di sisi lain ada yang berpendapat bahwa undang-undang ini menganut sistem otonomi formil, yaitu tidak
ada perbedaan sifat antara urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom. Kalaupun ada pembagian tugas antara keduanya, itupun
dilakukan atas pertimbangan rasional dari segi praktisnya. Artinya pembagian tugas itu tidak disebabkan oleh perbedaan sifat materi yang diatur melainkan karena
keyakinan bahwa kepentingan daerah dapat lebih baik dan berhasil jika diselenggarakan oleh daerah itu sendiri dari pada pusat.
19
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 ini berlaku di Indonesia selama kurang lebih 9 sembilan tahun.
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957