penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan pemerintah daerah dapat mendukung partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses pengambilan
keputusan. Dalam perkembangannya, ada yang menganggap undang-undang ini
menganut sistem otonomi materil, yaitu pembagian tugas antara pusat dan daerah dirinci secara tegas. Artinya rumah tangga daerah hanya meliputi tugas-tugas yang
ditentukan satu persatu oleh Undang-undang pembentukannya. Di sisi lain ada yang berpendapat bahwa undang-undang ini menganut sistem otonomi formil, yaitu tidak
ada perbedaan sifat antara urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom. Kalaupun ada pembagian tugas antara keduanya, itupun
dilakukan atas pertimbangan rasional dari segi praktisnya. Artinya pembagian tugas itu tidak disebabkan oleh perbedaan sifat materi yang diatur melainkan karena
keyakinan bahwa kepentingan daerah dapat lebih baik dan berhasil jika diselenggarakan oleh daerah itu sendiri dari pada pusat.
19
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 ini berlaku di Indonesia selama kurang lebih 9 sembilan tahun.
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Pada saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara 1950, pemerintah mengeluarkan Undang-undang
baru tentang pemerintahan daerah, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
19
Nurul Aini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Demkkratisasi Pemerintahan Daerah dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2007, hlm 139
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Adapun dasar pertimbangan untuk mengeluarkan undang-undang ini adalah sebagai berikut:
20
1. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan maka Undang-undang
tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri perlu diperbaharui sesuai dengan bentuk negara kesatuan
2. bahwa pembaruan itu perlu dilakukan dalam suatu undang-undang yang berlaku
untuk seluruh Indonesia. Undang-undang ini secara garis besar mengandung tiga prinsip dasar
desentralisasi, yaitu:
21
a. Di daerah-daerah daerah besar dan kecil, hanya akan ada satu bentuk susunan
pemerintahan, yaitu pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri daerah otonom
b. Daerah-daerah dibentuk menurut susunan derajat dari atas ke bawah sebanyak-
banyaknya tiga tingkat. c.
Kepada daerah-daerah akan diberikan hak otonom yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dengan menganut sistem
otonomi riil Ketika politik berubah, di mana Indonesia tidak lagi menganut Demokrasi
Parlementer tetapi menerapkan Demokrasi Terpimpin melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan kembali berlakunya UUD 1945, otonomi daerah mengalami
20
C.S.T Kansil, Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm 31
21
. E. Koswara, Otonomi Daerah Untuk Demokrasi, Op.Cit, hlm 15
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
kemunduran. Mengapa hal ini sampai terjadi, karena pemerintah mengambil tindakan drastis yaitu dengan merubah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 dan
menggantinya dengan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 dan kemudian disempurnakan melalui Penpres Nomor 5 Tahun 1960.
Dalam Penpres Nomor 6 Tahun 1959 menetapkan prinsip-prinsip pokok, yaitu:
22
a. Penyelenggaraan tugas di bidang pemerintahan umum pusat di daerah dan tugas
di bidang ekonomi daerah diletakkan pada satu tangan yaitu kepala daerah. b.
Kedudukan kepala daerah tidak lagi hanya sebagai alat daerah tetapi sekaligus juga sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
c. Dalam kedudukan seperti ini kepala daerah adalah sebagai pegawai negara tidak
lagi bertanggungjawab kepada DPRD melainkan kepada Presiden. d.
Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif kepala daerah tidak lagi bersifat kolegial melainkan bersifat tunggal.
e. Kepala daerah mempunyai kekuasaan untuk menangguhkan keputusan
pemerintah daerah bawahannya. f.
Menurut Penpres Nomor 5 Tahun 1960, kepala daerah karena jabatannya adalah Ketua DPRD dan bukan anggota.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, menurut beberapa orang dianggap menggunakan perpaduan antara sistem otonomi materil dan formil atau kemudian
dikenal dengan sistem rumah tangga yang riil, yaitu otonomi yang didasarkan pada
22
Ibid, hlm 29-30
Wita Siswani : Problema Yuridis Pemekaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. USU e-Repository © 2008.
keadaan dan faktor-faktor yang nyata, sehingga tercapai harmoni antara tugas dengan kemampuan dan kekuatan baik daerah itu sendiri maupun dengan pemerintah pusat.
Sistem yang sama, yaitu otonomi riil yang seluas-luasnya juga ditemukan dalam Penpres Nomor 6 tahun 1959.
23
Ketentuan Undang-undang ini berlaku di Indonesia selama 2 dua tahun.
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965