Analisa Kandungan Timbal (Pb) pada Minyak Sebelum dan Sesudah Penggorengan yang Digunakan Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan Traffic Light Kota Medan Tahun 2012

(1)

GORENGAN SEKITAR KAWASAN TRAFFIC LIGHT KOTA MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

RAPOTAN HASIBUAN NIM. 081000017

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ANALISA KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA MINYAK SEBELUM DAN SESUDAH PENGGORENGAN YANG DIGUNAKAN PEDAGANG

GORENGAN SEKITAR KAWASAN TRAFFIC LIGHT KOTA MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memeperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RAPOTAN HASIBUAN NIM. 081000017

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

ANALISA KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA MINYAK SEBELUM DAN SESUDAH PENGGORENGAN YANG DIGUNAKAN PEDAGANG

GORENGAN SEKITAR KAWASAN TRAFFIC LIGHT KOTA MEDAN TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : RAPOTAN HASIBUAN

NIM. 081000017

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 03 Agustus 2012 dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH Ir. Evi Naria, M.Kes NIP. 19491119 198701 1 001 NIP. 19680320 199303 2 001

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S, MSi Prof.Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS NIP.19681101 199303 2 005 NIP.19650109 199403 2 002

Medan, Agustus 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Keberadaan pedagang gorengan semakin banyak ditemukan di Kota Medan. Beberapa diantaranya berlokasi di persimpangan jalan raya dekat dengan lampu lalu lintas, dimana beresiko tercemar timbal yang dihasilkan emisi asap kendaraan bermotor. Timbal yang bersifat lipofilik dapat menempel pada minyak goreng. Hal ini dapat mengindikasikan sumber awal pencemaran timbal pada pengolahan gorengan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar timbal pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan lampu lalu lintas, serta untuk mengetahui perilaku pedagang tentang pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kadar timbal (Pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan. Objek penelitian ini adalah 10 sampel minyak yang terdiri dari 5 sampel sebelum dilakukan penggorengan dan 5 sampel sesudah dilakukan penggorengan.

Hasil penelitian menunjukkan, terdapat satu sampel minyak sebelum penggorengan yang tidak memenuhi syarat menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009, sedangkan empat lainnya memenuhi syarat. Untuk sampel minyak sesudah penggorengan, seluruhnya tidak memenuhi syarat. Perilaku pedagang di lima persimpangan ini juga masih belum sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan dalam menghindarkan makanan olahannya dari pencemaran timbal (Pb).

Disarankan kepada para pedagang hendaknya lebih memperhatikan prinsip higiene dan sanitasi makanan, jarak tempat berdagang dari lampu lalu lintas, pelindung/penghalang di sekitar kuali penggorengan, dan pemakaian minyak goreng yang tidak berulang karena dapat membahayakan kesehatan konsumen makanan gorengan. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar dilakukan pembinaan serta pengawasan kepada pelaku usaha dagang gorengan yang semakin banyak ditemukan berjualan di tepi jalan raya.

Kata kunci : Minyak Goreng, Timbal, Pedagang Gorengan, Persimpangan Jalan Raya


(5)

ABSTRACT

The presence of many fried food sellers can be found in the city of Medan. some of which were located at the intersection of the highway near the traffic lights, where it was risk contaminated by lead resulting smoke emission vehicles. Lipophilic of lead could be attached to the cooking oils. It could indicate an initial source of lead contamination in the processing of fried foods.

This study aimed to determine the lead levels in the oil before and after fried process that used fried merchants around the area of traffic lights, also to determine the behaviors of traders about the air pollution due to motor vehicle fumes.

This study was descriptive research, to know the levels of lead (Pb) in the oil before and after fried that used fried merchants caused smoke pollution by motor vehicles around the area of traffic lights in the city of Medan. The object of this study were 10 points oil samples consist of 5 samples before and 5 samples after fried.

The results of the study showed that there was one sample before frying oils that were not eligible under the Regulation of BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 2009, while the other four were eligible. For a sample of oil after fried, all points were not eligible. Behaviors of traders at five intersections also was still not in accordance with the principles of food hygiene and sanitation in food processed to avoid contamination of lead (Pb).

It was recommended to the traders should paid more attention to the principles of food hygiene and sanitation, the distance of the trade from the traffic lights, protective / barrier around the frying pan, and the using of cooking oil that were not repeated because it can harm consumer’s health. To the Medan City Health Department was suggested to coach and supervise the fried food trade that were found sold friend food in the highway intersections.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : RAPOTAN HASIBUAN

Tempat/ tanggal lahir : Ujung Gading Jae, 06 Juni 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 4 orang

Alamat Rumah : Jl. Lintas Riau Desa Trans Pir Unit II, Kecamatan Huta Raja Tinggi Kabupaten Padang Lawas

Riwayat Pendidikan Formal :

1. Tahun 1997-2002 : SDN 148363 Sosa

2. Tahun 2002-2005 : MTsM 09 KH. Ahmad Dahlan Sipirok 3. Tahun 2005-2008 : MAM 05 KH. Ahmad Dahlan Sipirok 4. Tahun 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Riwayat Pendidikan Non Formal :

1. Pelatihan Kader Taruna Melati (PKTM) I IRM Tahun 2006

2. Training Keislaman Dasar (T’KAD) UKMI Ad-Dakwah USU Tahun 2008 3. Training Mahasiswa Muslim (TAMSIL) PHBI FKM USU Tahun 2008 4. Masa Ta’aruf (MASTA) IMM Komisariat USU Tahun 2009


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, dan tidak lupa shalawat beriring salam tidak henti-hentinya kepada baginda Rasulullah SAW. Adapun judul skripsi ini adalah ”Analisa Kandungan Timbal (Pb) pada Minyak Sebelum dan Sesudah Penggorengan yang Digunakan Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan Traffic Light Kota Medan Tahun 2012” yang merupakan hasil karya ilmiah penulis atas ilmu yang diperoleh selama ini. Semoga saja penulisan skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Selama pelaksanaan penelitian penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH dan Ir. Evi Naria, Mkes selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis mulai dari awal sampai selesainya pembuatan skripsi ini.

2. dr. Taufik Ashar, MKM, Ir. Indra Chahaya S, Msi dan Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Penguji yang banyak memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik. 3. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat


(8)

4. Dr. Ir. Erna Mutiara, MKes selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan semangat dan motivasi selama menjalani perkuliahan di FKM USU.

5. Kepada laboratorium Baristand Kota Medan yang telah bersedia memfasilitasi pemeriksaan sampel yang diperlukan pada penelitian ini.

6. Ayahanda dan Ibunda tersayang yang selalu memberikan dukungan, nasihat, semangat dan doa dalam menjalani pendidikan ini. Sembah sujud dan syukur yang tidak terhingga bagimu atas segala kesabaran dan kasih sayang serta telah bersusah payah dalam mendidik, membesarkan dan memberi semangat hidup kepada penulis.

7. Adik kandungku Surya Darma Hsb, Syaripuddin Hsb, Sukri Paramita Hsb dan Mawanul Agus Hsb, terimakasih atas perhatian dan dukungannya kepada penulis selama menjalani pendidikan ini.

8. Teman-teman kuliah Rudi, Wito, Rizky, Vonny, Vittry, Dipo, Ando, Ihsan, Riama serta teman-teman lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi yang selama ini kalian berikan.

9. Buat Adikku Y.H. Manik, terimakasih telah bersama penulis yang dengan ikhlasnya memberikan semangat, dukungan dan perhatian untuk menyelesaikan penelitian ini. Semoga rasa sayang padamu menemui titik halalnya nanti. Amin.

10. Teman-teman satu peminatan KESLING, teman PBL, LKP dan teman satu kampus yang telah memberikan bantuan dan saran.


(9)

11. Teman-teman satu organisasi, IMAKEL, PHBI FKM, IMM, UKMI Ad-Dakwah, terimakasih telah menemani penulis dalam perjuangan membentuk karakter pribadi selama mengenyam perkuliahan di USU.

12. Teman-teman Tsanawiyah dan Aliyah yang dengan rela meluangkan waktu untuk sekedar bertukar pikiran dan berbagi semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini.

13. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Medan, Agustus 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi ... ix

Daftar Lampiran ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum... 6

1.3.2 Tujuan Khusus... 7

1.4 Manfaat ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara ... 8

2.2. Karakteristik dan Sumber Polusi Timbal (Pb) ... 12

2.2.1. Karakteristik Timbal (Pb) ... 12

2.2.2. Sumber Polusi Timbal (Pb) ... 14

2.3. Timbal (Pb) Dalam Makanan ... 16

2.4. Keracunan Logam Timbal (Pb) ... 20

2.4.1. Keracunan Akut ... 23

2.4.2. Keracunan Kronik ... 23

2.5. Pedagang Gorengan... 27

2.6. Minyak Goreng dan Penggorengan ... 27

2.6.1. Minyak Goreng ... 27

2.6.2. Penggorengan ... 30

2.7. Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan Traffic Light ... 31

2.8. Spektrofotometri Serapan Atom ... 33

2.9. Kerangka Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2. Waktu Penelitian ... 36

3.3. Objek Penelitian ... 36

3.4. Mekanisme Pengambilan Sampel ... 36

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5.1. Data Primer ... 37


(11)

3.7. Prosedur Kerja Pemeriksaan Timbal (Pb)... 39

3.7.1. Proses Destruksi Basah Sampel ... 39

3.7.2. Pemeriksaan Dengan Spektrofotomteri Serapan Atom ... 40

3.8. Analisa Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian... 43

4.1.1. Gambaran Kependudukan ... 43

4.1.2. Gambaran Penyakit Terbesar ... 44

4.2. Gambaran Lokasi Pengambilan Sampel ... 44

4.2.1. Simpang Pos Padang Bulan Medan ... 44

4.2.2. Simpang Pinang Baris Selayang Medan ... 45

4.2.3. Persimpangan Terminal Amplas Medan ... 45

4.2.4. Persimpangan Komplek TASBI Medan ... 45

4.2.5. Persimpangan Aksara Medan ... 45

4.3. Hasil Penelitian ... 47

4.3.1. Data Umum Mengenai Penggorengan ... 47

4.3.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 49

4.3.3. Data Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Pedagang ... 51

4.3.3.1. Pengetahuan ... 51

4.3.3.2. Sikap ... 53

4.3.3.3. Tindakan ... 53

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Kadar Timbal (Pb) Pada Minyak Sebelum Penggorengan ... 55

5.2. Kadar Timbal (Pb) Pada Minyak Sesudah Penggorengan ... 56

5.3. Karakteristik Pedagang Gorengan ... 59

5.3.1. Pengetahuan Pedagang ... 60

5.3.2. Sikap Pedagang ... 62

5.3.3. Tindakan Pedagang ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 73

Lampiran 2 Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan ... 76

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 79

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian ... 80

Lampiran 5 Sertifikat Hasil Uji Kandungan Timbal (Pb) Pada Minyak Sebelum dan Sesudah Penggorengan ... 81

Lampiran 6 Master Data Kuesioner ... 101

Lampiran 7 Peta Lokasi Pengambilan Sampel ... 102


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional ... 12 Tabel 2.2. Kandungan Senyawa Timbal (Pb) dalam Gas Buangan Kenda-

raan Bermotor ... 15 Tabel 2.3. Batas Cemaran Logam Timbal (Pb) pada Makanan ... 19 Tabel 2.4. Empat Kategori Timbal (Pb) dalam Darah Orang Dewasa ... 26 Tabel 2.5. Efek Kesehatan Secara Umum yang Timbul Akibat Keterpa-

paran Timbal (Pb)... 27 Tabel 2.6. Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 01-3741-2002 ... 29 Tabel 4.1. Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Kota Medan Tahun 2009 .... 44 Tabel 4.2. Data Umum Lokasi dan Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan

Traffic Light Kota Medan Tahun 2012 ... 46 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pemakaian Minyak

Goreng Sebelum Digunakan ... 47 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kuali yang Diguna-

kan Untuk Menggoreng ... 48 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Banyaknya Aktivitas

Menggoreng yang Dilakukan dalam Sehari ... 48 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Berjualan di

Lokasi Persimpangan ... 49 Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Pada Minyak Sebelum

dan Sesudah Penggorengan serta Persentase Peningkatannya ... 50 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang

Pencemaran Udara dan Kaitannya dengan Penggorengan ... 51 Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Syarat


(14)

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Untuk Menghindarkan Dagangan Gorengannya dari Pencemaran Udara... 53 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Dalam Menjaga


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kinetika perjalanan timbal (Pb) hingga masuk kedalam tubuh

manusia ... 20 Gambar 2.2. Skema metabolisme timbal (Pb) dalam tubuh manusia ... 21 Gambar 2.3. Zona Emisi Timbal (Pb) Dari Asap Kendaraan Bermotor

Kawasan Traffic Light ... 32 Gambar 2.4. Kerangka Konsep... 34


(16)

ABSTRAK

Keberadaan pedagang gorengan semakin banyak ditemukan di Kota Medan. Beberapa diantaranya berlokasi di persimpangan jalan raya dekat dengan lampu lalu lintas, dimana beresiko tercemar timbal yang dihasilkan emisi asap kendaraan bermotor. Timbal yang bersifat lipofilik dapat menempel pada minyak goreng. Hal ini dapat mengindikasikan sumber awal pencemaran timbal pada pengolahan gorengan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar timbal pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan lampu lalu lintas, serta untuk mengetahui perilaku pedagang tentang pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kadar timbal (Pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan. Objek penelitian ini adalah 10 sampel minyak yang terdiri dari 5 sampel sebelum dilakukan penggorengan dan 5 sampel sesudah dilakukan penggorengan.

Hasil penelitian menunjukkan, terdapat satu sampel minyak sebelum penggorengan yang tidak memenuhi syarat menurut Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009, sedangkan empat lainnya memenuhi syarat. Untuk sampel minyak sesudah penggorengan, seluruhnya tidak memenuhi syarat. Perilaku pedagang di lima persimpangan ini juga masih belum sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan dalam menghindarkan makanan olahannya dari pencemaran timbal (Pb).

Disarankan kepada para pedagang hendaknya lebih memperhatikan prinsip higiene dan sanitasi makanan, jarak tempat berdagang dari lampu lalu lintas, pelindung/penghalang di sekitar kuali penggorengan, dan pemakaian minyak goreng yang tidak berulang karena dapat membahayakan kesehatan konsumen makanan gorengan. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan agar dilakukan pembinaan serta pengawasan kepada pelaku usaha dagang gorengan yang semakin banyak ditemukan berjualan di tepi jalan raya.

Kata kunci : Minyak Goreng, Timbal, Pedagang Gorengan, Persimpangan Jalan Raya


(17)

ABSTRACT

The presence of many fried food sellers can be found in the city of Medan. some of which were located at the intersection of the highway near the traffic lights, where it was risk contaminated by lead resulting smoke emission vehicles. Lipophilic of lead could be attached to the cooking oils. It could indicate an initial source of lead contamination in the processing of fried foods.

This study aimed to determine the lead levels in the oil before and after fried process that used fried merchants around the area of traffic lights, also to determine the behaviors of traders about the air pollution due to motor vehicle fumes.

This study was descriptive research, to know the levels of lead (Pb) in the oil before and after fried that used fried merchants caused smoke pollution by motor vehicles around the area of traffic lights in the city of Medan. The object of this study were 10 points oil samples consist of 5 samples before and 5 samples after fried.

The results of the study showed that there was one sample before frying oils that were not eligible under the Regulation of BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 2009, while the other four were eligible. For a sample of oil after fried, all points were not eligible. Behaviors of traders at five intersections also was still not in accordance with the principles of food hygiene and sanitation in food processed to avoid contamination of lead (Pb).

It was recommended to the traders should paid more attention to the principles of food hygiene and sanitation, the distance of the trade from the traffic lights, protective / barrier around the frying pan, and the using of cooking oil that were not repeated because it can harm consumer’s health. To the Medan City Health Department was suggested to coach and supervise the fried food trade that were found sold friend food in the highway intersections.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Udara yang bersih adalah udara yang tidak mengandung uap atau gas dari bahan-bahan kimia beracun (Darmono, 1995). Namun seiring dengan berlanjut dan berkembangnya kegiatan pembangunan yang pada awalnya bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan manusia, terkadang malah menimbulkan pencemaran di sekelilingnya, tidak terkecuali dengan pencemaran udara.

Terpaparnya tubuh oleh polusi udara saat ini merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan, khususnya di jalan raya kota-kota besar. Lalu lintas di Indonesia dalam hal ini kendaraan bermotor, mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan kontribusi pada polusi udara (Pradana, 2011).

Sumber pencemaran udara terbesar berasal dari asap kendaraan bermotor, yakni mencapai 60%-70%. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2011 peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Sumatera Utara mencapai 11,28% atau sebesar 455.855 unit, yakni dari 4.039.127 pada Desember 2010 menjadi 4.494.982 unit hingga November 2011 (Pasaribu, 2011). Dari jumlah itu, penambahan sepeda motor yang paling banyak.

Polres Kota Medan menyebutkan, tercatat sebanyak 2.708.511 unit dan 85,61% di antaranya sepeda motor, yang setiap tahun bertambah sekitar 31,23% (polrestamedan.com, 2011). Padahal, berdasarkan data sensus penduduk tahun 2009 jumlah penduduk di Medan hanya 2.121.053 jiwa (BPS, 2010). Itu artinya, jumlah kendaraan lebih banyak dibanding jumlah penduduk Medan.


(19)

Salah satu polutan dalam asap kendaraan bermotor adalah Timbal (Pb). Timbal (Pb) dicampurkan ke dalam bensin sebagai anti letup atau anti knock aditif dengan kadar sekitar 2,4 gram/gallon. Timbal (Pb) yang digunakan untuk anti knock adalah tetraethyl timbal (C2H5)4. Fungsi penambahan timbal (Pb) adalah dimaksudkan untuk meningkatkan bilangan oktana. Timbal (Pb) adalah bahan yang dapat meracuni lingkungan dan mempunyai dampak pada seluruh sistem di dalam tubuh. Timbal (Pb) dapat masuk ke tubuh melalui inhalasi, makanan dan minuman serta absorbsi melalui kulit (Albalak, 2001).

Penelitian Reffiane, dkk (2011) di Semarang membuktikan bahwa ada kecenderungan dengan semakin padatnya kepadatan kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin maka kadar timbal (Pb) dalam udara juga meningkat karena kandungan timbal (Pb) tersebut bersifat akumulatif, sehingga kecenderungan pengaruh kadar pencemaran Timbal (Pb) terhadap kesehatan juga meningkat.

Posman (2000) dalam Agustina (2010) menyebutkan pencemaran udara dari asap kendaraan bermotor seringkali dituduh sebagai sumber kontaminasi timbal (Pb) dalam makanan, selain kemasan, zat warna tekstil, dan limbah industri. Tuduhan ini bukan tidak ada alasannya. Data yang dikeluarkan Bapedal DKI tahun 1998, kadar timbal (Pb) yang melayang-layang di udara Jakarta rata-rata telah mencapai 0,5 mikrogram per m kubik udara. Untuk kawasan tertentu, seperti terminal bus dan daerah padat lalu lintas, kadar timbal (Pb) bisa mencapai 2-8 mikrogram per meter kubik. Pencemaran ini telah menyebabkan sayuran yang ditanam dekat jalan padat lalu lintas, mengandung timbal (Pb) di atas ambang batas yang ditentukan oleh WHO. Yakni antara 15,5 ppm hingga 29,9 ppm. Padahal WHO memberi ambang batas


(20)

hanya sampai 2 ppm. Demikian pula makanan jajanan di sekitar terminal bus tak terhindarkan lagi dari kontaminasi timbal (Pb). Sedangkan untuk di Kota Medan sendiri pada Februari 2003, hasil pengukuran yang dilakukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Daerah Provinsi Sumatera Utara menunjukkan kadar

timbal di udara ambien (bebas) Kota Medan adalah sebesar 3,5 μg/Nm3

. Penelitian oleh Girsang (2008) di Kota Medan didapat kadar timbal (Pb) di udara Terminal bus Amplas dan Terminal Bus Pinang Baris sebesar > 2 µ g/ m3 pada pos-pos yang padat kendaraan bermotornya dan pada pos-pos yang kurang padat kendaraan bermotornya kadar timbal (Pb) dalam udara adalah < 2 µ g/ m3.

Menurut Environment Protection Agency, sekitar 25% timbal (Pb) tetap berada dalam mesin dan 75% lainnya akan mencemari udara sebagai asap knalpot. Emisi timbal (Pb) dari gas buangan tetap akan menimbulkan pencemaran udara dimanapun kendaraan itu berada, tahapannya adalah sebagai berikut: sebanyak 10% akan mencemari lokasi dalam radius kurang dari 100 m, 5% akan mencemari lokasi dalam radius 20 Km, dan 35% lainnya terbawa atmosfer dalam jarak yang cukup jauh (Surani, 2002).

Makanan pinggir jalan adalah salah contoh makanan yang berisiko tercemar timbal (Pb). Beberapa kalangan, khususnya kalangan yang sangat memperhatikan gizi dari setiap makanan yang dikonsumsi, melihat bahwa makanan pinggir jalan khususnya gorengan, sebenarnya adalah makanan sangat berbahaya bagi kesehatan. Salah satu alasannya adalah faktor kondisi sekitar pedagang gorengan yang menjadi penyebab gorengan menjadi tidak sehat untuk dikonsumsi. Kita bisa bayangkan jika membeli gorengan dari pedagang gorengan yang berjualan tepat di pinggir jalan yang


(21)

banyak dilalui kendaraan. Kita tidak mengetahui berapa banyak kandungan asap kendaraan bermotor yang menempel pada gorengan tadi (Fathurrahman, 2011).

Berdasarkan penelitian Marbun (2009) diperoleh hasil bahwa ada pengaruh lama waktu pajanan terhadap timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Kota Medan. Dimana baru sesaat saja gorengan diangkat dari kuali ternyata sudah mengandung timbal (Pb). Adanya penelitian tersebut memunculkan dugaan kuat bahwa minyak goreng yang digunakan pedagang gorengan juga tidak terlepas dari pajanan timbal (Pb).

Pajanan timbal (Pb) pada minyak goreng juga diduga disebabkan kebiasaan pedagang gorengan yang memakai minyak goreng secara berulang, wadah penggorengan dalam keadaan terbuka serta lokasi penggorengan yang tidak jauh dari jalan raya, belum lagi kebiasaan merokok si pedagang gorengan juga ikut memperburuk cemaran logam pada minyak goreng, karena salah satu sifat dari timbal (Pb) tersebut adalah dapat larut dalam lemak dan minyak. Jika saja memang terbukti bahwa salah satu instrumen pengolahan gorengan, dalam hal ini adalah minyak goreng, telah tercemar timbal (Pb), maka kita bisa pastikan bahwa semua jenis gorengan sejatinya telah tercemar timbal (Pb) yang pada awalnya bersumber dari minyak goreng itu sendiri.

Sifat dari timbal (Pb) itu sendiri merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 3270 C dan titik didih 1.6200 C. Sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal (Pb) mudah larut dalam larutan garam, seperti asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat dan dapat larut dalam minyak dan lemak (Sartono, 2001).


(22)

Keberadaan pedagang makanan jajanan yang berjualan disekitar lampu lalu lintas (traffic light) semakin memperparah cemaran timbal (Pb) pada makanan jajanan yang diolahnya. Beragam jenis kendaraan akan berhenti saat lampu berwarna merah dan hampir keseluruhan kendaraan tersebut tidak mematikan mesin, hal ini mengakibatkan polusi udara oleh asap kendaraan bermotor yang terlokalisasi akan meningkatkan konsentrasi polutan timbal (Pb), yang pada akhirnya memajani makanan jajanan si pedagang tadi, temasuk minyak goreng yang digunakan.

Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian (BSN, 2002). Dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan disebutkan bahwa batas maksimum cemaran timbal (Pb) pada minyak goreng adalah sebesar 0,1 mg/kg.

Dari survei pendahuluan yang dilakukan, terdapat beberapa orang pedagang gorengan berjualan makanan jajanan di persimpangan jalan besar yang merupakan kawasan traffic light. Diantaranya adalah simpang Pos Padang Bulan Medan, simpang Pinang Baris Selayang Medan, persimpangan terminal Amplas Medan, persimpangan Komplek TASBI Medan dan persimpangan Aksara Medan. Pada persimpangan tersebut, lokasi penjualan gorengan hanya berjarak ±1 meter dari tepi jalan raya dan <100 meter dari lampu traffic light.

Persimpangan tersebut termasuk jalur lintas padat dilalui kendaraan bermotor. Di samping itu, banyak konsumen, khususnya anak sekolah, mahasiswa maupun


(23)

pegawai kantoran membeli gorengan di lokasi ini. Melihat keadaan tersebut, muncul dugaan bahwa lalu lintas dan berhentinya kendaraan bermotor disekitar persimpangan tersebut dapat mengakibatkan pencemaran minyak goreng oleh asap kendaraan yang mengandung timbal (Pb), hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengetahui kandungan timbal (Pb) pada minyak sebelum dan susudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan traffic light Kota Medan tahun 2012. 1.2. Rumusan Masalah

Pada kawasan jalan raya, timbal (Pb) dapat mencemari makanan jajanan pinggir jalan. Makanan pinggir jalan tersebut umumnya menggunakan minyak goreng, sehingga diperlukan analisa mengenai kandungan timbal (Pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan traffic light Kota Medan Tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan timbal (Pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan traffic light Kota Medan tahun 2012.


(24)

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar logam timbal (Pb) dalam minyak sebelum penggorengan.

b. Untuk mengetahui kadar logam timbal (Pb) dalam minyak sesudah penggorengan.

c. Untuk mengetahui kadar timbal (Pb) pada minyak goreng tersebut apakah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makananan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009.

d. Untuk mengetahui perilaku pedagang gorengan tentang paparan timbal (Pb). 1.4. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai informasi seberapa aman makanan gorengan yang dijual dipinggir jalan Kota Medan. b. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang kandungan cemaran

timbal (Pb) pada minyak goreng, khususnya cara penentuan kadar timbal (Pb) pada minyak goreng tersebut.

c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya sehingga penelitian ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan dapat bermanfaat.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

Udara yang bersih adalah udara yang tidak mengandung uap atau gas dari bahan-bahan kimia beracun (Darmono, 1995). Senada dengan itu, Wardhana (2001) mengatakan bahwa terjadinya pencemaran udara karena adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang. Bila keadaan tersebut terjadi, maka udara dikatakan telah tercemar.

Sebenarnya udara sendiri cenderung mengalami pencemaran oleh kehidupan dan kegiatan manusia serta proses alam lainnya. Dalam batas-batas tertentu, alam mampu membersihkan udara dengan cara membentuk suatu keseimbangan ekosistem yang disebut removal mechanism. Proses yang terjadi dapat berupa pergerakan udara, hujan, sinar matahari, dan fotosintesis tumbuh-tumbuhan. Pada suatu keadaan ketika pencemaran yang terjadi melebihi kemampuan alam unutk membersihkan dirinya sendiri, pencemaran itu akan membahayakan kesehatan manusia dan memberikan dampak yang luas terhadap fauna, flora dan ekosistem yang ada (Chandra, 2007).

Menurut Chandra (2007), sumber-sumber pencemaran udara dapat dibagi dalam dua kelompok besar, sumber alamiah dan akibat perbuatan manusia seperti berikut:


(26)

1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam. Contoh: kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan lainnya. 2. Sumber pencemaran buatan manusia (berasal dari kegiatan manusia).

Contoh:

a. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor berupa gas CO, CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide dan Pb.

b. Limbah industri: kimia, metalurgi, tambang, pupuk, dan minyak bumi. c. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap,

debu dan sulfurdioksida.

d. Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan limbah reaktor nuklir.

Udara bersih yang kita hirup merupakan gas yang tidak tampak, tidak berbau, tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih sudah sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar yang banyak industrinya dan padat lalu lintasnya. Di Negara-negara industri banyak dijumpai kasus penyakit yang erat kaitannya dengan pencemaran udara dan pencemaran-pencemaran lainnya (Wardhana, 2001).

Jenis polutan pencemar udara dapat dibagi berdasarkan struktur kimia dan penampang partikelnya, seperti berikut:

1. Struktur kimia:

a. Partikel: debu, abu, dan logam, seperti Pb, nikel, kadmium, dan berilium.


(27)

c. Gas organik seperti hidrokarbon, benzene, etilen, asetilen, aldehide, keton, alkohol, dan asam-asam organik.

2. Penampang partikel:

Partikel dalam udara dapat melekat pada saluran pernapasan manusia yang tentunya dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan manusia.

Udara sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, merupakan kebutuhan utama bagi manusia, hewan dan tanaman dalam mempertahankan hidupnya. Polusi udara dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yaitu antara lain oleh industri, alat transportasi, power plant, aktivitas rumah tangga dan perkantoran. Diantara sumber polutan tersebut, kendaraan bermotor merupakan sumber polutan terbesar, dimana pada kota besar 98 % polutan udara berasal dari kendaraan bermotor (Juliantara, 2010).

Menurut Juliantara (2010), faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain:

1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat (eksponensial).

2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada. 3. Pola lalu lintas perkotaan yang berorientasi memusat, akibat terpusatnya

kegiatan-kegiatan perekonomian dan perkantoran di pusat kota.

4. Masalah turunan akibat pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada, misalnya daerah pemukiman penduduk yang semakin menjauhi pusat kota 5. Kesamaan waktu aliran lalu lintas.


(28)

7. Faktor perawatan kendaraan. 8. Jenis bahan bakar yang digunakan. 9. Jenis permukaan jalan.

10.Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimaksuknya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya. Didalamnya dilampirkan Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:


(29)

Tabel 2.1 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional

No. Parameter Waktu

Pengukuran Baku Mutu Metode Analisis Peralatan

1 SO2 1 jam 900 µ g/ Nm3 Pararosanilin Spektophotometer

24 jam 365 µ g/ Nm3

1 thn 60 µg/ Nm3

2 CO 1 jam 30.000 µ g/ Nm3 NIDR NIDR analyzer

24 jam 10.000 µ g/ Nm3

3 NO2 1 jam 400 µ g/ Nm3 Saltzman Spektophotometer

24 jam 150 µ g/ Nm3

1 thn 100 µ g/ Nm3

4 O3 (Oksidan) 1 jam 235 µ g/ Nm3 Chem-lum Spektophotometer

1 thn 50 µg/ Nm3

5 HC 3 jam 160 µ g/ Nm3 Flame Ionization Gas Chromatografi

6 PM 10 24 jam 150 µ g/ Nm3 Gravimetric Hi-Vol

PM 2,5 24 jam 65 µg/ Nm3

1 thn 153 µg/ Nm3

7 TSP (Debu) 24 jam 230 µ g/ Nm3 Gravimetric Hi-Vol

1 thn 90 µg/ Nm3

8 Pb 24 jam 2 µg/ Nm3 Gravimetric

Ekstraksi Pengabuan

Hi-Vol AAS

1 thn 1 µg/ Nm3

9 Dustfall (Debu Jatuh)

30 hari 10 ton/Km2/Bln (Pemukiman) 20 ton/ Km2/Bln (industri)

Gravimetric Cannister

10 Total Florides (as F)

24 jam 3 µ g/ Nm3 Spesific Ion Electrode Impinger atau Conti- nous Analyzer

30 hari 0,5 µg/ Nm3

11 Flor Indeks 30 hari 40/100 cm2

Dari kertas limed filter

Colourimetric Limed Filter Paper

12 Chlorine dan Khlorine Di-oksida

24 jam 150 µ g/ Nm3 Spesific Ion Electrode Impinger atau Conti- nous Analyzer 13 Sulphate

Indeks

30 hari 1 mg SO3/100

Cm2 dari Lead Peroksida

Colourimetric Lead Peroxida Candle

Sumber: Lampiran PP No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 2.2. Karakteristik dan Sumber Polusi Timbal (Pb)

2.2.1. Karakteristik Timbal (Pb)

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel


(30)

Periodik unsur kimia. Timbal mempunyai Nomor Atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar, 2004).

Menurut Palar (2004), logam timbal (Pb) mempunyai sifat-sifat khusus seperti berikut :

(1) Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah. (2) Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, sehingga

logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating.

(3) Mempunyai titik lebur rendah, hanya 327,5 0C dan titik didih 1620 0C. (4) Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam

biasa, kecuali emas dan merkuri.

(5) Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.

Sifat lainnya dari timbal yakni, mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan dan bila dicampur dengan logam lain, akan membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murninya (Darmono, 1995), serta mudah larut dalam larutan garam, misalnya larutan ammonium asetat (Sartono, 2001), dan larut dalam minyak dan lemak.

Timbal (Pb) dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam bismuth (Pb-Bi). Kemampuan berikatan dengan atom N dapat membentuk senyawa azida yang banyak digunakan sebagai detonator. Persenyawaan Pb dengan Cr (chromium), Mo (molybdenum), dan Cl (chlor) digunakan dalam industri cat untuk mendapatkan warna “kuning-chrom”. Dan dalam


(31)

industri kimia, persenyawaan Pb dengan (CH3)4 (tetrametil-Pb) dan (C2H5)4 (tetraetil-Pb) digunakan sebagai aditif ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor (Palar, 2004). 2.2.2. Sumber Polusi Timbal (Pb)

Jumlah timbal (Pb) yang ada di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di benua eropa. Emisi timbal (Pb) masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi timbal (Pb) yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin yang menyebabkan jumlah timbal (Pb) yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi (Anonimous, 2011).

Semakin meningkatnya produksi kendaraan bermotor memperburuk keberadaan timbal (Pb) di udara. Kontribusi asap kendaraan bermotor menyumbang polusi udara sebesar 60%-70%. Di Sumatera Utara, tercatat pada tahun 2011 peningkatan jumlah kendaraan bermotor mencapai 11,28% atau sebesar 455.855 unit, yakni dari 4.039.127 pada Desember 2010 menjadi 4.494.982 unit hingga November 2011 (Pasaribu, 2011). Dari jumlah itu, penambahan sepeda motor yang paling banyak.

Timbal (Pb) dicampurkan ke dalam bensin sebagai anti letup atau anti knock aditif dengan kadar sekitar 2,4 gram/gallon. Timbal (Pb) yang digunakan untuk anti


(32)

knock adalah tetraethyl timbal (C2H5)4. Fungsi penambahan timbal (Pb) adalah dimaksudkan untuk meningkatkan bilangan oktana. Timbal (Pb) adalah bahan yang dapat meracuni lingkungan dan mempunyai dampak pada seluruh sistem di dalam tubuh. Timbal (Pb) dapat masuk ke tubuh melalui inhalasi, makanan dan minuman serta absorbsi melalui kulit (Albalak, 2001).

Bahan aditif yang biasa dimasukkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18% etilendikhlorida, 18% etilendibromida dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan lain. Jumlah senyawa timbal (Pb) yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lain dan tidak terbakar musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah timbal (Pb) yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi (Palar, 2004).

Tabel 2.2. Kandungan Senyawa Timbal (Pb) dalam Gas Buangan Kendaraan Bermotor

Senyawa Pb (%)

O Jam (%)

18 Jam (%)

PbBrCl 32,0 12,0

PbBrCl.2PbO 31,4 1,6

PbCl2 10,7 8,3

Pb(OH)Cl 7,7 7,2

PbBr2 5,5 0,5

PbCl2.2PbO 5,2 5,6

Pb(OH)Br 2,2 0,1

PbOx 2,2 21,2

PbCO3 1,2 13,8

PbBr2.2PbO 1,1 0,1

PbCO3.2PbO 1,0 29,6


(33)

Senyawa tetraemil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Sedangkan dalam udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Tetraetil-Pb, dietil-Tetraetil-Pb dan monoetil-Tetraetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang sangat spesifik seperti bau bawang putih. Sulit larut dalam minyak, semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa timbal (Pb) dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian terhirup pada saat bernapas dan sebagian akan menumpuk dikulit dan atau terserap oleh daun tumbuhan (Anonimous, 2011).

Timbal (Pb) diketahui tidak mempunyai fungsi biologi apapun dalam tubuh manusia. Tidak ada bukti bahwa ada kadar terendah timbal dalam darah yang aman bagi kesehatan. Timbal seperti halnya zat besi dan kalsium diserap dengan cara yang sama di saluran pencernaan. Anak mengabsorbsi timbal (Pb) lebih tinggi, lebih kurang 50% dibandingkan orang dewasa hanya 10%. Tetraethyl lead yang dipakai sebagai pencampur bensin akan dibuang ke udara dan dapat diabsorbsi melalui kulit (Falken, 2003).

2.3. Timbal (Pb) Dalam Makanan

Palar (2004) mengatakan bahwa memang sudah ada beberapa studi yang menyebutkan adanya kontaminasi timbal (Pb) pada makanan olahan dan makanan kaleng serta makanan yang telah diasamkan dapat melarutkan timbal (Pb) dari wadah atau alat-alat pengolahannya. Beberapa studi terbatas juga telah menemukan timbal (Pb) pada daun tumbuhan.


(34)

Makan di pinggir jalan beresiko cukup tinggi untuk menyebabkan penyakit. Banyak wabah penyakit di Indonesia yang tersebar karena kebiasaan masyarakat untuk makan jajanan sembarangan yang berbahaya di pinggir jalan. Di antaranya adalah penyakit terkadang kita kesulitan mencari makan saat di perjalanan atau jika sedang kemalaman. Pilihan yang paling mudah adalah membeli makan di pinggir jalan (Dewi, 2012).

Beberapa kalangan, khususnya kalangan yang sangat memperhatikan gizi dari setiap makanan yang dikonsumsi, melihat bahwa gorengan sebenarnya adalah makanan sangat berbahaya bagi kesehatan. Salah satu alasannya adalah faktor kondisi sekitar pedagang gorengan yang menjadi penyebab gorengan menjadi tidak sehat untuk dikonsumsi. Kita bisa bayangkan jika membeli gorengan dari pedagang gorengan yang berjualan tepat di pinggir jalan yang banyak dilalui kendaraan. Kita tidak tahu sudah berapa banyak kandungan asap kendaraan bermotor yang menempel pada gorengan tadi (Fathurrahman, 2011).

Sudah banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa timbal (Pb) dapat mencemari makanan. Yuliarti (2007) mengatakan kita mesti mewaspadai kandungan timbal (Pb) dalam berbagai jenis jajanan, terutama jajanan pasar seperti kue lapis, naga sari, putus ayu, bolu kukus, kue talam, dadar gulung, dan berbagai jenis sus karena dalam sebuah penelitian ditunjukkan bahwa ternyata kadar timbal (Pb) dalam makanan cukup tinggi, yakni berkisar antara 1,73-4,25 ppm.

Cemaran logam timbal (Pb) ini diduga berasal dari sisa pembakaran atau asap kendaraan bermotor. Jadi, yang jadi permasalahan sebenarnya bukan jenis


(35)

makanannya yang berbahaya, melainkan tercemarnya makanan tersebut oleh timbal (Pb) dari asap kendaraan bermotor (Yuliarti, 2007).

Berdasarkan penelitian Marbun (2010) diperoleh hasil bahwa ada pengaruh lama waktu pajanan terhadap timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Kota Medan. Hasanah (2011) dalam penelitiannya juga menyimpulkan adanya cemaran logam berat produk pangan gorengan berlapis tepung, dimana kadar logam timbal (Pb) melebihi batas maksimum (0,1 mg/kg) pada pemajanan 6 dan 12 rokok, yakni sebesar 0,9233 mg/kg dan 1,1932 mg/kg. Adanya penelitian tersebut memunculkan dugaan kuat bahwa minyak goreng yang digunakan pedagang gorengan juga tidak terlepas dari pajanan timbal (Pb). Karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa pangan gorengan kebanyakan diolah dengan menggunakan minyak goreng.

Pada beberapa kasus belakangan ini terbukti bahwa kemasan pembungkus makanan gorengan juga bisa mengakibatkan cemaran timbal (Pb), terutama kemasan dari koran, majalah dan kertas yang bertinta. Tinta yang mengandung timbal (Pb) dapat dengan mudah berpindah ke dalam makanan akibat kontak dengan panas dan minyak goreng yang ada pada gorengan.

Padahal kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 telah mengeluarkan peraturan mengenai batas maksimum cemaran timbal (Pb) pada makanan.


(36)

Batasan cemaran timbal (Pb) tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.3. Batas Cemaran Logam Timbal (Pb) pada Makanan

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppm atau mg/kg)

1. Susu olahan 0,02

(dihitung terhadap produk siap

konsumsi)

2. Lemak dan minyak nabati 0,1

3. Lemak dan minyak hewani 0,1

4. Mentega 0,1

5. Margarin 0,1

6. Minarin 0,1

7. Buah olahan dan sayur olahan 0,5

8. Pasta tomat 1,0

9. Kembang gula/permen dan cokelat 1,0

10. Serealia dan produk serealia 0,3

11. Tepung terigu 1,0

12. Produk Bakteri 0,5

13. Daging olahan 1,0

14. Ikan olahan 0,3

15. Ikan predator olahan misalnya cucut, tuna, marlin dll 0,4 16. Kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang

Olahan

1,5 17. Udang olahan dan krustasea olahan lainnya 0,5 Sumber : Peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009


(37)

2.4. Keracunan Logam Timbal (Pb)

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam timbal (Pb) dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya timbal (Pb) ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit (Palar, 2004).

Gambar 2.1. Kinetika perjalanan timbal (Pb) hingga masuk kedalam tubuh manusia (Environmental Health Criteria 3 WHO, 1997)

Darmono (1995) mengatakan timbal (Pb) dalam bentuk larutan diabsorpsi sekitar 1-10% melalui dinding penceernaan. Sistem darah porta hepatis (dalam hati) membawa timbal (Pb) tersebut dan dideposisi dan sebagian lagi dibawa darah dan didistribusikan ke dalam jaringan. Timbal (Pb) kemudian diekskresikan melaui urine dan feses.


(38)

Metabolisme timbal (Pb) dalam tubuh manusia dapat dilihat pada skema berikut :

ABSORPSI PENYIMPANAN EKSKRESI

Menurut Frank (1994), logam yang paling perlu diperhatikan dalam pajanannya lewat makanan adalah merkuri, timbal, dan kadmium. NRC Canada dalam Frank (1994) menyebutkan asupan harian timbal lewat medium udara, air dan makanan jumlahnya mencapai masing-masing 15, 20 dan 140 ppm.

Sartono (2001) mengatakan jika mengabsorpsi timbal (Pb) lebih dari 0,5 mg/hari akan terjadi akumulasi yang selanjutnya menyebabkan keracunan. Dosis fatal kira-kira 0,5 g. Batas paparan untuk timbal tetrametil dan timbal tetraetil 0,07 mg/m3. Efek toksik timbal terutama terjadi pada otak dan sistem saraf pusat. Kadar timbal (Pb) dalam otak dan hati dapat mencapai 5 sampai 10 kali dari kadarnya dalam darah.

Saluran nafas atas

Pharynk

Paru-paru

Saluran cerna

Darah Jaringan

lunak

Jaringan tulang

Hati

Kulit Ginjal Usus besar

Urine Tinja Keringat Rambut Kuku

Gambar 2.2. Skema metabolisme timbal (Pb) dalam tubuh manusia (Hemberg S dalam Zens C, 1994, dengan modifikasi)


(39)

Akibat keracunan timbal (Pb) ialah gangguan sistem saraf pusat, saluran cerna dan dapat juga menimbulkan anemia.

Darmono (1995) membagi gejala khas dari keracunan timbal (Pb) menjadi 3 bentuk, yaitu:

1. Gastroenteritis

Ini disebabkan oleh reaksi rangsangan garam Pb pada mukosa saluran pencernaan sehingga menyebabkan pembengkakan, dan gerak kontraksi rumen dan usus terhenti, peristaltic usus menurun sehingga terjadi konstipasi dan kadang-kadang diare.

2. Anemia

Timbal (Pb) terbawa dalam darah dan lebih dari 95% berikatan dengan eritrosit. Ini menyebabkan mudah pecahnya sel darah merah dan berpengaruh terhadap sintesis Hb, sehingga menyebabkan anemia. Anemia ini ditandai dengan anisositosis, polikromasia, jumlah retikulosit naik dan juga sel darah bernukleus. Ditemukannya basofilik stipling merupakan cirri khas keracunan Pb.

3. Encefalopati

Timbal (Pb) menyebabkan kerusakan sel endotel dan kapiler darah di otak. Pada umumnya barrier darah otak sangat mudah dilalui (permeable) oleh air, CO2, dan O2, tetapi sedikit permeabel terhadap elektrolit seperti Na, Cl, dan K, dan tidak dapat dilalui (impermeable) oleh sulfur dan logam berat. Tetapi pada saat sel endotelial rusak, bentuk protein yang berukuran besar dapat lewat dan masuk ke dalam otak. Tekanan osmosis cairan ekstraseluler yang memenuhi otak


(40)

mengakibatkan oedema otak. Kapiler darah otak ini sangat peka terhadap keracunan timbal (Pb), terutama pada hewan muda pada saat otak berkembang dengan cepat. 2.4.1. Keracunan Akut

Keracunan akut dapat terjadi melalui mulut, suntikan senyawa timbal (Pb) yang larut, atau absorpsi melaui kulit yang terjadi dengan cepat. Gejala yang timbul antara lain, terdapat rasa logam, sakit perut, muntah, diare, feses berwarna hitam, oliguria, kolaps, dan koma.

2.4.2. Keracunan Kronik

Keracunan kronik dapat terjadi melalui mulut, absoprsi melalui kulit, dan menghirup partikel timbal (Pb) atau senyawa timbal organik. Gejala yang timbul mula-mula nafsu makan berkurang, berat badan turun, apatis, iritasi, kadang-kadang muntah-muntah, lelah, sakit kepala, badan lemah, rasa logam, garis-garis hitam pada gusi, dan dapat mengakibatkan anemia. Selanjutnya lebih sering muntah-muntah, rasa sakit yang tidak jelas pada kaki, sendi dan perut, gangguan saraf pada kaki dan tangan, kelumpuhan otot kaki dan tangan, dan pada wanita dapat terjadi gangguan siklus haid selain aborsi (Sartono, 2001).

Widowati (2008) menyebutkan bagaimana timbal (Pb) memberikan efek racun terhadap berbagai fungsi organ tubuh. Berikut adalah mekanisme toksisitas timbal (Pb) berdasarkan organ yang dipengaruhinya:

1. Sistem haemopoietik; di mana timbal (Pb) menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.

2. Sistem saraf; di mana timbal (Pb) bisa menimbulkan kerusakan otak dengan gejala, epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium. Kelainan


(41)

fungsi otak terjadi karena timbal (Pb) secara kompetitif menggantikan peran Zn, Cu, dan Fe dalam mengatur fungsi sistem syaraf pusat.

3. Sistem urinaria; di mana timbal (Pb) bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of henle, serta menyebabkan aminosiduria.

4. Sistem Gastro-intestinal; di mana timbal (Pb) menyebabkan kolik dan konstipasi.

5. Sistem kardiovaskuler; di mana timbal (Pb) bisa menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap (Pb). Ibu hamil yang terkontaminasi timbal (Pb) bisa mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria. 7. Sisitem endokrin; di mana timbal (Pb) mengakibatkan gangguan fungsi tiroid

dan fungsi adrenal.

8. Bersifat karsinogenik dalam dosisis tinggi.

Penelitian Albalak et al. (2003) yang di lakukan di Jakarta menemukan bahwa seperempat dari anak-anak sekolah di Jakarta memiliki kandungan timbal dalam darah melampaui batas yang di tetapkan oleh Pusat Pengontrolan dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat yaitu kurang dari 10 ug/dL (batas timbal yang di golongkan tidak beracun). Di kalangan anak-anak, kandungan darah tertinggi lebih dari 10 ug/dL telah di temukan pada anak-anak yang hidup di daerah yang padat dengan lalu lintas. Sementara, anak-anak yang tinggal dekat jalan yang rendah


(42)

kepadatan lalu lintas nya terbukti memiliku kandungan timbal dalam rendah lebih rendah. Vupputuri et al. (2003) menyimpulkan penelitiannya dalam uji multivariat bahwa kadar timbal dalam darah menyebabkan kenaikan tekanan darah pada orang negro, tetapi tidak terjadi pada orang kulit putih.

Erawati (2003) melakukan penelitian terhadap 30 orang polisi lalu lintas yang hanya bertugas dijalan raya. Ditemukan 15 orang (50%) responden yang memiliki kadar Pb dalarn darahnya dengan kategori B (dapat ditoleransi), 14 orang (46,7%) memiliki kadar Pb dengan kategori C (berlebih) ,dan 1 orang (3,3%) yang memiliki kadar Pb dengan kategori D (tingkat bahaya). Penelitian Sri WS (2004) tentang kadar timbal (Pb) dalam darah operator SPBU menyimpulkan bahwa ditinjau dari segi jenis kelamin, umur, masa kerja, dan kebiasaan merokok kadar timbal (Pb) dalam darah para operator SPBU semuanya masih dalam keadaan normal (pria < 25 ug/dl, perempuan < 20 ug/dl), Walaupun masih dalam batas normal, ada 8 orang operator (53.33%) dari 15 responden yang diteliti menyatakan mengalami keluhan seperti sering sakit kepala, sulit tidur, tenggorokan terasa kering, yang merupakan indikasi dari terpaparnya timbal (Pb).

Chahaya (2005) melakukan penelitian di kota Pematang Siantar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dari 96 sampel orang didapati kadar timbal (Pb) dalam spesimen darah tukang becak mesin 8 orang (8,3%) dalam kategori normal, 34 orang (53,4%) dalam kategori ditoleransi, 40 orang (41,7%) dalam kegori berlebih dan 14 orang (14,6%) dalam kategori berbahaya. Kadar timbal (Pb) dalam spesimen darah tukang becak umumnya tinggi. Hal ini berhubungan dengan jarak rumah dengan jalan protokol, masa kerja dan kebiasaan merokok.


(43)

Untuk melakukan evaluasi terhadap keterpaparan oleh logam timbal (Pb) perlu diketahui batas normal dari konsentrasi kandungan timbal (Pb) dalam jaringan-jaringan dan cairan tubuh. Pada manusia dewasa jumlah kandungan atau konsentrasi timbal (Pb) dalam darah tidak sama, sehingga konsentrasi timbal (Pb) dalam darah dapat digolongkan ke dalam 4 kategori, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4. Empat Kategori Timbal (Pb) dalam Darah Orang Dewasa Kategori µg Pb/100 ml Darah Deskripsi

A (normal) <40 Tidak terkena paparan atau tingkat

paparan normal

B (dapat ditoleransi) 40-80 Pertambahan penyerapan dari keadaan terpapar tetapi masih bisa ditoleransi

C (berlebih) 80-120 Kenaikan penyerapan dari

keterpaparan yang banyak dan mulai memperlihatkan tanda keracunan D (tingkat bahaya) >120 Penyerapan mencapai tingkat bahaya

dengan tanda-tanda keracunan ringan sampai berat

Sumber : Palar (2004)

Sedangkan efek masalah kesehatan yang timbul akibat terpapar oleh polusi timbal (Pb) dapat kita lihat pada tabel 2.5 dibawah ini :


(44)

Tabel 2.5. Efek Kesehatan Secara Umum yang Timbul Akibat Keterpaparan Timbal

Tingkat Masalah Kesehatan yang Timbul

Kadar Timbal Darah (µ/dl)

Pengaruh pada Tubuh yang Sudah Terdeteksi Sesuai dengan Kadar Timbal Darah

Gangguan kesehatan yang berbahaya terjadi dengan segera dan bersifat permanen

Kerusakan jaringan otak 110

100 Penurunan berbahaya atas kemampuan darah untuk membawa oksigen 90

80 Bisa timbul gangguan kesehatan

yang lain

70

60 Penurunan produksi darah Dapat timbul kerusakan tapi belum

menunjukkan gejala

50 Kemandulan pada pria 40 Kerusakan jaringan syaraf Timbal mulai mengganggu sistem

tubuh

30 Penurunan pendengaran

20 Peningkatan tekanan darah

10 Pengaruh pada bayi dalam kandungan pada wanita hamil

Kadar rata-rata untuk manusia sehat 3 0 Sumber : Diterjemahkan dari Fewtrell (2003) 2.5 Pedagang Gorengan

Pedagang gorengan adalah profesi usaha atau bisnis yang digeluti oleh orang-orang dengan modal yang relatif kecil dan tidak memerlukan keahlian khusus. Rata-rata pedagang ini tergolong kepada jenis usaha mikro dan kecil (UMKM). Sering juga diberi istilah pedagang sektor informal atau pedagang kaki lima, mungkin karena pedagang ini identik dengan gerobak, tempat jualannya yang kadang sering berpindah-pindah dan rata-rata tidak memiliki legalitas (Tinus, 2011).

2.6. Minyak Goreng dan Penggorengan 2.6.1. Minyak Goreng


(45)

komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian (BSN, 2002)

Sedangkan Wikipedia menyebutkan bahwa minyak goreng adala yang berasal dari dalam goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kacang-kacangan,

Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak ikut masuk ke bagian kerak dan bagian luar (outer zone) bahan pangan. Sehingga jika seseorang mengkonsumsi bahan pangan digoreng, maka dia juga mengkonsumsi sejumlah lemak dan minyak yang terbawa dari kuali penggorengan (Ketaren, 2008).

Salah satu standar mutu yang diterapkan pada minyak goreng adalah cemaran logam. Hal tersebut tergolong penting karena cemaran logam dalam minyak goreng akan terdifusi ke dalam bahan pangan dan mempengaruhi keamanan pangan untuk dikonsumsi. Penelitian Marbun (2010) dalam studinya mengenai kadar timbal (Pb) pada gorengan di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Medan menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal (Pb) gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu 0.4287 mg/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan, salah satunya adalah minyak goreng, serta proses penggorengan dapat mempengaruhi jumlah cemaran logam berat pada gorengan (Hasanah, 2011).


(46)

Baik pada SNI 01-3741-2002 maupun Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan secara bersamaan menyebutkan bahwa batas maksimum cemaran timbal (Pb) pada minyak goreng adalah sebesar 0,1 mg/kg.

Berikut adalah acuan berdasarkan SNI 01-3741-2002 :

Tabel 2.6. Syarat Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 01-3741-2002

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

1. Keadaan

1.1 Bau Normal Normal

1.2 Rasa Normal Normal

1.3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning

2. Kadar air %b/b maks 0.1 maks 0.3

3. Bilangan asam mg KOH/g maks 0.6 maks 2

4. Asam linolenat (C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak

% maks 2 maks 2

5. Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) mg/kg maks 0.1 maks 0.1

5.2 Timah (Sn) mg/kg maks 40.0/250* maks 40.0/250*

5.3 Raksa (Hg) mg/kg maks 0.05 maks 0.05

5.4 Tembaga (Cu) mg/kg maks 0.1 maks 0.1

6. Cemaran Arsen (As) mg/kg maks 0.1 maks 0.1

7. Minyak pelikan** negatif negatif

CATATAN * Dalam kemasan kaleng

CATATAN **Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa disabunkan

Sumber: BSN (2002)

Pemeriksaan kandungan timbal (Pb) pada minyak sebelum penggorengan juga dianggap sangat perlu karena ketidakjelasan sumber minyak yang digunakan. Penelitian Yani (2011) menyimpulkan adanya kandungan logam berat (Pb dan Cu) pada minyak curah dan minyak jelantah sebelum penggorengan, dengan asumsi kuat minyak curah tersebut merupakan minyak oplosan hasil campuran oli bekas serta


(47)

kebiasaan pedagang yang memakai minyak berulang kali. 2.6.2. Penggorengan

Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta banyak diminati. Penggorengan dengan minyak atau lemak banyak dipilih sebagai cara pengolahan karena mampu meningkatkan citarasa dan tekstur bahan pangan yang spesifik, sehingga bahan pangan menjadi kenyal dan renyah (Winarno, 1999).

Menurut Supriyanto et al. (2006), penggorengan merupakan fenomena transpor yang terjadi secara simultan, yaitu transfer panas, transfer massa air, dan transfer (serapan) massa minyak. Saat proses penggorengan dilakukan, terjadi transfer panas dari minyak ke bahan pangan, penguapan massa air, dan penyerapan minyak oleh bahan pangan. Suhu penggorengan yang dianjurkan adalah 177—201oC, atau tergantung jenis bahan yang digoreng (Winarno, 1999).

Adanya perbedaan konsentrasi air dan minyak antara permukaan dan bagian dalam bahan pangan menyebabkan proses transfer massa air dan massa minyak terjadi secara difusi. Proses difusi air dari dalam ke permukaan bahan pangan dan difusi minyak dari permukaan ke dalam bahan pangan berlangsung bersamaan (simultan) dengan proses transfer panas dari permukaan ke dalam bahan pangan. Pinthus dan Sagui (1994) menyatakan bahwa minyak akan masuk ke dalam bahan menempati pori-pori yang ditinggalkan oleh air. Proses difusi minyak akan berlangsung terus sampai akhir penggorengan bahkan pada waktu pendinginan dan pasca penggorengan (Moreira dan Barrufet, 1998).


(48)

(wadah/kuali) yaitu, pemanasan dengan adanya udara, lemak setempat terlalu panas (local over heating of fat), aerasi pada lemak, kontak lemak dengan logam dari ketel (wadah), kontak bahan pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor tersebut, maka pemanasan dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat berpengaruh (Ketaren, 2008). Dengan alasan ini kita bisa menyimpulkan, timbal (Pb) yang ada di udara dapat saja terabsorpsi ke dalam minyak goreng mengingat titik lebur timbal 327,50C, sedangkan suhu yang dianjurkan untuk menggoreng hanya 2010C. Hal tersebut juga tentunya menunjukkan timbal (Pb) tidak ikut menguap saat penggorengan dilakukan.

2.7. Pedagang Gorengan Sekitar Kawasan Traffic Light

Traffic light (lampu lalu lintas) atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan (UU No. 22 tahun 2009). Lampu lalu lintas menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara bergantian dari berbagai arah. Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan dimaksudkan untuk mengatur pergerakan kendaraan pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan agar dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar-arus yang ada. Lampu lalu lintas telah diadopsi di hampir semua kota di dunia ini. Lampu ini menggunakan warna yang diakui secara universal; untuk menandakan berhenti adalah warna merah, hati-hati yang ditandai dengan warna kuning, dan hijau yang berarti dapat berjalan (Wikipedia, 2012).


(49)

Seperti yang kita ketahui sebelumnya, bahwa banyak kendaraan bermotor menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang masih mengandung logam timbal (Pb). Pada kawasan traffic light, kendaraan yang berhenti tanpa mematikan mesinnya akan menimbulkan pencemaran udara yang terlokalisasi disekitar kawasan traffic light sehingga akan terjadi peningkatan konsentrasi timbal (Pb) di udara di sekitar kawasan tersebut. Surani (2002) mengatakan sebanyak 10 % emisi kendaraan bermotor yang mengandung timbal (Pb) dapat tersebar dalam radius <100 m dari sumber pencemaran.

Ket : Lingkaran merah adalah perkiraan zona emisi 10% timbal (Pb) di udara dari asap kendaraan bermotor yang berhenti saat lampu merah di persimpangan, pada radius ≤100 meter (Surani, 2002).

Gambar 2.3. Zona emisi timbal (Pb) dari asap kendaraan bermotor kawasan traffic light

Pencemaran makanan jajanan oleh timbal (Pb) dapat terjadi karena pedagang gorengan biasanya berjualan di lokasi <100 meter dari traffic light . Udara yang sudah mengandung cemaran asap kendaraan bermotor dengan mudah hinggap di makanan dan minyak goreng yang digunakan pedagang. Minyak goreng yang dapat


(50)

menyerap timbal (Pb) merupakan suatu faktor resiko yang dapat mengindikasikan sumber awal dari pencemaran timbal (Pb) pada makanan jajanan.

2.8. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) digunakan untuk analisis logam berat. Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menganalisis zat atau unsur logam berat pada konsentrasi rendah, sehingga sangat tepat digunakan untuk memeriksa timbal (Pb) pada minyak goreng. Prinsip kerja SSA adalah penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengarbsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyak penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu tergantung pada jenis logam (Darmono, 1995).

Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmitan) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorbansi) maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan (Sheet, 2010).


(51)

Gambar 2.4. Kerangka Konsep

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi

syarat Batas maksimum Peraturan Ka. BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011

tahun 2009

Pemeriksaan kadar timbal (Pb) Sebelum

Penggorengan

Sesudah Penggorengan

Kadar Timbal (Pb) pada minyak goreng

Perilaku pedagang (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan) 2.9. Kerangka Konsep

Adapun .kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut:

Minyak goreng


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kadar timbal (Pb) pada minyak sebelum dan sesudah penggorengan yang digunakan pedagang gorengan sekitar kawasan traffic light Kota Medan tahun 2012.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di lima persimpangan jalan di Kota Medan.

Kelima simpang tersebut adalah :

a. Simpang Pos Padang Bulan Medan, selanjutnya disebut (P1) b. Simpang Pinang Baris Selayang Medan, selanjutnya disebut (P2) c. Persimpangan Terminal Amplas Medan, selanjutnya disebut (P3) d. Persimpangan Komplek TASBI Medan, selanjutnya disebut (P4) e. Persimpangan Aksara Medan, selanjutnya disebut (P5)

Adapun alasan pemilihan lokasi pengambilan tersebut adalah:

1. Lokasi tersebut banyak dikunjungi oleh pembeli khususnya anak sekolah dan mahasiswa untuk membeli makanan jajanan jenis gorengan, misalnya gorengan bakwan.

2. Pengolahan makanan jajanan tersebut dilakukan di pinggir jalan dan padat lalu lintas kendaraan bermotor yang jaraknya ±1 meter.


(53)

3. Minyak goreng digunakan dalam waktu yang cukup lama dan kebanyakan tidak menggunakan penutup untuk menghalangai pajanan udara atau asap.

Pemeriksaan kadar timbal (Pb) secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2012. 3.3. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini adalah minyak goreng yang digunakan oleh lima pedagang gorengan pada masing-masing persimpangan. Kelima persimpangan yang telah ditentukan merupakan kawasan traffic light dengan asumsi lokasi penjualan berada pada radius kurang 100 meter dari traffic light.

Pada setiap pedagang diambil dua sampel minyak goreng berdasarkan waktu pemakaiannya, yakni sebelum dan setelah dipakai untuk menggoreng. Sehingga jumlah sampel adalah 10 minyak goreng.

3.4. Mekanisme Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik purposive sampling, dimana satuan sampel yang di pilih berdasarkan pertimbangan tertentu atau sengaja (Notoadmojo, 2005). Pengambilan sampel dilakukan pada saat sebelum minyak dituangkan ke dalam kuali penggorengan dan setelah minyak digunakan pada penggorengan terakhir kalinya.

Pengambilan sampel dilakukan di hari Jum’at dengan alasan pada hari sibuk tersebut banyak terdapat kendaraan bermotor yang melintas keluar masuk Kota Medan menjelang akhir pekan. Sampel (sebelum dan sesudah penggorengan) yang


(54)

didapat adalah minyak yang digunakan di satu hari yang sama. Sampel minyak sebelum penggorengan diambil pada saat pedagang mulai berdagang atau sesaat sebelum minyak dituangkan ke dalam kuali penggorengan. Sedangkan sampel minyak sesudah penggorengan diambil setelah pedagang menggunakan minyak tersebut pada penggorengan terakhir kalinya. Sampel ini selanjutnya akan dibawa ke Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan untuk diperiksa baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan hasil pemeriksan sampel di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan terhadap kadar timbal (Pb) pada minyak goreng. Pemeriksaan Laboratorium dengan menggunakan metode Spektropometri Serapan Atom (SSA) dilakukan untuk mengetahui kadar timbal (Pb) secara kuantitatif dan kualitatif.

Sebelum diperiksa dengan SSA, sampel minyak harus didestruksi terlebih dahulu. Adapun beberapa larutan yang dapat digunakan adalah asam nitrat pekat, asam sulfat pekat.

3.6. Definisi Operasional

1. Pedagang gorengan adalah pedagang yang mengolah dan menjajakan gorengannya di lima persimpangan jalan, yakni simpang Pos Padang Bulan Medan, simpang Pinang Baris Selayang Medan, persimpangan Terminal Amplas, persimpangan Komplek TASBI Medan dan persimpangan Aksara Medan.


(55)

2. Minyak goreng adalah minyak yang dipakai pedagang untuk menggoreng berbagai jenis makanan jajanan.

3. Sebelum penggorengan adalah sesaat sebelum minyak dituangkan ke dalam kuali penggorengan.

4. Setelah penggorengan adalah minyak goreng yang telah dipakai pedagang untuk penggorengan terakhir kali.

5. Pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada minyak goreng adalah pemeriksaan di laboratorium dengan metode Spektropometri Serapan Atom (SSA) untuk mengetahui kadar timbal (Pb) pada minyak goreng.

6. Kadar timbal (Pb) pada minyak goreng adalah banyaknya timbal (Pb) yang ditemukan pada sampel melalui pemeriksaan laboratorium dalam satuan ppm. 7. Perilaku pedagang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang yang

berhubungan dengan pencemaran makanan jajanan oleh asap kendaraan bermotor.

8. Batas Maksimum adalah Batas maksimum yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan

9. Memenuhi syarat adalah jika kadar timbal (Pb) dalam minyak goreng berada di bawah Batas maksimum yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan yaitu 0,1 ppm.


(56)

10.Tidak memenuhi syarat adalah jika kadar timbal (Pb) dalam minyak goreng berada di atas Batas maksimum yang ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan yaitu 0,1 ppm.

3.7. Prosedur Kerja Pemeriksaan Timbal (Pb) 3.7.1. Proses Destruksi Basah Sampel

Sebelum diperiksa dengan Spektrofotometri Serapan Atom, sampel didestruksi terlebih dahulu. Metode yang digunakan adalah destruksi basah dengan menggunakan asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat. Proses destruksi bertujuan untuk menghilangkan, merombak dan memutuskan ikatan-ikatan senyawa organik yang terdapat dalam sampel sehingga yang tinggal hanya senyawa anorganik saja. Metoda destruksi basah ini digunakan karena pengerjaannya lebih sederhana, oksidasi kontinyu dan cepat dan unsur-unsur yang diperoleh mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan metoda analisa tertentu (Raimon, 1992; Lisawati, 1985; Dikutip dari Scientia - Jurnal Farmasi dan Kesehatan, 2011).

Adapun prosedur destruksi sebagai berikut :

- Sebanyak 1 gram sampel dimasukan ke dalam labu kjeldahl, - Ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat dan dikocok,

- Kemudian ditambahkan 5 ml asam nitrat pekat dan beberapa buah batu didih, dikocok hingga bercampur, diamkan selama 30 menit.

- Kemudian dipanaskan perlahan-lahan sampai semua sampel larut dan mendidih hingga asam nitro kuning keluar sebanyak mungkin.


(57)

- Dilanjutkan dengan penambahan asam nitrat pekat 1 – 2 ml dan dipanaskan hingga seluruh bahan organik terbakar, dipanaskan hingga asap putih dari sulfat timbul, didinginkan, diencerkan hingga volume 50 ml.

- Sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 2 ml di diencerkan hingga 25 ml dengan aquadest.

- Kemudian dilakukan pengukuran emisi nyala sampel dengan fotometer nyala, dimana sebelumnya alat yang digunakan dikalibrasi dengan deretan standar. 3.7.2. Pemeriksaan Dengan Spektrofotometri Serapan Atom

Prosedur kerja pemeriksaan timbal (Pb) dengan AAS ini berdasarkan American Society of Testing and Materials (ASTM) part 31 (water) D-3919, yaitu: I. ALAT-ALAT

- AAS - Oven

- Analytical Balance - Hotplate

- Beaker glass 200 ml - Corong

- Labu ukur 100 ml - Washing bottle

- Sieve ( ayakan ) 100 mesh - Cawan porselen

- Whatman Filter paper No. 42 / 44 II. PEREAKSI


(58)

- Aqua regia ( HCl : HNO3 = 3 : 1 ) - HCl encer ( 1+ 9 )

- Demin water ( air bebas mineral ) III. PROSEDUR KERJA

- Sampel dipanaskan didalam oven pada suhu 105oC sampai diperkirakan hilang kadar airnya.

- Lakukan penggerusan dan diayak memakai ayakan 100 mesh. - Timbang teliti ±1 gram kedalam cawan porselen

- Tambahkan 25 ml Aqua regia dan panaskan dengan hotplate (jaga jangan memercik) hingga tinggal sepertiganya.

- Tambahkan lagi 25 ml, lanjutkan pemanasan hingga larutan tinggal sepertiganya.

- Tambahkan 10 ml HCl encer dan dinginkan sampai suhu kamar. - Saring kedalam Labu ukur 100 ml dengan kertas saring no. 42 atau 44. - Paskan dengan air bebas mineral sampai tanda batas

- Dengan menggunakan 5 standar seri Pb ( 0, 0.5 1.0, 1.5, 2.0 ppm ), lakukan kalibrasi alat AAS

- Ukur absorbansi dengan alat AAS pada panjang gelombang 217.0 IV. PERHITUNGAN

Cara perhitungan dapat diketahui berdasarkan American Society of Testing and Materials (ASTM) part 31 (water) D-3919, yaitu:

��

(

���

) =

A × F × 100 1000⁄

W × 103

× 10


(59)

=

A × F ×100 W Dimana :

A = Absorbansi sampel W = berat sampel ( gr ) F = Faktor kalibrasi alat AAS

3.8. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran kadar timbal (Pb) pada minyak goreng diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk distribusi, kemudian dijelaskan secara deskriptif kondisi dan perilaku pada masing-masing pedagang yang berhubungan dengan tinggi rendahnya kadar timbal (Pb). Selain itu, data tersebut selanjutnya dibandingkan dengan batas maksimum cemaran timbal (Pb) dalam peraturan Kepala BPOM RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 yaitu sebesar 0,1 ppm.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara yang secara geografis, baik utara, selatan, timur dan barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Kota ini terletak pada 30,27' - 30,47' Lintang Utara dan 980,35' - 980,44' Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (265,10 Km2) atau sama dengan 3,6% dari total luas Provinsi Sumatera Utara.

Kota Medan memiliki kepadatan lalu lintas terpadat ketiga setelah Jakarta dan Surabaya. Hal ini tidak bisa dipungkiri mengingat jumlah kendaraan bermotor lebih banyak di banding jumlah penduduk kota Medan tahun 2010, dan diprediksi masih terus berlanjut hingga beberapa tahun kedepan. Kemacetan lalu lintas di kota ini merupakan suatu pemandangan yang biasa ditemukan dan menjadi salah satu sorotan penting dalam kebijakan pemerintah kota setempat. Kemacetan yang terjadi sebagian besar terdapat pada persimpangan jalan raya utama dimana banyak kendaraan keluar masuk kota.

4.1.1. Gambaran Kependudukan

Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa yang terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata 8.001/km². Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kandungan timbal (Pb) pada minyak goreng beserta pembahasannya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada minyak sebelum penggorengan adalah 0.3091 ppm dan terendah adalah 0.0876 ppm. Ini berarti minyak goreng curah terdeteksi mengandung timbal (Pb), sehingga perlu dipertimbangkan penggunaannya untuk menggoreng.

2. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada minyak sesudah penggorengan adalah 0.7881 ppm dan terendah adalah 0.3859 ppm. Ini berarti pemakaian minyak untuk menggoreng di kawasan traffic light dapat meningkatkan kadar timbal (Pb) hingga melebihi batas maksimum.

3. Kandungan timbal (Pb) pada minyak sebelum penggorengan memenuhi syarat, kecuali pada pedagang yang berjualan di persimpangan. Sedangkan kandungan timbal (Pb) pada minyak sesudah penggorengan seluruhnya tidak memenuhi syarat.

4. Masih ditemukannya perilaku pedagang, baik pengetahuan, sikap dan tindakan, yang belum sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan. Disamping itu, masih minimnya pengetahuan pedagang tentang paparan timbal (Pb) dari emisi asap kendaraan bermotor.


(2)

6.2. Saran

1. Kepada para pedagang hendaknya lebih memperhatikan prinsip higiene dan sanitasi makanan, jarak tempat berdagang dari kepadatan lalu lintas sekitar traffic light, pelindung/penghalang di sekitar kuali penggorengan, dan pemakaian minyak goreng yang tidak berulang.

2. Kepada konsumen agar lebih hati-hati dan selektif membeli makanan jajanan, misalnya berusaha tidak membeli gorengan dari pedagang yang berjualan dekat dengan lampu lalu lintas. Jika sekiranya tetap ingin mengkonsumsi gorengan, paling tidak membelinya dari pedagang yang berjualan tidak di lokasi sekitar lampu lalu lintas.

3. Kepada pemerintah setempat, dalam hal ini dinas terkait semisal Dinas Kesehatan dan BPOM agar memberi penyuluhan dan mengawasi pelaku usaha dagang gorengan yang semakin banyak ditemukan berjualan di tepi jalan raya.

4. Kepada media informasi, baik cetak maupun elektronik, untuk meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai makanan jajanan sehat kepada masyarakat umum, khususnya pencemaran akibat timbal (Pb) ini.

5. Kepada peneliti selanjutnya, agar dilakukan penelitian bagaimana menemukan cara yang sehat dan ideal untuk berdagang gorengan, beserta pemecahan masalah faktor resiko berdagang di tepi jalan raya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2011. Analisis Logam Pb di Udara. Artikel. Diakses Tanggal 11 Maret 2012. Agustina, T. 2010. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya

Pada Kesehatan. TEKNUBUGA Volume 2 No.2 April 2010. UNNES, Semarang.

Albalak, R. 2001. Pemaparan Timbal dan Anemia pada Anak-Anak di Jakarta. Makalah. Diakses tanggal 01 Maret 2012.

American Society of Testing and Materials (ASTM), part 31 (water) D-3919

Antari, A.A Raka J., I Ketut Sundra. 2007. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) Pada Tanaman Peneduh Jalan di Kota Denpasar. Jurnal, Fakultas MIPA. Universitas Udayana. Bali.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan. 2010. Medan Dalam Angka Tahun 2010. Medan.

Badan Standardisasi Nasional [BSN]. 2002. SNI 01-3741-2002 Minyak Goreng. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Chahaya, Dharma and Simanullang. 2005. Kadar Timbal (Pb) dalam Spesimen Darah Tukang Becak Mesin di Kota Pematang Siantar dan Beberapa Faktor yang Berhubungan. USU e-Journals. Diakses tanggal 06 Mei 2012. http://repository. usu.ac.id/handle/ 123456789/15585

Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.

Connel, Des W., Gregory J. Miller., 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Dewi, I. K., 2012. Tips Memilih Makanan yang Sehat di Pinggir Jalan. Artikel. Diakses tanggal 23 Februari 2012.


(4)

Erawati, S., 2003. Pemeriksaan Kadar Timah Hitam (Pb) dalam Specimen Darah Polisi Lalu Lintas Dalam Rangka Pengusulan Kebijakan Kesehatan di Poltabes Medan 2003. Thesis Program Magister Kesehatan Kerja, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Falken, M. dan Erik Z,. 2003. Lead Toxicology, Minesota Department of Health. Fathurrahman. 2011. Jajan Gorengan Sehat yuk..!!. Artikel. Diakses tanggal 23

Februari 2012.

Fewtrell,L., Kaufmann,R. dan Ustun,A.P., (2003). Lead, Environmental Burden of Disease Series, No.2. WHO Protection of the Human Environment. Genewa Frank. C.Lu, 1994. Toksikologi Dasar. Edisi Kedua. Genewa.

Girsang, E. 2008. Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambien dengan Timbal Dalam Darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan. Tesis Paca Sarjana. Universitas Sumatera Utara

Hasan, W,. 2010. Pencegahan Keracunan Timbal Kronis Pada Pekerja Dewasa Dengan Suplemen Kalsium Dalam Upaya Pengembangan Kebijakan Di Bidang Kesehatan. Disertasi Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.

Hasanah, U., 2011. Kajian Model Pemajanan Asap Rokok Terhadap Kadar Logam Berat Produk Pangan Gorengan Berlapis Tepung. Skripsi, Institut Pertanian Bogor.

Juliantara, K., 2010. Polutan Pencemaran Udara (Pb). Artikel Kompasiana. Diakses tanggal 08 Mei 2012.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Marbun N.B. 2010. Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Makanan Jajanan Berdasarkan Lama Waktu Pajanan yang Dijual di Pinggir Jalan Pasar I Padang Bulan Medan Tahun 2009. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Moreira, B., 1998. A New Approach To Describe Oil Adsorption In Fried Foods : A Simulation Study. Journal of Food Engineering, 35:1-22.


(5)

Notoadmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Rineka Cipta. Jakarta. ., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Pasaribu, B,. 2011. Jumlah Kendaraan Bermotor di Sumut Naik 11,28%. Artikel.

Diakses tanggal 01 Maret 2012. http://www.medanbisnisdaily.com /news/read/2011/12/14/71342/jumlah_kendaraan_bermotor_di_sumut_naik_112 8persen/#.T09choFCF-J

Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 Tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Pradana, A,. 2011. Kontribusi Polusi Udara Terhadap Kesehatan. Artikel. Diakses tanggal 01 Maret 2012. http://info-kesehatan-kita.blogspot.com /2011/12/ kontribusi-polusi-udara-terhadap.html

Reffiane, F,. Mohammad N.A, Budi S,. 2011. Dampak Kandungan Timbal (Pb) Dalam Udara Terhadap Kecerdasan Anak Sekolah Dasar. Universitas Diponegoro. Semarang. Diakses tanggal 08 Mei 2012. http://malihpeddas. blogspot.com/2012/02/dampak-kandungan-timbal-pb-dalam-udara.html

Sartono. 2001. Racun & Keracunan. Widya Mestika. Jakarta.

Scientia : Jurnal Farmasi dan Kesehatan. 2011. Volume 1 No. 2, Agustus 2011. ISSN : 2087-5045. Penerbit Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI). Yayasan Perintis. Padang

Sheet, J., 2010. ”Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrument”. Polsri. Palembang

Sri WS. 2004. Tinjauan Pengukuran Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Operator SPBU CO¬CO No. 11.210.101. PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran I Medan Tahun 2004. USU e-Journals. Diakses tanggal 06 Mei 2012.


(6)

Tinus, M., 2011. Jajanan Gorengan di Pinggir Jalan. Artikel. Diakses tanggal 23 Februari 2012.

UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.

Widowati, W,. A. Sastiono, R. Jusuf. 2008. Efek Toksik Logam. Andi Offset. Yogyakarta.

Wikipedia. 2012. Lampu Lalu Lintas. Diakses tanggal 30 April 2012.

. 2012. Minyak Goreng. Diakses tanggal 18 maret 2012.

Winarno, FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB, Bogor.

World Health Organization (WHO). 1997. Environmental Health Criteria No. 3 : Lead. Geneva

Yani, SY,. 2011. Pengaruh Proses Penggorengan Terhadap Kandungan Logam Pb

dan Cu Pada Minyak Yang Dipakai Berulang Kali. Skripsi. Universitas

Andalas, Padang.

Yulianti, E., 2005. Pengaruh Lama Waktu Pajanan Terhadap Timbal (Pb) Pada Makanan Jajanan Yang Dijual Di Depan Java Supermall Peterongan Semarang. Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Yuliarti, N., 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Andi Offset. Yogyakarta.

Zenz C,. 1994. Occupational MedicineThird Edition. Departement Of Enviroumental Health University Of Cincinati Medical Center Cincinati. Ohio.