bulan, persimpangan pinang baris, persimpangan terminal amplas, persimpangan komplek TASBI dan persimpangan aksara tidak lebih dari 50 meter dari traffic light.
Sementara menurut Surani 2002, sebanyak 10 emisi kendaraan bermotor yang mengandung timbal Pb dapat tersebar dalam radius 100 meter dari sumber
pencemaran. Ini berarti kelima pedagang di atas berada pada zona resiko cemaran timbal Pb tersebut.
Para pedagang gorengan menggunakan minyak goreng curah yang biasa ditemukan di pasar-pasar tradisional, grosir dan agen-agen minyak. Hasil
laboratorium menunjukkan adanya kadar timbal Pb pada minyak goreng curah tersebut pada saat sebelum penggorengan, walaupun memang masih di bawah batas
maksimum 0.1 ppm. Kadar tertinggi di atas batas maksimum pada minyak sebelum penggorengan terdapat pada P3, yakni pedagang gorengan yang berjualan di
persimpangan terminal Amplas Medan, adapun faktor utama yang menyebabkannya adalah karena pedagang tersebut telah menggunakan minyak tersebut lebih dari dua
hari yang lalu. Faktor lain adalah karena menggunakan jenis wajankuali berbahan aluminium. Penelitian Yani 2011 menyimpulkan bahwa kandungan timbal Pb
pada gorengan dapat bersumber dari kuali penggorengan berbahan aluminium, karena proses coating kuali ini biasanya digunakan timbal Pb.
5.3.1. Pengetahuan Pedagang
Hasil kuesioner menunjukkan seluruh pedagang memiliki anggapan bahwa pencemaran udara adalah banyak asap, debu dan asap kendaraan bermotor, namun
terdapat sebagian pedagang yang menyebutkan lokasi berdagang hanya pada daerah yang bebas debu saja karena tidak mengetahui bahwa asap kendaraan bermotor dapat
Universitas Sumatera Utara
menempel pada minyak goreng yang sedang digunakan di kuali penggorengan. Menurut Wardhana 2001, terjadinya pencemaran udara karena adanya bahan-bahan
atau zat-zat asing di dalam udara, dimana timbal Pb adalah salah satu partikel polutan pencemar.
Logam timbal Pb yang terbawa dari emisi asap kendaraan bermotor bersifat lipofilik mudah berikatan dengan lemak Sartono, 2001, sehingga dapat meresap ke
dalam minyak goreng. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, lokasi berdagang gorengan yang berada di sekitar persimpangan jalan raya merupakan salah satu faktor
resiko tercemar oleh timbal. Hal ini dikarenakan banyaknya volume kendaraan bermotor mengeluarkan emisi asapnya. Pasaribu 2012 mengatakan, asap kendaraan
bermotor menyumbang polusi udara sebesar 60-70. Sehingga pada prinsipnya, baik pedagang maupun dagangan gorengannya sebenarnya berada pada kawasan
resiko terpapar asap yang mengandung timbal Pb setiap harinya. Diantara pedagang juga masih ada yang tidak mengetahui bahwa minyak
goreng yang terkandung dalam gorengan dapat ikut termakan. Saat ditanya, mereka memiliki alasan bahwa gorengan yang sudah diangkat dari kuali ditiris terlebih
dahulu sampai kering sebelum diletakkan di steling. Walaupun terlihat tidak mengkonsumsi minyak secara langsung, Ketaren 2008 menyebutkan bahwa
sebagian minyak akan meresap memasuki daerah outer zone pada makanan yang digoreng. Pada saat penggorengan berlangsung, minyak yang sudah berikatan dengan
timbal Pb tadi akan ikut meresap ke dalam pangan gorengan. Hal inilah yang menjadi alasan kuat untuk menjawab penelitian Marbun 2010 yang menyimpulkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa sesaat saja makanan gorengan diangkat dari kuali ternyata sudah mengandung timbal Pb.
Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Kaitannya dengan pengetahuan pedagang adalah sejauh mana para pedagang mengetahui ataupun memperoleh informasi mengenai pencemaran udara oleh timbal
Pb dari emisi asap kendaraan bermotor. Kurangnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan, karenanya menurut Green 1980 yang dikutip
dari Notoatmodjo 2003 bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya perilaku.
5.3.2. Sikap Pedagang