BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program
Pembangunan Nasional. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, meningkatkan pemberantasan
penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan dasar dan rujukan, menanggulangi Kekurangan Energi Kronis KEK, dan menanggulangi anemia gizi
besi pada wanita usia subur dan pada masa kehamilan, melahirkan dan nifas Bappenas, 2007.
Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi selama masa kehamilan sampai dengan 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa
memperhatikan lama dan tempat kehamilan yang disebabkan atau dipicu oleh kehamilannya atau penanganan kehamilannya, tetapi bukan karena kecelakaan
Prawirohardjo, 2009. Jumlah kematian ibu saat melahirkan mencapai 40.000 orang per bulan di dunia, dan sepanjang tahun 2008 angka tesebut telah turun sebesar 10
menjadi 36.000 kematian setiap bulannya. anonim, 2008. Menurut World Health Organization WHO, Angka Kematian Ibu AKI di Asia Tenggara menyumbang
hampir sepertiga jumlah kematian ibu global. Sebanyak 98 dari seluruh kematian ibu di Asia Tenggara terjadi di India, Bangladesh, Indonesia, Nepal, dan Myanmar
anonim, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Rencana Strategis Renstra Departemen Kesehatan 2005-2009 disebutkan bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia salah satu diantaranya
ditinjau dari AKI dan Angka Kematian Bayi AKB. Dalam Renstra Tersebut target AKI pada tahun 2009 adalah 226 per seratus ribu kelahiran hidup dan AKB 26 per
seribu kelahiran hidup. Depkes, 2005. Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2007, AKI di Indonesia sebesar 228 per seratus ribu
kelahiran hidup dan AKB sebesar 34 per seribu kelahiran hidup. Data tersebut menunjukkan bahwa upaya penurunan AKI di Indonesia sudah hampir tercapai
namun untuk AKB masih belum memuaskan BPS, 2008. Badan Pusat Statistik memprediksikan AKB tahun 2012 akan turun menjadi 23 per seribu kelahiran hidup
BPS, 2005. Menurut laporan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN
tahun 2008, AKI saat melahirkan di Provinsi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan rata-rata AKI Nasional. AKI di Sumatera Utara mencapai 320 per
seratus ribu kelahiran hidup. Penyebabnya antara lain karena banyak ibu yang hamil di bawah usia 20 tahun dan di atas 40 tahun, serta banyak ibu yang melahirkan lebih
dari tujuh kali. Risiko kematian ibu menjadi tinggi ketika melahirkan bayi lebih dari tiga kali anonim, 2008.
Kesehatan ibu dan bayi pada saat melahirkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penolong persalinan. Data penolong persalinan dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator kesehatan terutama dalam hubungannya dengan tingkat kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan secara umum BPS, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Renstra Depkes 2005-2009 bahwa derajat kesehatan masyarakat Indonesia selain ditinjau dari AKI, juga ditinjau dari AKB. Salah satu faktor yang
memengaruhi AKB adalah tenaga penolong persalinan. Meskipun banyak ibu hamil yang pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga medis, namun masih banyak
persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis, khususnya yang terjadi di perdesaan. Untuk dapat menekan AKB dan AKI perlu digerakkan upaya Gerakan Sayang Ibu
GSI, Safe Motherhood, dan penempatan bidan di desa-desa. Dengan demikian diharapkan angka penolong persalinan oleh tenaga medis dapat ditingkatkan BPS,
2006. Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar
kehamilan dan persalinannya dapat dilalui dengan sehat dan aman, serta menghasilkan bayi yang sehat. Di Indonesia, upaya Safe Motherhood diterjemahkan
sebagai upaya kesejahteraankeselamatan ibu. Istilah ‘kesejahteraan ibu’, menunjukkan ruang lingkup yang lebih luas, meliputi hal-hal diluar kesehatan,
sedangkan ‘keselamatan ibu’ berorientasi khusus pada aspek kesehatan. Safe Motherhood memiliki empat pilar utama yaitu: keluarga berencana, pelayanan
antenatal, persalinan bersihaman, dan pelayanan obstetrik esensial. Keempat intervensi strategik ini harus disediakan melalui pelayanan kesehatan primer yang
bertumpu pada fondasi keadilan equity bagi seluruh kaum perempuan. Kematian ibu sangat dipengaruhi oleh status gizi, pendidikan, sosial ekonomi, penanganan gawat
darurat obstetrik, keluarga berencana dan penolong persalinan. Safe Motherhood merupakan upaya global untuk mencegahmenurunkan
kematian ibu dengan slogan Making Pregnancy Safer MPS. Dalam pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
Safe Motherhood terdapat 3 pesan kunci dalam MPS yaitu: 1 setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, 2 setiap komplikasi obstetrik dan neonatal
mendapat penanganan adekuat, dan 3 setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran. Empat strategi utama dalam MPS yaitu: 1 meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas, 2
membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya, 3 mendorong pemberdayaan perempuan dan juga keluarga
melalui peningkatan pengetahuan, 4 mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehtan ibu dan bayi baru lahir
Prawirohardjo, 2009. Desa Siaga Desa Siap Antar Jaga juga merupakan program pemerintah yang
dilakukan sejak tahun 2006 untuk melaksanakan salah satu dari strategi MPS yaitu memberdayakan dan melibatkan aktif peran serta perempuan, suami dan masyarakat
oleh pemerintah. Dalam pelayanan kesehatan ibu hamil pada program desa siaga, terdapat empat kegiatan utama, yaitu : 1 notifikasi ibu hamil, 2 tabungan ibu
bersalinTabulin, dana social ibu bersalinDasolin, 3 transportasi, 4 ketersediaan donor darah Prawirohardjo, 2009.
Data statistik menunjukkan bahwa secara nasional dukun beranak ternyata masih menjadi pilihan kedua setelah bidan. Berdasarkan hasil pengolahan data Survei
Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS dari tahun 2000-2005, penolong persalinan yang dilakukan oleh dukun mencapai 26,28 BPS, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, sebagian besar penolong persalinan bayi adalah oleh bidan 58 dan dukun 25,31. Menurut tipe daerah, penolong persalinan yang
terbanyak di perkotaan maupun di pedesaan juga sama yaitu oleh bidan, masing- masing 65,81 dan 52,22 BPS, 2008.
Peranan dukun sebagai penolong persalinan sangat dominan dibeberapa provinsi, seperti di Maluku Utara 57,32, Maluku 55,62, dan di Sulawesi Barat
50,46. Di sisi lain, persalinan yang ditolong oleh tenaga dokter masih relatif sedikit. Daerah yang memiliki angka penolong persalinan yang ditolong oleh tenaga
dokter yang tergolong cukup tinggi adalah DKI Jakarta 32,68, Kepulauan Riau 32,48, dan Daerah Istimewa Yogyakarta 32,22 BPS, 2008.
Sarana pelayanan kesehatan untuk ibu hamil telah tersedia dengan sistem rujukan berjenjang dengan mata rantai rujukan mulai dari posyandu, polindes,
puskesmas, hingga ke rumah sakit kabupaten. Pada tiap-tiap jenjang tersebut dilengkapi dengan adanya bidan di desa, bidandokter di Puskesmas, dokter spesialis
obstetrik dan ginekologi serta dokter spesialis anak pada rumah sakit dengan alat-alat yang cukup canggih, namun pemanfaatan sarana tersebut masih rendah. Terdapat 60-
80 ibu bersalin belum menggunakan sarana pelayanan kesehatan disebabkan merasa tidak membutuhkan, jarak yang jauh dengan kesulitan transportasi, biaya
mahal yang harus ditanggung oleh keluarga, dan kepercayaan terhadap dukun yang masih sangat tinggi Rochjati, 2003.
Menurut Manalu 2007 terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seorang ibu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, khususnya penolong persalinan.
Faktor tersebut adalah pendidikan dan pendapatan. Semakin tinggi pendidikan
Universitas Sumatera Utara
keluarga maka semakin tinggi pula kesadaran untuk mencari pelayanan kesehatan. Demikian pula halnya dengan tingkat pendapatan. Pola pencarian pelayanan
kesehatan lebih tinggi pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Menurut Mariani 2007, alasan terbanyak memilih dukun sebagai penolong
persalinan adalah jarak yang dekat dengan rumah, sedangkan alasan memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan adalah pelayanan yang memuaskan. Dalam
penelitiannya variabel yang berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan adalah pendidikan suami.
Kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan bagi individu maupun keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut teori Anderson dan Newman
tentang pola pemanfaatan pelayanan kesehatan, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi, diantaranya faktor demografi, struktur sosial, kepercayaan, kondisi
keluarga, dan kondisi masyarakat. Hal-hal yang terkait dengan faktor-faktor utama tersebut adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan pekerjaan
Notoatmodjo, 2003. Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003, perilaku dipengaruhi
oleh 3 tiga faktor yaitu: faktor predisposing atau faktor pemudah mencakup pengetahuan, sikap, tradisi, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya, faktor enabling atau faktor pendukung mencakup ketersediaan sarana atau fasilitas kesehatan dan faktor reinforcing atau faktor pendorong mencakup
perilaku dari petugas kesehatan dan tokoh masyarakat. Berdasarkan data laporan PWS-KIA Pemantauan Wilayah Setempat
Kesehatan Ibu dan Anak Pukesmas Butar, cakupan penolong persalinan oleh tenaga
Universitas Sumatera Utara
kesehatan tahun 2006 sebesar 60,2, pada tahun 2007 sebesar 56, pada tahun 2008 sebesar 49,2 dan pada tahun 2009 penolong persalinan oleh tenaga kesehatan
sebesar 61,9. Persentase cakupan penolong persalinan ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan untuk penolong persalinan di wilayah kerja
Puskesmas Butar Kecamatan Pagaran masih rendah jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam Renstra Depkes 2005-2009 dan Indikator Indonesia Sehat
2010 yaitu sebesar 90. Kondisi tersebut menumbuhkan keinginan penulis untuk menganalisa
pengaruh faktor predisposisi meliputi: umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga dan paritas, faktor pendukung meliputi: ketersediaan serta
jarak sarana kesehatan dan faktor pendorong keterpaparan informasipenyuluhan dari petugas kesehatan, dukungan keluargakerabat dan pemeriksaan kehamilan
terhadap tindakan ibu dalam memanfaatkan penolong persalinan. Dengan menganalisis karakteristik ibu tersebut diharapkan cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan bisa ditingkatkan dalam upaya meningkatkan kualitas manusia sebagai bagian dari upaya membangun manusia Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah