85
2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis.
Kegiatan bioremediasi yang dilakukan oleh CPI dilakukan berdasarkan ketentuan pada PP No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun jo. PP No. 85
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 18 Tahun 1999. Sedangkan untuk tata cara pelaksanaan bioremediasi dilaksanakan berdasarkan ketentuan pada KepMenLH No. 128 Tahun
2003. Namun proyek tersebut masuk dalam biaya operasional cost recovery yang menjadi tanggung
jawab perusahaan dan negara, dalam hal ini Chevron dan SKK Migas.
H. KriminalisasiPemidanaan Perjanjian Production Sharing
1. Karakterisitik Hukum Pidana sebagai ultimatum remedium
Kalimat ultimatum remedium pertama kali diucapkan oleh Menteri Kehakiman Belanda pada tahun 1988. Maksudnya, hanya perbuatan-perbuatan beratlah yang harus ditanggulangi oleh
hukum pidana.
113
Hukum Pidana merupakan hukum publik. Dengan kedudukan demikian kepentingan yang hendak dilindungi oleh hukum pidana adalah kepentingan umum, sehingga
kedudukan negara dengan alat penegak hukumnya menjadi dominan. hukum pidana memiliki sanksi istimewa karena sifatnya yang keras yang melebihi sanksi di bidang hukum lain, berdiri
sendiri, dan kadangkala menciptakan kaidah baru yang sifat dan tujuannya berbeda dengan kaidah hukum yang telah ada. sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau
paling keras dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi dalam berbagai bidang hukum yang lain, idealnya fungsionalisasi hukum pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya akhir ultimatum
remedium . penggunaan hukum pidana dalam praktik penegakan hukum seharusnya dilakukan
113
Supriadi. Hukum Lingkungan di Indonesia Sebuah Pengaantar. Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm 308.
Universitas Sumatera Utara
86
setelah berbagai bidang hukum yang lain itu untuk mengkondisikan masyarakat agar kembali kepada sikap tunduk dan patuh terhadap hukum, dinilai tidak efektif lagi.
Fungsi hukum pidana yang demikian dalam teori seringkali disebut sebagai fungsi subsidaritas. artinya, penggunaan hukum pidana itu haruslah dilakukan secara hati-hati dan
penuh dengan berbagai pertimbangan secara kompherensif. sebab selain sanksi hukum pidana yang bersifat keras, juga karena dampak penggunaan hukum pidana yang dapat melahirkan
penalisasi maupun stigmatisasi yang cenderung negatif dan berkepanjangan
114
. Secara kompherensif Muladi dan Barda Nawawi mengurai makna penggunaan hukum
pidana sebagai senjata pamungkas, yaitu sebagai berikut
115
: a.
jangan menggunakan hukum pidana dengan secara emosional untuk melakukan pembalasan semata.
b. hukum pidana hendaknya jangan digunakan untuk memidana perbautan yang tidak jelas
korban dan kerugiannya. c.
hukum pidana jangan pula dipakai hanya untuk satu tujuan yang pada dasarnya dapat dicapai dengan cara lain yang sama efektifnya dengan penggunaan hukum pidana
tersebut. d.
jangan menggunakan hukum pidana apabila hasil sampingan by product yang ditimbulkan lebih merugikan dibanding dengan perbuatan yang akan dkriminalisasi.
e. jangan pula menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh masyarakat secara
kuat,dan kemudian janganlah menggunakan hukum pidana apabila penggunaannya diperkirakan tidak efektif unforceable.
114
Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2011 hlm 22
115
Ibid
Universitas Sumatera Utara
87
f. penggunaan hukum pidana juga hendaknya harus menjaga keserasian antara moralis
komunal, moralis kelembagaan dan moralis sipil, serta memperhatikan pula korban kejahatan.
g. dalam ha-hal tertentu, hukum pidana harus mempertimbangkan secara khusus skala
prioritas kepentingan peraturan. h.
penggunaan hukum pidana sebagai sarana represif harus didayagunakansecara serentak dengan sarang pencegahan yang bersifat non penal prevention without punishment.
Berdasarkan penjelasan tersebut, sesungguhnya penggunaan hukum pidana bukan merupakan satu-satunya cara menanggulangi kejahatan yang terjadi dalam masyarakat, lebih-lebih
penggunaan hukum pidana sebagai senjata pamungkas ultimum remidium di dalam menanggulangi kejahatan
116
. Namun apabila hukum pidana dipilih sebagai sarana penanggulangan kejahatan, maka harus dibuat secara terencana dan sistematis. ini berarti
memilih dan menetapkan hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan harus memperhitungkan faktor yang dapat mendukung berfungsi dan bekerjanya hukum pidana dalam
kenyataannya.
117
2. Sanksi dalam hukum pidana dan hukum Pertambangan
Pemidanaan erat kaitannya dengan sanksi. Sanksi dalam hukum pidana disebut hukuman. dalam hukum perdata, sanksi diartikan tindakan atau hukuman untuk memaksa orang untuk
menaati kontrak, sedangkan pengertian sanksi secara internasional dapat dilihat pada pengertian sanksi yang dijatuhkan kepada negara. sanksi sebgaai hukuman, yakni siksa yang dikenakan
kepada orang atau subjek hukum yang melanggar undang-undang atau putusan yang dijatuhkan
116
Ibid
117
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, , 1996 hlm.37.
Universitas Sumatera Utara
88
oleh hakim. Andi Hamzah mengatakan bahwa : “istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin
dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit, yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana
118
” Pidana artinya kejahatan atau kriminal. kejahatan, yaitu :
1. perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah
disahkan oleh hukum tertulis hukum pidana 2.
perbuatan yang jahat 3.
sifat yang jahat. Sanksi pidana di bidang pertambangan merupakan: “hukuman yang dijatuhkan kepada orang dan atau badan usaha yang melanggar undang-undang di bidang
pertambangan”. Bidang pertambangan yaitu penelitian, pengelolaan, pengusahaan minyak dan gas bumi: penyelidikan umum, eksplorasi hingga kegiatan pascatambang
119
. Beberapa sanksi dalam hukum Pidana ialah pidana pokok dan pidana tambahan. pidana
pokok terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Pidana tambahan yaitu pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang
tertentu. ada empat jenis tindak pidana di bidang pertambangan: pidana penjara, pidana denda, pidana pemberatan, pidana tambahan
120
. 3 . Pemidanaan dalam Kontrak Production Sharing
Kontrak yang adalah hukum perdata yang dalam hal ini Kontrak Production Sharing maka yang menjadi arah penyelesaian dalam sebuah sengketa atau pelanggraran Kontrak adalah
118
Ibid
119
Salim HS, Op.cit hlm. 316.
120
Ibid. hlm 291, 293-294
Universitas Sumatera Utara
89
penyelesaian dengan jalur hukum perdata juga. Apabila dalam persengketaan atau pelanggaran perjanjian tersebut tidak dapat menyelesaikan persoalan antara para pihak, maka Hukum Pidana
dapat dipergunakan sebagai jalur alternatif penyelesaian perkara tersebut. Hal ini tercermin dalam fungsi Hukum Pidana dalam asas ultimatum remedium bahwa Hukum Pidana sebagai
jalan akhir dalam sebuah penyelesaian pelanggaran Kontrakwanprestasi. Hal ini juga dinyatakan dalam Pasal 23 dan Pasal 28 UU No 23 tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Pengelolaan lingkungan Hidup bahwa Undang –undang ini juga memberikan peluang terhadap penyelesaian sengketa atau pelanggaran kewajiban para pihak dengan cara
perdatapenyelesaian sengketa alternatif sebelum masuk ke ranah hukum pidana seperti dalam kasus PT Newmonth Nusa Tenggara.
Pada dasarnya sesuai pembahasan Wanprestasi dan penyelesaiannya dalam Kontrak Production Sharing
maka perselisihanpelanggaran yang terjadi di antara salah satu Pihak maka diselesaikan secara konsultasi dan arbitrase dan sebagai jalur akhir ialah dengan membawanya ke
Kamar Dagang Internasional International Chamber of Commerce ICCkamar Dagang International di Paris. Maka sebenarnya tidak ada peluang untuk membawa persoalan Kontrak
kepada Hukum Pidana. Selain karena Kontrak adalah hukum perdata juga karena telah ada kesepakatan dalam Kontrak Production Sharing mengenai bentuk penyelesaian jika terjadi
pelanggaran atau tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, yakni seperti yang telah diuraikan tadi dalam bagian “Wanprestasi dan penyelesaiaannya dalam Kontrak Production Sharing”
121
. Dapat disimpulkan, adapun tolak ukur suatu pelanggaran Kontrak dapat dipidanakan ialah:
121
Salim HS, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
90
1. Bila ketentuan Hukum Perdata tidak dapat menyelesaikan perkara tersebut. Dengan
kategori bahwa dalam perjanjian telah menetapkan cara-cara penyelesaian sengketa baik dengan penyelesaian sengketa administrative, perdata dan alternatif.
2. Adanya dimensi kerugian Negara yang ditimbulkan dari pelanggaran Kontrak tersebut
yang sudah secara nyata terjadi. 3.
Adanya perbuatan pidana yang dilakukan korporasi atau pihak tertentu. 4.
Ditentukan lain dalam perjanjian dalam hal penyelesaian perjanjian. Hukum Pidana yang dimaksud ialah campur tangan lembaga peradilan dalam
perjanjianKontrak. apa yang telah diperjanjikan para pihak yang dituangkan di dalam Kontrak tidak lagi menjadi undang-undang bagi namun mengikuti hukum publik. pihak yang dirugikan
ialah investor asing sebagai Kontraktor negara. hukum pidana yang dijatuhkan ialah berupa pidana penjara, pidana kurungan, pidana ganti rugi, dll. adapun Kontrak memiliki cara
penyelesaian tersendiri berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat para pihak. Pemidanaan yang ada hendaknya merupakan pilihan terakhir dalam penyelesaian kasus termasuk kasus Kontrak
Ini menegaskan kembali bahwa dalam Kontrak Production Sharing sebagai kontrak yang dipilih para pihak dalam usaha pertambangan migas, maka hukum pidana harus tetap menjadi
pilihan yang terakhir dalam penyelesaian sengketa setelah penyelesaian secara perdata maupun secara administratif. Penerapan asas ultimatum remedium ini hanya dapat dikenakan apabila
sanksi adminstratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali
122
. Penerapan pidana sebagai yang terakhir juga dinyatakan dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan pertambangan erat
122
Syahrul Machmud, Problematika Penerapan Delik Formil dalam perspektif penegakan Hukum Pidana Lingkungan di Indonesia
. Bandung: Mandar Maju, 2012, hlm 145.
Universitas Sumatera Utara
91
kaitannya dengan lingkungan hidup, maka setiap sengketa dalam mengenai lingkungan hidup dilakukan berdasarkan undang-undang yang ada.
Universitas Sumatera Utara
92
BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA PT