104
1,73 sehingga proses bioremediasi dapat dilakukan di wilayah tersebut, karena tidak adanya batasan minimum dari TPH awal melainkan hanya ada batas maksimum yaitu sebesar 15.
Dengan demikian, bila melihat pada kedua peraturan yang mendasari pelaksanaan bioremediasi yang dilakukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia, bioremediasi dapat dilakukan
oleh pihak ketiga yang dalam hal ini adalah PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya, dengan ketentuan PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumi Gita Jaya sebagai kontraktor pengolah limbah B3 yaitu peraturan
pelaksana bioremediasi, wajib memiliki izin operasi yang dikeluarkan oleh Kepala Instansi terkait. Yang mana instansi yang bertanggung jawab adalah di bidang pengendalian dampak
lingkungan hidup. Meskipun demikian, PP No. 18 Tahun 1999 jo. PP No. 85 Tahun 1999 tidak menjelaskan adanya kewajiban pihak pengolah untuk memiliki izin atau sertifikasi sebagai pihak
pelaksana bioremediasi, yang ada hanya izin operasi serta apabila kegiatan pengolahan terintegrasi dengan kegiatan pokok wajib memperolah izin operasi alat pengolahan limbah B3
yang juga dikeluarkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab. Sejauh ini, pelaksanaan bioremediasi ini disetujui dan diawasi oleh BP Migas SKK Migas dan Kementerian
Lingkungan Hidup. Kontraktor sebagai operator di lapangan.
C. Dimensi Kerugian Negara Dalam Perkara Bioremediasi
a. Analisis Pengertian Kerugian Negara
Istilah kerugian Negara selalu erat hubungannya dengan masalah penyelewengan keuangan negara, sehingga tidak heran jika berkembang asumsi di masyarakat, bahwa setiap ada
Universitas Sumatera Utara
105
kerugian negara pasti ada perbuatan korupsi. Tetapi pernyataan tersebut tidak selamanya benar karena timbulnya kerugian negara dalam konsep teori dapat disebabkan oleh pelbagai bentuk
perbuatan, antara lain: karena perbuatan pidana, karena perbuatan perdata, dan karena perbuatan adminstratif
135
. Secara gramatikal, kerugian berasal dari kata “rugi” yang berarti tidak mendapatkan laba
atau untung. atau bisa juga diartikan sebagai berkurangnya kekayaan yang dimiliki. Secara umum kerugian dapat diuraikan dalam beberapa indikator:
1. kehilanganberkurangnya kekayaan atau sejumlah uang
2. penurunana nilai suatu barang
3. kehilangan berkurangnya penerimaan
4. kelebihan pembayaran
5. kehilangan berkurangnya kemanfaatan
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan BPK, Kerugian negara adalah berkurangnya kekayaan negara disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukumkelalaian seseorang danatau
disebabkan suatu keadaan diluar dugaan dan diluar kemampuan manusia
136
. Bentuk kerugian negara selalu berkaitan dengan keuangan dan perekonomian negara
sehingga dalam beberapa perumusan tindak pidana korupsi, kerugian negara disebutkan secara bergandengan antara “kerugian keuangan negara” dan “kerugian perekonomian negara”.
Sementara itu, Dalam UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, keuangan negara adalah
seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul
karena:
135
D.Y.Witanto, Dimensi Kerugian negara dalam hubungan kontraktual Suatu tinjauan terhadap Proyek Pengadaan Barangjasa instansi pemerintah
. Bandung: Mandar Maju, 2012, hlm 30.
136
Badan Pemeriksa Keuangan RI, Petunjuk Pelaksanaan tuntutan Perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi, Jakarta, Sekretariat Jenderal BPK RI, 1983, hlm. 30-34
Universitas Sumatera Utara
106
a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara,
baik di tingkat pusat maupun di daearah. b.
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban badan usaha milik negarabadan usaha milik daerah, yayasan badan hukum dan perusahaan yang menyertakan
modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Persoalan kerugian negara tidak hanya sebatas pada kepentingan untuk menghitung jumlah kekayaan negara yang keluar tanpa imbal prestasi yang seimbang atau sekedar
menentukan selisih nilai pembayaran yang tidak mengandung kemanfaatan bagi negara, namun lebih dari itu, kerumitan menyangkut persoalan kerugian negara betumpu pada penentuan
wilayah domain dari suatu perbuatan yang menjadi sebab timbulnya kerugian tersebut. Titik singgung dari tiga aspek hukum yang menyelimuti kerugian negara kerap menjadi perdebatan
dikalangan praktisi maupun akademisi menyangkut kompetensi penyelesaian hukum dalam proses recovery, namun yang memprihatinkan adalah ketika ada upaya-upaya tertentu untuk
menggiring asumsi publik bahwa dalam setiap kerugian negara selalu mengandung perbuatan korupsi.
137
Sering terlupakan bahwa kergian negara juga bisa timbul karena hubungan kontraktual. Ketika negara menjadi pihak dalam suatu perjanjian, seperti pada proyek pengadaan barangjasa
137
D. Y. Witanto, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
107
di lingkungan pemerintah, maka negara juga memiliki hak dan risiko yang sama dengan pelaku perjanjian pada umumnya. Pada saat hak dan kewajiban kontrak tidak terlaksana dengan
sempurna, maka akan muncul resiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak, tidak terkecuali juga bagi negara, karena hukum kontrak menempatkan posisi para pihak dalam
kedudukan yang seimbang
138
.
b. Mengenai Cost Recovery dalam Industri Hulu Migas
Cost Recovery merupakan biaya operasi yang dimintakan penggantiannya yang terdiri atas
biaya eksplorasi, biaya produksi termasuk penyusutan, dan biaya administrasi termasuk interest recovery
. perbedaan pendapatan penjualan lifting dengan cost recoverable merupakan Equity to be Split
ETBS yang dibagi antara Pemerintah dengan perusahaan migas berdasarkan kontrak perjanjian PSC
139
. pada hakikatnya, biaya operasi ditanggung oleh Pemerintah. Kontraktor membayar trelebih dahulu menalangi nilai pengeluaran untuk biaya operasi
tersebut. Hasil produksi bersih merupakan selisih antara hasil penjualan produksi migas lifting dengan biaya pokok atau biaya operasi.
Kontrak bagi hasil beda dengan kontrak karya konsesi di bidang pertambangan lainnya. Perbedaannya terletak pada manajemennya. Pada kontrak karya, manajemen berada di tangan
kontraktor, yang penting membayar pajak. Sistem audit disini hanya post audit. Pada KPS, manajemen ada di tangan pemerintah. Setiap kali kontraktor ingin mengembangkan lapangan,
mereka harus menyerahkan Plan of Development POD, Work program and budget WPB, dan Autthorizations for Expenditure AFE. Sistem audit disini ialah pre, current, dan post audit.
138
Ibid hlm 39.
139
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan. Jakarta: Sinar Grafika, 2012 hlm 271
Universitas Sumatera Utara
108
Hal pertama yang penting untuk diketahui pada industri hulu minyak dan gas bumi migas adalah bahwa biaya operasi tidak dikembalikan pemerintah dalam bentuk dana atau uang, tapi
dalam bentuk produksi migas. Artinya, tidak ada aliran dana yang dikeluarkan secara fisik, baik oleh pemerintah - melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN - maupun oleh
Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi SKK Migas. Pengembalian itu langsung dipotong dari produksi migas saat perhitungan jatah negara
versus jatah perusahaan migas yang menjadi kontraktor kontrak kerjasama Kontraktor KKS, misalnya PT Pertamina EP, PT Chevron Pacific Indonesia, dan Total EP Indonesia. Namun,
negara sadar pengembalian biaya operasi jadi salah satu faktor pengurang penerimaan negara sehingga perlu dikendalikan dan diawasi. SKK Migas sebagai wakil negara dalam kontrak
berperan dominan dalam pengendalian dan pengawasan tersebut. Layaknya organisasi modern, pengendalian dan pengawasan ini tidak semata-mata mengandalkan pengawasan fisik, tetapi,
lebih penting dari itu adalah memastikan setiap proses bisnis memiliki pengendalian internal internal control
140
. Pengendalian internal ini harus ada di SKK Migas, dalam interaksi bisnis SKK Migas dan
Kontraktor KKS, maupun di Kontraktor KKS. SKK Migas sendiri memiliki pedoman tata kerja yang baku untuk setiap titik simpul-simpul interaksi dengan Kontraktor KKS.
Pada prinsipnya, SKK Migas melakukan pengendalian dan pengawasan dalam tiga tahapan, yaitu saat awal akan terjadinya biaya pre audit; saat eksekusi biaya dan pelaksanaan pekerjaan
current audit; dan terakhir, setelah biaya terjadi dan pekerjaan selesai dilakukan post audit
141
. Pre audit dilakukan melalui pengawasan terhadap perencanaan yang dilakukan Kontraktor
KKS. Pengawasan perencanaan antara lain dilakukan melalui persetujuan rencana
140
Ibid
141
Ibid
Universitas Sumatera Utara
109
pengembangan lapangan atau Plan of Development POD yang mencerminkan rencana jangka panjang Kontraktor KKS. Pengawasan juga dilakukan pada saat penyusunan program kerja dan
anggaran tahunan, yaitu melalui persetujuan Work Program and Budget WPB, dan juga ketika anggaran tersebut dilaksanakan dalam proyek-proyek. Pengawasan proyek itu dilakukan
saat pertama kali kontraktor menyampaikan rencana proyek yang dituangkan dalam Authorization for Expenditure
AFE yang juga mensyaratkan persetujuan SKK Migas. Current audit dilakukan melalui pengawasan atas mekanisme pengadaan dan pelaksanaan
proyek. Pengawasan terhadap pengadaan dilakukan dengan menerapkan pedoman tata kerja yang menjadi acuan bagi Kontraktor KKS dalam pengadaan barang dan jasa. Sementara itu, untuk
proyek-proyek besar, pengawasan dilakukan oleh unit khusus yang melakukan monitor dan pengawasan secara intensif.
Post audit dilaksanakan dengan menggunakan prosedur auditing yang secara umum digunakan. Kontraktor KKS secara internal melakukan audit atas laporan keuangan mereka.
Sedangkan audit terhadap Kontraktor KKS yang berkaitan dengan kepentingan pemerintah dilakukan oleh SKK Migas, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP, Badan
Pemeriksa Keuangan BPK, dan Direktorat Jenderal Pajak. Jika setelah post audit dilakukan terdapat temuan pengembalian biaya operasi yang tidak
seharusnya maka kelebihan pengembalian ini akan dikoreksi pada proses bagi hasil berikutnya yaitu dengan mengurangi bagian Kontraktor KKS sebesar kelebihan pengembalian biaya operasi
tersebut. Hal yang sama berlaku apabila pengembalian justru lebih rendah dari seharusnya. Jatah pemerintah pada bagi hasil berikutnya akan berkurang sebesar kekurangan pengembalian.
Mekanisme koreksi ini dikenal dengan istilah overunder lifting. Hal ini dapat diterapkan dalam
Universitas Sumatera Utara
110
industri hulu migas karena siklus bisnisnya yang panjang yaitu selama kontrak berlaku atau 30 tahun.
Ada pula konsep perpajakan yang dapat dipergunakan untuk mengontrol ataupun mendesain pelaksanaan Cost recovery. Pertama, laporan tentang produksi lifting minyak dan gas bumi.
Kedua, bagaimana pemasaran produk itu, tingkat harga serta kemungkinan adanya transfer pricing.
Ketiga, Komponen apa yang masuk dalam perhitungan biaya. Keempat, ada tidaknya over priving
dari supplier milik sendiri. Kelima, komponen apa saja yang dapat dikecualikan exemptions dalam menghitung biaya. Keenam, komponen apa saja yang dapat dikeluarkan
dedectables dari perhitungan biaya. Perhitungan yang cermat dan defenisi yang tegas akan menghasilkan pelaksanaan Cost Recovery yang maksimal
142
.
D. Perjanjian KeperdataanPSC antara SKK MIGAS dan PT CPI